Minggu, 08 Juni 2014

Jalan Berliku Menuju PelabuhanTanjung Api- Api




Oleh : Drs. Bangun Lubis, M.Si




Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang dalam 25 tahun terakhir terus memacu diri untuk lebih berkembang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan kebutuhan masyarakatnya. Berbagai fasilitas infrastruktur di daerah ini dibangun untuk mendukung perkembangan agar semua wilayah, agar bisa bangkit dan meraih kemajuan yang berarti sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat setempat.
Sudah banyak fasilitas infrastruktur yang dibangun oleh empat orang gubernur dalam lima priode kepemimpinan daerah ini. Satu daya dukung yang dinilai hebat dalam mendukung semua gerak pembangunan wilayah ini adalah kehadiran sebuah pelabuhan Samudera. Apa lagi Pelabuhan Boom Baru yang berada di Kota Palembang selama kurun waktu itu dinilai sudah sarat dengan masalah, karena terjadinya pendangkalan arus sungai.
Sebab itulah empat gubernur dalam 25 tahun terakhir priode kepemimpinan kepala daerah yakni Ramli Hasan Basri yang menjadi gubernur pada dua priode 1988 – 1993 dan 1993 – 1998, Rosihan Arsyad pada priode 1998-2003, Syahrial Oesman sejak  2003-2008 dan Alex Noerdin yang memimpin pada priode 2008-2013, seluruhnya memiliki program untuk membangun Pelabuhan Samudera Tanjung Api-Api yang berada di Pantai Timur, Kabupaten Banyuasin atau sekitar 76 km dari Kota Palembang. Namun apa nyana, hingga tahun 2013 ini Pelabuhan Tanjung Api-Api yang direncakan akan menjadi sebuah kawasan pelabuhan terhebat itu belumlah juga terealisasi.
Pada masa Gubernur Sumsel Ramli Hasan Basri memimpin dua priode 1988 -1998, gaung pembangunan pelabuhan ini demikian nyaring disuarakan. Tetapi pemerintah pusat terlihat ragu-ragu menanggapi keinginan Ramli Hasan Basri yang begitu keras dan gencar mencari partner dan dukungan untuk pembangunan Pelabuhan tersebut. Salah satu Menteri Perhubungan saat itu Dhanu Tirto ( Suara Pembaran,  1993), mengemuakan, pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api dikahawatirkan akan menjadi mubasir. Dhanu Tirto berkaca pada Pelabuhan Baai di Bengkulu yang mengalami nasib kesepian karena tidak banyak kapal yang bersandar. Dikhawatirkan bahwa biaya pembangunan yang mencapai puluhan triliunan rupiah bisa terbuang begitu saja.
Malah pemerintah pusat beranggapan bahwa lebih murah untuk mengangkut produksi barang Sumatera Selatan dari Pelabuhan Panjang di Lampung, ketimbang membangun kawasan Pelabuhan Tanjung Api-Api di Banyuasin itu. Demikian juga dengan kondisi stratregis yang berada di lokasi yang masih harus mengeruk lumpur setiap tiga bulan sekali sehingga masih lebih baik memanfaatkan Pelabuhan Boom Baru, masih menguntungkan ketimbang harus memindahkannya ke luar Kota Palembang dengan jarak yang juga dinilai jauh mencapai 76 km dari Pusat Kota Palembang.

Ditentang WALHI.
Persoalan lain adalah masalah hutan yang harus menggunakan sebagaian hutan lindung, sehingga ditentang oleh Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) sebab dapat merusak kawasan hutan mangroove yang menjadi daya dukung pantai. Inlah salah satunya lagi  yang menghadang proyek Pelabuhan Tanjung Api-Api belum bisa direalisasikan. Disebutkan pula pembangunan pelabuhan tersebut, menyangkut alih fungsi lahan. Penggiat lingkungan setempat menyoroti masalah rusaknya kawasan hutan mangroove disana.
Lebih dari 1500 hektar hutan lindung tepi pantai itu nanti akan dibabat habis. Di era Menteri Kehutanan MS. Kaban, alih fungsi hutan lindung menjadi pelabuhan ini terus dipersoalkan. Ia menegaskan bahwa pemberian ijin alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang di sekitar Pelabuhan Tanjung Api-Api menjadi pelabuhan belum ada, sehingga pengerjaan proyek ini bisa dikategorikan bisa memicu illegal logiing atas hutan kayu di sana. Dalam  perjalanannya izin pemanfaat lahan sempat dikeluarkan seiring dukungan dari DPR RI. Para penggiat lingkungan di Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)  Sumatera Selatan menolak izin prinsip yang sudah dikeluarkan pemerintah pusat kepada Pemerintah Sumatera Selatan terkait pelabuhan itu. Seperti diberitakan Majalah GATRA, (8-8-2012), sejak awal proses perizinan pelabuhan samudra itu telah cacat hukum. WALHI beralasan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Desain Rencana Detail Tata Ruang yang disusun oleh Pemerintah Sumatera Selatan sangat sedikit menyinggung aspek biodiversiti (keanekaragaman hayati) yang berada di kawasan Hutan Lindung Air Telang dan Taman Nasional Sembilang. Memang sangat menyedihkan bila menelisik perjalanan keinginan Pemerintah Sumatera Selatan yang begitu ‘bermimpi’ ingin merealisasikan Pembangunan Pelabuhan Samudera Tanjung Api-Api yang terletak di Pantai Timur Sumatera Selatan itu.

Sebuah Dilematis
      Walaupun kendala demi kendala silih berganti keinginan membangun tetap terus diperjuangkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Persoalan juga dikemukakan saat  Menteri Kehuatanan   M. Prakosa. Menurut Prakosa (Suara Pembaruan 31-5 2004) , kawasan hutan lindung yang ada di sini, yang sedianya diperuntukkan bagi areal pelabuhan  sebagaimana usulan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan  membuka kawasan hutan lindung tersebut tidak dapat direalisasikan. Asisten II Sekretariat Wilayah Daerah (Ass II Sekwilda) Sumatera Selatan, Ir Budi Rahardjo saat itu menjabat, dalam rapat koordinasi persiapan pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api Sabtu 29 Mei 2004, mengatakan, kendala yang ada masih harus diselesaikan, terutama berkaitan dengan pelepasan status lahan hutan lindung yang akan digunakan sebagai areal pelabuhan.
      Apabila pembangunan pelabuhan itu direalisasikan, sekitar 5.000 hektare hutan bakau di Taman Nasional Sembilang akan beralih fungsi. Sekalipun sebenarnya penentuan titik koordinat lokasi pelabuhan telah ditetapkan berdasarkan hasil tim survei pembangunan pelabuhan laut Tanjung Api-api dari Kantor Adpel Boombaru, Dinas Perhubungan Sumatera Selatan, Badan Aplikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Baliteks) Universitas Sriwijaya, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), Dinas Kehutanan Sumatera Selatan dan Bappeda Sumatera Selatan. Dengan menggunakan Globe Position System (GPS), tim menentukan titik koordinat 02 derajat, 21 menit dan 48,3 detik Lintang Selatan (LS) dan 104 derajat, 48 menit dan 51,4 detik Bujur Timur (BT) sebagai lokasi pembangunan pelabuhan laut untuk lalu lintas angkutan laut. Serta titik koordinat 104 derajat, 48 menit dan 24,25 detik LS serta 2 derajat, 22 menit dan 12,31 detik BT ditetapkan untuk pelabuhan atau dermaga perhubungan darat. Cetak biru rencana pembangunan pelabuhan Tanjung Api-api yang terletak di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan telah ada sejak masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1937.  
      Rencana luasan kawasan pelabuhan Samudera Tanjung Api-api 26.324,35 hektare yang dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu kawasan pelabuhan, industri dan penunjang lainnya 13.000 hektare, kawasan penunjang dan utilitas seluas 9.324,35 hektare dan kawasan penunjang seluas 4.000 hektare.  Sementara itu, kajian-demi kajian terus dilakukan oleh Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, untuk pembangunan konstruksi pelabuhan berikut akses jalannya membutuhkan dana mencapai US $ 82.817.000. Atas dasar itu, Pemprov Sumatera Selatan masih sedang melakukan koordinasi dengan Menhut mengenai keputusan final pembangunan pelabuhan Tanjung Api-api tersebut.
      Diakui pemerintah provinsi Sumatera Selatan pihaknya dalam posisi mengalami dilematis. Gagasan yang telah begitu dipikirkan beberapa Gubernur Sumatra Selatan sebelumnya, tetapi baru dikemukakan kepada pemerintah pusat pada masa Gubernur Sumatra Selatan dijabat Ramli Hasan Basri, namun terus mengalam kendala. Memang jalan bergitu berliku menuju realisasi pembangunan pelabuhan tersebut. Padahal kata Ramli, dirinya semata melihat pertumbuhan ekonomi Sumatra Selatan yang begtiu pesat sejak dirinya menjabat 1988. 
       Pada masa Rosihan Arsyad sebagai Gubernur Sumatera Selatan (1998 -2003), begitu sangat mendambakan kehadiran Pelabuhan Tanjung Api-Api ini. Dia begitu menggebu-gebu untuk memukul gong realisasinya, hingga dia pergi ke berbagai negara di eropa untuk mencari investor. Setelah Rosihan tidak lagi menjadi gubernur, masih sempat menulis di sebuah surat kabar (Harian Sriwijaya Post terbit di Palembang -2012) dengan judul.Mimpi Rosihan Arsyad di Tanjung Api-Api. Rosihan bermimpi naik Naik Sepur (kerta api) ke Tanjung Api-Api.
       Rosihan Arsyad ingin merencanakan masa depan. Makanya ia bilang pemerintah pusat jangan menghalangi dan membeda-bedakan Sumatera Selatan dengan daerah lain yang ingin membangun pelabuhan besar.  Begitulah jangankan Jalan Sepur ke Tanjung Api-Api, yang masih berupa mimpi, pelabuhan Tanjung Api-Api yang menurut Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan segala perutukan dan keuntungannya bagi daerah, dan memiliki blue print melalui Perda 5 Tahun 2001 dinilainya masih sulit diiwujudkan.
 Sumatera Selatan sangat mengharapkan keikhlasan pemerintah pusat untuk memberi lampu hijau pembangunan pelabuhan Tanjung Api-Api, sebagai bagian integral Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Mungkin para Petinggi Negara asal Sumsel bisa membantu mewujudkan mimpi kami naik sepur ke Tanjung Api-Api. Itu sekelumit harapan dari Rosihan.
Semasa Gubernur Sumatera Selatan diemban oleh Syahrial Oesman, juga demikian jor-jorannya sang gubernur untuk mendesak pemerintah pusat merealisasikan dengan mengeluarkan izin berdasarkan Perda Sumsel menyangkut pembangunan tanjung api - api Tahun 2001 tersebut. Dalam data, luasan kawasan pelabuhan Tanjung Api-api 26.324,35 hektare yang dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu kawasan pelabuhan, industri dan penunjang lainnya 13.000 hektare, kawasan penunjang dan utilitas seluas 9.324,35 hektare dan kawasan penunjang seluas 4.000 hektare.
            Pada masa ini, mimpi masyarakat Sumatera Selatan memiliki pelabuhan laut bertaraf internasional Tanjung si Api-api, tidak juga terealisasi. Pembangunan pelbagai prasarana dan infrastruktur yang menopang keberadaan pelabuhan dan fasilitasnya, hingga saat ini terkesan mandeg. Dalam master plannya, pembangunan pelabuhan meliputi tiga cluster area pembangunan, yakni pembangunan Dermaga Kapal Feri, Dermaga peti kemas dan Lapangan Container. Telah lebih empat periode gubernur bergulir ditambah keluar masuk puluhan kontraktor lokal dan nasional maupun konsorsium asing urung rembug dalam tender proyek ini, namun belum menuntaskan capaian yang diharapkan. Selain dililit pelbagai problem “permainan” licin di level pelaku-pelaku birokrasi nasional, lokal ataupun centang perenang anggota parlemen yang menggangsir komponen anggaran proyek ini, tetap saja jalan masih berliku menuju realisasi pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api yang dinantikan masyarakat Sumsel itu.(*)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar