Oleh
: Drs. Bangun Lubis, M.Si
Provinsi Sumatera
Selatan merupakan salah satu provinsi yang
dalam 25 tahun terakhir terus memacu diri untuk lebih berkembang sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan kebutuhan masyarakatnya. Berbagai fasilitas
infrastruktur di daerah ini dibangun untuk mendukung perkembangan agar semua
wilayah, agar bisa bangkit dan meraih kemajuan yang berarti sebagai
jawaban atas kebutuhan masyarakat setempat.
Sudah banyak fasilitas infrastruktur
yang dibangun oleh empat orang gubernur dalam
lima priode kepemimpinan daerah ini. Satu daya dukung yang dinilai hebat dalam
mendukung semua gerak pembangunan wilayah ini adalah kehadiran sebuah pelabuhan
Samudera. Apa lagi Pelabuhan Boom Baru yang berada di Kota Palembang selama
kurun waktu itu dinilai sudah sarat dengan masalah, karena terjadinya
pendangkalan arus sungai.
Sebab itulah
empat gubernur dalam 25 tahun terakhir priode kepemimpinan kepala daerah yakni
Ramli Hasan Basri yang menjadi gubernur pada dua priode 1988 – 1993 dan 1993 –
1998, Rosihan Arsyad pada priode 1998-2003, Syahrial Oesman sejak 2003-2008 dan Alex Noerdin yang memimpin pada
priode 2008-2013, seluruhnya memiliki program untuk membangun Pelabuhan
Samudera Tanjung Api-Api yang berada di Pantai Timur, Kabupaten Banyuasin atau
sekitar 76 km dari Kota Palembang. Namun apa nyana, hingga tahun 2013 ini Pelabuhan Tanjung Api-Api yang
direncakan akan menjadi sebuah kawasan pelabuhan terhebat itu belumlah juga
terealisasi.
Pada masa Gubernur Sumsel Ramli Hasan
Basri memimpin dua priode 1988 -1998, gaung pembangunan
pelabuhan ini demikian nyaring
disuarakan. Tetapi pemerintah pusat terlihat
ragu-ragu menanggapi keinginan Ramli Hasan Basri yang begitu keras dan gencar
mencari partner dan dukungan untuk pembangunan Pelabuhan tersebut. Salah satu
Menteri Perhubungan saat itu Dhanu Tirto ( Suara Pembaran, 1993),
mengemuakan,
pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api dikahawatirkan akan menjadi mubasir.
Dhanu Tirto berkaca pada Pelabuhan Baai di Bengkulu yang mengalami nasib
kesepian karena tidak banyak kapal yang bersandar. Dikhawatirkan bahwa biaya
pembangunan yang mencapai puluhan triliunan rupiah bisa terbuang begitu saja.
Malah pemerintah pusat beranggapan bahwa
lebih murah untuk mengangkut produksi barang Sumatera Selatan dari Pelabuhan
Panjang di Lampung, ketimbang membangun kawasan Pelabuhan Tanjung Api-Api di
Banyuasin itu. Demikian juga dengan kondisi stratregis yang
berada di lokasi yang masih harus mengeruk lumpur setiap tiga bulan sekali
sehingga masih lebih baik memanfaatkan Pelabuhan Boom Baru, masih menguntungkan ketimbang harus memindahkannya
ke luar Kota Palembang dengan jarak yang juga dinilai jauh mencapai 76 km dari Pusat Kota Palembang.
Ditentang WALHI.
Persoalan
lain adalah masalah hutan yang harus menggunakan sebagaian hutan lindung, sehingga
ditentang oleh Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) sebab dapat merusak
kawasan hutan mangroove yang menjadi
daya dukung pantai. Inlah salah satunya lagi
yang menghadang
proyek Pelabuhan Tanjung Api-Api belum bisa direalisasikan. Disebutkan pula
pembangunan pelabuhan tersebut, menyangkut alih fungsi lahan. Penggiat
lingkungan setempat menyoroti masalah rusaknya kawasan hutan mangroove
disana.
Lebih dari
1500 hektar hutan lindung tepi pantai itu nanti akan dibabat habis. Di era
Menteri Kehutanan MS. Kaban, alih fungsi hutan lindung menjadi pelabuhan ini
terus dipersoalkan. Ia menegaskan bahwa pemberian ijin alih fungsi hutan
lindung Pantai Air Telang di sekitar Pelabuhan Tanjung Api-Api menjadi
pelabuhan belum ada, sehingga pengerjaan proyek ini bisa dikategorikan bisa
memicu illegal logiing atas hutan kayu di sana. Dalam perjalanannya izin pemanfaat lahan sempat
dikeluarkan seiring dukungan dari DPR RI. Para penggiat lingkungan di Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan menolak izin prinsip yang sudah
dikeluarkan pemerintah pusat kepada Pemerintah Sumatera Selatan terkait
pelabuhan itu. Seperti diberitakan Majalah GATRA,
(8-8-2012), sejak awal
proses perizinan pelabuhan samudra itu telah cacat hukum. WALHI beralasan dari
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Desain Rencana Detail Tata Ruang yang
disusun oleh Pemerintah Sumatera Selatan sangat sedikit menyinggung aspek biodiversiti
(keanekaragaman hayati) yang berada di kawasan Hutan Lindung Air Telang dan
Taman Nasional Sembilang. Memang sangat menyedihkan bila menelisik perjalanan
keinginan Pemerintah Sumatera Selatan yang begitu ‘bermimpi’ ingin
merealisasikan Pembangunan Pelabuhan Samudera Tanjung Api-Api yang terletak di
Pantai Timur Sumatera Selatan itu.
Sebuah
Dilematis
Walaupun kendala demi
kendala silih berganti keinginan membangun tetap terus diperjuangkan oleh
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Persoalan juga dikemukakan saat Menteri Kehuatanan M. Prakosa. Menurut Prakosa (Suara Pembaruan 31-5 2004) , kawasan hutan
lindung yang ada di sini, yang sedianya diperuntukkan bagi areal pelabuhan sebagaimana usulan Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan membuka kawasan hutan
lindung tersebut tidak dapat direalisasikan. Asisten II Sekretariat Wilayah
Daerah (Ass II Sekwilda) Sumatera Selatan, Ir Budi Rahardjo saat itu menjabat, dalam
rapat koordinasi persiapan pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api Sabtu 29 Mei
2004, mengatakan, kendala yang ada masih harus diselesaikan, terutama berkaitan
dengan pelepasan status lahan hutan lindung yang akan digunakan sebagai areal
pelabuhan.
Apabila
pembangunan pelabuhan itu direalisasikan, sekitar 5.000 hektare hutan bakau di
Taman Nasional Sembilang akan beralih fungsi. Sekalipun sebenarnya penentuan
titik koordinat lokasi pelabuhan telah ditetapkan berdasarkan hasil tim survei
pembangunan pelabuhan laut Tanjung Api-api dari Kantor Adpel Boombaru, Dinas
Perhubungan Sumatera Selatan, Badan Aplikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Baliteks) Universitas Sriwijaya, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), Dinas
Kehutanan Sumatera Selatan dan Bappeda Sumatera Selatan. Dengan menggunakan
Globe Position System (GPS), tim menentukan titik koordinat 02 derajat, 21
menit dan 48,3 detik Lintang Selatan (LS) dan 104 derajat, 48 menit dan 51,4 detik
Bujur Timur (BT) sebagai lokasi pembangunan pelabuhan laut untuk lalu lintas
angkutan laut. Serta titik koordinat 104 derajat, 48 menit dan 24,25 detik LS
serta 2 derajat, 22 menit dan 12,31 detik BT ditetapkan untuk pelabuhan atau
dermaga perhubungan darat. Cetak biru rencana pembangunan pelabuhan Tanjung
Api-api yang terletak di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan telah ada sejak
masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1937.
Rencana luasan kawasan
pelabuhan Samudera Tanjung Api-api 26.324,35 hektare yang dibagi menjadi tiga
kawasan, yaitu kawasan pelabuhan, industri dan penunjang lainnya 13.000
hektare, kawasan penunjang dan utilitas seluas 9.324,35 hektare dan kawasan
penunjang seluas 4.000 hektare. Sementara
itu, kajian-demi kajian terus dilakukan oleh Bappeda Provinsi Sumatera Selatan,
untuk pembangunan konstruksi pelabuhan berikut akses jalannya membutuhkan dana
mencapai US $ 82.817.000. Atas dasar itu, Pemprov Sumatera Selatan masih sedang
melakukan koordinasi dengan Menhut mengenai keputusan final pembangunan
pelabuhan Tanjung Api-api tersebut.
Diakui
pemerintah provinsi Sumatera Selatan pihaknya dalam posisi mengalami dilematis.
Gagasan yang telah begitu dipikirkan beberapa Gubernur Sumatra Selatan
sebelumnya, tetapi baru dikemukakan kepada pemerintah pusat pada masa Gubernur
Sumatra Selatan dijabat Ramli Hasan Basri, namun terus mengalam kendala. Memang
jalan bergitu berliku menuju realisasi pembangunan pelabuhan tersebut. Padahal
kata Ramli, dirinya semata melihat pertumbuhan ekonomi Sumatra Selatan yang
begtiu pesat sejak dirinya menjabat 1988.
Pada masa Rosihan Arsyad
sebagai Gubernur Sumatera Selatan (1998 -2003), begitu sangat mendambakan
kehadiran Pelabuhan Tanjung Api-Api ini. Dia begitu menggebu-gebu untuk memukul
gong realisasinya, hingga dia pergi ke berbagai negara di eropa untuk mencari
investor. Setelah Rosihan tidak lagi menjadi gubernur, masih sempat menulis di
sebuah surat kabar (Harian
Sriwijaya Post terbit di Palembang -2012) dengan
judul.”
Mimpi Rosihan Arsyad di Tanjung Api-Api. Rosihan bermimpi naik Naik Sepur (kerta api) ke
Tanjung Api-Api.
Rosihan Arsyad ingin merencanakan masa
depan. Makanya ia bilang pemerintah pusat
jangan menghalangi dan membeda-bedakan Sumatera Selatan dengan daerah lain yang
ingin membangun pelabuhan besar. Begitulah jangankan
Jalan Sepur ke Tanjung Api-Api, yang masih berupa mimpi, pelabuhan Tanjung
Api-Api yang menurut Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dengan segala
perutukan dan keuntungannya bagi daerah, dan memiliki blue print melalui Perda
5 Tahun 2001 dinilainya masih sulit diiwujudkan.
Sumatera
Selatan sangat mengharapkan keikhlasan pemerintah pusat untuk memberi lampu
hijau pembangunan pelabuhan Tanjung Api-Api, sebagai bagian integral Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Mungkin para
Petinggi Negara asal Sumsel bisa membantu mewujudkan mimpi kami naik sepur ke
Tanjung Api-Api. Itu sekelumit harapan dari Rosihan.
Semasa
Gubernur Sumatera Selatan diemban oleh Syahrial Oesman, juga demikian
jor-jorannya sang gubernur untuk mendesak pemerintah pusat merealisasikan
dengan mengeluarkan izin berdasarkan Perda Sumsel menyangkut pembangunan
tanjung api - api Tahun 2001
tersebut. Dalam data, luasan kawasan pelabuhan Tanjung Api-api 26.324,35 hektare yang
dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu kawasan pelabuhan, industri dan penunjang
lainnya 13.000 hektare, kawasan penunjang dan utilitas seluas 9.324,35 hektare
dan kawasan penunjang seluas 4.000 hektare.
Pada
masa ini, mimpi masyarakat Sumatera Selatan memiliki pelabuhan laut bertaraf
internasional Tanjung si Api-api, tidak juga terealisasi. Pembangunan pelbagai
prasarana dan infrastruktur yang menopang keberadaan pelabuhan dan
fasilitasnya, hingga saat ini terkesan mandeg. Dalam master plannya,
pembangunan pelabuhan meliputi tiga cluster area pembangunan, yakni pembangunan
Dermaga Kapal Feri, Dermaga peti kemas dan Lapangan Container. Telah lebih
empat periode gubernur bergulir ditambah keluar masuk puluhan kontraktor lokal
dan nasional maupun konsorsium asing urung rembug dalam tender proyek ini,
namun belum menuntaskan capaian yang diharapkan. Selain dililit pelbagai
problem “permainan” licin di level pelaku-pelaku birokrasi nasional, lokal
ataupun centang perenang anggota parlemen yang menggangsir komponen anggaran
proyek ini, tetap saja jalan masih berliku menuju realisasi pembangunan Pelabuhan
Tanjung Api-Api yang dinantikan masyarakat Sumsel itu.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar