*Oleh : Bangun Lubis
Era Liberalisasi
dan kapitalisasi yang makin mencengkram masyarakat dunia dan cenderung ‘jahil’,
adalah tantangan sekaligus peluang bagi
syi’ar Islam (dakwah Islamiyah). Para ulama dalam berdakwah, harus mampu menyesuaikan diri dan memanfaatkan
teknologi yang sarat akan sarana-sarana yang canggih, seperti media cetak, televisi,
radio, film, majalah, surat kabar ataupun sarana informasi ini.
Dakwah, penyebaran informasi dan
kontrol sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pers, sebagaimana
fungsi pers itu sendiri terhadap masyarakat. Pers Islam sebagai media dakwah,
tentunya tidak dibatasi pada sisi kepentingan semata. Mengingat banyaknya
lapisan kultur, budaya dan agama di Indonesia, maka pers Islam juga bisa menyesuaikan
dengan pasarnya.
Terlepas dari kemasan ataupun
tampilan, keberadaan pers Islam di Indonesia sebagai media dakwah sedikit banyaknya
telah berperan aktif dalam pembentukan karakter bangsa Indonesia. Pers Islam di
negeri ini bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang semata-mata orang
santrian, ulama, namun mereka yang profesional lainnya juga memperhatikan itu. Maka
kita harus membatasi, mana yang memang membawa kepentingan umat Islam dan mana
yang tidak. Dalam arti, menghindari pers Islam yang hanya berorientasi pada
kepentingan bisnis dan pasar semata.
Pers
Islam adalah pers yang menyatakan dirinya sebagai Islam dan menggunakan atribut
formal Islam dengan menggunakan prinsip-prinsip Islam baik dari segi
redaksional, manajemen maupun pengelolaannya, dan yang berisi ajaran Islam itu
sendiri. Karakteristik Pers Islam Pers
Islam merupakan salah satu upaya dakwah Islamiyah, harus dapat dibedakan dengan
pers pada umumnya. Misalnya dari sisi ideal sebuah media, pers Islam harus
mempunyai karakteristik sebagai upaya dakwah
bil qalam yang utama harus mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar.
Menyebarkan informasi tentang
perintah dan larangan Allah SWT.
Berusaha mempengaruhi khalayak agar berpihak sesuai ajaran Islam yang
haq. Senantisa menghindari berita sensai
dan pornografi dan pornoaksi. Menaati kode etik jurnalistik sebagaimana juga
pers pada umummnya. Menulis dan melaporkan yang dilakukan secara jujur, tidak
memutarbalikan data dan fakta yang ada.
Tak Ada Dana
Pers Islam di Indonesia Jika dilihat
secara gamblang tidak berjalan secara baik, kendati dikelola secara profesional.
Persoalnnya terletak pada segi pemasaran, maupun manajemennya usaha periklanan.
Meskipun masyarakat Indonesia mayoritas Muslim, namun eksistensi pers umum
lebih dominan daripada pers Islam. Ini sebenarnya sangat memalukan sekaligus
sangat ganjil. Umat Islam tidak bersedia membeli produk perss seperti cetak
atau media lainnya yang yang mengetangahkan doal kajian keIslaman. Ini gejala
aneh.
Bila mengutip, Dja’far H Assegaf, Dosen
Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia dan Tokoh Pers Indonesia, menyebutkan faktor
yang mengakibatkan lemahnya dan terpinggirkannya pers Islam antara lain, kurang dan lemahnya dukungan dana dari
pengusaha atau orang yang berduit dari kalangan Islam, Lemahnya manajemen akibat atau kurang profesionalnya
pengelola, sehingga gaya bahasa, teknik penulisan, pemilihan dan pemilahan
topik serta tampilan produk yang kurang menarik perhatian dan minat pembaca.
Masih lemahnya kesadaran informatif
umat Islam akan masalah-masalah keIslaman. Mereka lebih tertarik informasi non
Islam atau lebih senang membaca atau membeli pers umum daripada pers Islam. Dan
beberapa survei yang mengungkap, bahwa yang menjadi faktor penghambat
perjalanan pers Islam di Indonesia adalah sebagai berikut: Masalah rendahnya kesadaran umat Islam akan
informasi berkaitan dengan tingkat pendidikan umat Islam, sebagai penduduk
mayoritas Indonesia.
Banyak pers Islam yang beroperasi dengan dana
seadanya, bahkan beberapa pers Islam mengaku bahwa kehidupan surat kabar mereka
sangatlah tergantung pada sumbangan pribadi, tokoh-tokoh, donatur dan pengusaha
Muslim yang bersimpati, namun banyak yang tidak bersimpati. Ini aneh.
Masalah manajemen rata-rata media massa Islam
yang masih mengandalkan menajemen dan pemasaran modern yang belum dipraktekkan
oleh sebagian besar pengelola pers Islam. Proses rekruitmen sumber daya
manusianya belum memahami pengelolaan bisnis pers yang mengetengahkan Keislaman.
Bisa jadi karena motif idealisme belaka lebih
menentukan dari pada motif profesionalisme dan idealisme yang kompromistis dalam
perekrutan seseorang menjadi wartawan atau reporter.
Harus Didukung Umat
Beberapa pemerhati dan pembaca media massa
Islam mengeluhkan adanya kecenderungan yang berlebihan dalam menyajikan
berita-berita yang bersifat menggugah. Sehingga berita lebih mengedepankan
kesadaran emosional ketimbang berita-berita yang menyentuh rasionalitas. Selain
itu rendahnya kualitas media massanya dalam hal penulisan, bahasa, dan daya
tarik lainnya. Akibatnya peminat media massa Islam tidak berkembang.
Melihat realita tersebut, menuntut
pengembangan profesionalisme pers Islam di Indonesia, sehingga masih banyak
hal-hal yang perlu diperbaiki dan disempurnakan dari pers Islam di Indonesia,
khususnya dalam pengaktualisasikan dan kemampuan menangkap angel (penyokong
pergerakan) yang tepat serta keterbukaan pers Islam menerima kekurangan yang
ada, yang juga dapat berarti menerima perkembangan kehidupan yang berjalan yang
disesuaikandengan agama dan bagaimana pemahaman masyarakat. Sehingga dapat
tercipta kondisi pers Islam, yang sehat, aspiratif, professional dan kondusif
bagi dinamika perkembangan umat Islam di Indonesia dan tentunya agar dikonsumsi
(dibaca, didengar dan dilihat) serta disukai oleh khalayak.
Ada
kata bijak yang diinginkan para tokoh Islam, pers Islam jangan lupa mengetengahkan karya jurnalistik yang menpunyai orientasi
untuk memperjuangkan nilai-nilai Islam, dan merupakan pers yang membawa misi amar ma’ruf nahi munkar, menyerukan umat
Islam kepada keindahan ajaran Islam atau yang haq dan dan berusaha meniadakan
yang bathil.
Misi amar ma’ruf tersebut tertuang dalam
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110 ‘” Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah.....”.
Dalam realita
di Indonesia, masih ditunggu pers Islam yang professional. Sehinnga dibutuhkan
upaya untuk membangun sistem manajemen
professional. Sebagai dakwah harus
istiqomah dan efektif. Kendati demikian hedaklah dukungan masyarakat harus menjadi
satu yang terpenting untuk mengembangkan produk pers Islam Indonesia tersebut,
agar bisa hidup. Membelinya saja sudah ikut menyebarkan dakwah dan itu adalah
amal yang sangat tinggi dan mulia dalam berjihat menyeru kepada kebaikan.
Jangan sampaia Pers Islam Hidup Segan Mati Tak Mau.(*)
*PU/Pemimpin
Redaksi Media Islam As SAJIDIN & MAKLUMATNEWS.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar