Kamis, 14 Maret 2013

DISERTASI



PROFORSAL PENELITIAN




MODEL PEMANFAATAN MEDIA CETAK

DALAM KRANGKA TRANSPARANSI KEBIJAKAN

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN 







OLEH:

BANGUN PARUHUMAN LUBIS

PROGRAM STUDI DOKTOR ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012



LEMBAR PERSETUJUAN
PROPORSAL DISERTASI


MODEL PEMANFAATAN MEDIA CETAK

DALAM KRANGKA TRANSPARANSI KEBIJAKAN

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN 

  


BANGUN PARUHUMAN LUBIS
NIM.

                                
Semarang, ......................................................

Telah disetujui oleh :

Promotor,                                                                                Co Promotor



(                                           )                                       (                                       )
Mengetahui,

Ketua Program Doktor Magister Administrasi Publik


Prof.Dr. Dra. Sri Suitri, M.Si
NIP.

Teori Good Govermant menyangkut transparansi dalam pelayanan publik
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
            Negara merupakan sebuah kelompok yang terorganisir, yang memiliki tujuan dan memiliki kekuasaan tertinggi yang diakui kedaulatannya, (Inu Kencana, 1994:12).  Republik Indonesia sebagai suatu negara sebagaimana tertuang dalam konstitusi Negara RI, seperti pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, secara tegas menyatakan bahwa negara, “…melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial…”.Dibentuknya  sebuah Negara  berfungsi sebagai ruang agar warga negara dapat hidup bersama secara damai, aman dan sejahtera. Ini sesuai dengan latar belakang pemikiran the founding fathers ketika mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejak awal konstitusi, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah memiliki faham demokrasi. Hal demikian dapat dicermati dari bentuk formal pembagian pelaksanaan tugas dan kewenangan lembaga- lembaga Negara dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan Negara, mulai dari pusat hingga tingkat daerah kabupaten/kota. Tugas-tugas umum pemerintahan dalam pembangunan termasuk tanggungjawab aparatur semakin meningkat, mereka dituntut memiliki kemampuan. Dituntut pula dapat efektiv melaksanakan tugas  dalam penyelenggaraan pembangunan tersebut.

            Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, dikatakan bahwa : “Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Sehubungan dengan hal tersebut Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam hal ini mempunyai peran yang demikian penting dalam rangka menentukan kebijakan daerah, seperti menyusun peraturan daerah dan anggaran yang menyangkut kepentingan rakyat maupun rumah tangga daerah.
            Dalam mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea keempat, Pemerintah melaksanakan pembangunan secara bertahap, terencana, terarah dan terpadu dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara termasuk pembangunan kesejahteraan.
            Pemerintah merupakan institusi yang mengendalikan kekuasaan yang memiliki hak dan tanggungjawab memberikan arah pembangunan dengan tujuan agar dapat mensejahterakan masyarakat. Pemerintah melakukan kewajiban untuk memberikan pelayanan yang optimal, sehingga tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan dapat terpenuhi. Dengan kata lain, bahwa pemerintah tidak hanya berlaku sebagai penguasa yang melaksanakan tugas semata akan tetapi juga mampu melayani kepentingan masyarakat. (Inu Kencana, 2006: 3-5).
            Menyinggung mengenai pentingnya pelayanan terhadap masyarakat, sudah tentu harus ada perangkat dan program yang terencanakan secara sistematis, karena pelayanan sudah menjadi tanggungjawab yang mesti diemban dan dijalankan pemerintah. Dalam meningkatkan berbagai pelayanan terhadap masyarakat maka pemerintah membuat model dan pola-pola yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat  agar kesatuan pandang antara pemerintah dan masyarakat dapat seimbang dan sama. Dalam hal ini biasanya dapat digunakan pola interaksi dengan model partisipasi.
             Kebijakan – kebijakan pemerinth dan termasuk dalam peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) harus informasikan atau disosialisasikan kepada masyarakat luas, dengan maksud supaya masyarakat mengetahui dan memahaminya dengan cerdas dan faham secara mendalam. Sehingga kebijakan, peraturan - peraturan daerah maupun program pembangunan daerah yang telah dibuat pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah provinsi tersebut  dapat diketahui dan menjadi pedoman bagi masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. (Miftah Thoha, 2009: 59-60).
            Cara penyebaran informasi kepada masyarakat, pada masa lalu dilakukan melalui surat atau telegram yang dikirim oleh Kepala Daerah (Gubernur) kepada pemerintah daerah yang berada di bawahnya (Bupati/Walikota), sebagaimana yang juga pernah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi termasuk juga Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Baru kemudian Bupati dan Walikota menyampaikan informasi tersebut kepada Camat dan selanjutnya Camat secara hierarki menyampaikannya kepada Kepala Desa (Kades). Kemudian, menyebarluaskannya kepada masyarakat dengan cara mengumpulkan masyarakat di Balai Desa dalam suatu pertemuan masyarakat desa.
            Kondisi semacam itu dilaksanakan karena kemampuan teknologi yang masih terbatas. Pada masa sekarang ini melakukan sosialisasi pembangunan kepada masyarakat oleh Pemerintah, telah lebih sistematis  cepat dan terencana dan tepat guna.  Kebijakan, peraturan daerah ataupun program pembangunan telah diupayakan disosialisasikan guna dapat diketahui masyarakat dalam waktu yang cepat dan tepat dalam waktu tertentu. Tentunya dengan teknologi yang lebih baik dan maju, seperti media massa. Misalnya melalui medi massa cetak atau koran, maupun media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. Mekanisme seperti ini juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
            Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menggunakan media massa dalam melakukan sosialisasi informasi kebijakan dan program-program pembangunan daerah. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menilai bahwa sarana yang cukup ampuh dalam mensosialisasikan informasi kebijakan dan program-program atau realisasi pembangunan daerah kepada masyarakat adalah media massa cetak.  Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memberikan anggapan bahwa melalui media massa cetak atau koran, maka  masyarakat akan dapat membaca informasi tersebut secara gambling, bisa berulang-ulang dan juga kurun waktu yang cukup panjang dan lama serta dapat terdokumentasi dan dapat pula dijadikan sebagai bahan data yang akurat dalam memahami kebijakan ataupun program pembangunan daerah atau bila hendak mengevaluasi karya pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
            Selanjutnya media massa cetak adalah alat komunikasi yang dinilai cukup ampuh dan tepat dalam menyebarkanluaskan informasi untuk kepentingan pengetahuan masyarakat.  “Sesuai dengan fungsinya, media massa salah satu media cetak adalah alat komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi dan memiliki daya kemampuan yang kuat dalam mempengaruhi alam pikiran masyarakat.” (Ashadi Siregar, 2010).
            Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memanfaatkan media massa cetak sebagai alat sosialisasi dan komunikasi kepada rakyat untuk menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan tugas dan pelayanan baik  karena pemanfaatan media massa cetak dinilai cukup tepat sasaran dan ampuh menjangkau seluruh wilayah pemerintahan setempat.  Komitmen  itu pun ditunjukkan melalui dukungan dana. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, khusus untuk menyebarluaskan informasi pembangunan dan kebijakan telah mengalokasikan anggaran  melalui Anggan Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD), seperti tercatat dalam APBD Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009 yang ditandatangani oleh Gubernur Sumatera Selatan, Ir. H. Alex Noerdin, S.H. dalam APBD Tahun 2009 yang dikeluarkan pada tanggal 26 Juli 2009 mencatat secara keseluruhan  anggaran khusus untuk media massa cetak mencapai sekitar Rp 2,3 miliar. Lalu untuk anggaran tahun 2010 khusus untuk media massa cetak dana yang dianggarkan pada APBD 2010 meningkat hingga mencapai Rp 3 miliar (Buku APDB, 2010)
Walaupun selama ini pemanfaatan media massa massa cetak sebagai alat sosialisasi yang berkaitan dengan informasi pembangunan daerah sudah berjalan baik dan dinilai cukup tepat sasaran oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan namun informasi  yang disampaikan kepada masyarakat tersebut belumlah dapat optimal karena jangkuan persebaran surat kabar (oplag) yang khusus koran masih terbatas untuk mencapai masyarakat sampai ke pelosok desa akibat jumlah oplag atau jumlah eksemplar media massa cetak yang masih cukup terbatas. 
            Selain itu, dana pembiayaan pemuatan pemberitaan yang dianggarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, jumlahnya dinilai masih kurang bila dibandingkan dengan keperluan pembiayaan pemuatan tulisan informasi yang hendak disampaikan kepada masyarakat luas tersebut.  Apalagi media massa  cetak tidak memiliki kewajiban untuk memuat berita atau tulisan untuk dipublikasikan kepada masyarakat.             Anggraran yang disediakan sebagaimana yang tertuang pada Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) 2010 mencapai Rp 3 miliar dinilai masih terlalu kecil jumlahnya dibanding kebutuhan pembiayaan tulisan untuk informasi bagi seluruh media massa cetak yang terbit secara rutin atau berkala agar dapat menjangkau masyarakat luas hingga ke pelosok desa-desa di Sumatera Selatan.
 Permasalahan lain adalah yang berkaitan dengan penulisan artikel dari advertorial atau tulisan iklan yang dimuat termasuk penempatan tulisan  yang dimuat di media massa cetak tersebut masih kurang memberikan daya tarik untuk membacanya, kemudian tidak semua ditempatkan pada halaman-halaman utama dan rubric yang utama akibatnya banyak pebaca media massa cetak (koran) yang melewatkan tulisan pesanan tersebut. Pada prinsipnya sebuah tulisan bila ditempatkan pada halaman utama biasanya pembaca akan lebih tertarik dan langsung dapat melihat dan membaca tulisan tersebut. Kenyataannya memang demikian, bahwa banyak tulisan pesanan atau advertorial yang dianggap penting termuat di media massa cetak, tetapi diabaikan oleh pembaca karena penempatannya hanya di halaman-halaman yang kurang mendapat perhatian atau bukan halam atau rubrik pilihan.
            Atas dasar uraian di atas, maka penulis menentukan judul disertasi ini yaitu: Model Pemanfaatan Media Massa Cetak Oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam upaya Meningkatkan Pelayanan Publik.”

1. Identifikasi dan Rumusan Masalah
a. Identifikasi Masalah
            Pada dasarnya Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah memiliki komitmen untuk menjalankan tugas dan pelayanan yang baik dalam rangka Good Governance dalam upaya pembangunan masyarakat. Sikap itu diperlihatkan dengan adanya keterbukaan informasi yang luas menyangkut sosialisasi berbagai kebijakan, program pembangunan daerah yang disampaikan melalui media massa cetak. Sehingga masyarakat dapat mengetahui produk pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
            Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapatlah ditentukan identifikasi masalah sebagai berikut;
1. Informasi  yang disampaikan kepada masyarakat tersebut belumlah
   optimal karena jangkuan persebaran surat kabar (oplag) masih terbatas.
2. Dana yang dianggarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan,
    jumlahnya dinilai masih belum memadai untuk mendukung sosialisasi        
    informasi melalui media massa cetak tersebut.
3.. Penempatan tulisan (informasi) yang dimuat di media cetak tersebut
    kurang memberikan daya tarik untuk dibaca.

B. RUMUSAN MASALAH
            Berdasarkan pada identifikasi masalah tersebut maka dapat pula ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model pemanfaatan media massa cetak oleh Pemerintah  
    Provinsi Sumatera Selatan untuk mensosialisasikan informasi kepada  
    masyarakat luas.?
            2. Bagaimana mengoptimalkan media massa cetak oleh Pemerintah
              Provinsi Sumatera Selatan dalam menyampikan informasi kepada
               masyarakat agar dapat efektiv.?

            3.  Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap informasi yang  

                disampaikan  Pemerintah Provinsi Sumsel melalui media massa cetak ?

            4.  Apakah upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumsel untuk lebih

                 memperluas jangkauan informasi melalui media massa cetak kepada

                 masyarakat di daerah ini?


C. TUJUAN DAN MAFAAT PENELTIAN
            1. Tujuan Penelitian
    a. Untuk mengetahui pemafaatan media cetak oleh Pemerintah Provinsi  
       Sumatera Selatan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.  
   b. Guna mengetahui keefektivan penyampaian informasi melalui media
       massa cetak kepada masyarakat oleh Pemerintah Provinsi Sumatera
      Selatan.
            2.  Manfaat penelitian
  a. Untuk mengetahui penyebarluasan informasi dengan menggunakan
      media massa cetak oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
 b. Untuk mengetahui bagaimana informasi itu disampaikan kepada
     masyarakat.





D. KEGUNAAN PENELITIAN
           1. Kegunaan Teoritis
            Kegunaan teoritis yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah berupa proposisi - proposisi guna pengembangan dunia akademik, serta dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian dimasa yang akan datang, tentunya yang masih berhubungan dengan pemanfaatan media massa cetak oleh pemerintahan di suatu daerah.
           2. Kegunaan Praktis
            Sebagai sumbangan pemikiran baik kepada Pemerintah Daerah sebagai lembaga eksekutif, maupun media massa cetak yang ada di daerah Sumatera Selatan guna mengoptimalkan pelaksanaan fungsi dan tugas dalam menjalankan roda pemerintahan di Provinsi Sumatera Selatan.




BAB II
TINJAUAN  PUSTAKA
    
A.    LANDASAN TEORI
            Pada era reformasi dan otonomi daerah yang bersendikan demokratisasi, pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten dan kota dituntut untuk mampu menggalang partisipasi, mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.  Tujuan tersebut sejalan dengan adanya keinginan tercapainya  pemerintahan yang baik, bersih  dan transparan. Pemerintah daerah juga dituntut untuk dapat menjalankan seluruh tugas dan pelayanan yang dibebankan untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang dalam usaha menyejahterakan masyarakat.
1.  Pemerintahan Daerah
            Sebagaimana diketahui bahwa mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat, pada hakekatnya merupakan dasar dari pada mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Oleh karena  itu tujuan, sasaran dan fungsi-fungsi pemerintahan yang diselenggarakan di daerah juga adalah pengaplikasikan daripada tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan secara nasional sebagai satu kesatuan yang bulat dan terpadu. Dengan demikian fungsi-fungsi pemerintahan yang diselenggarakan di daerah adalah bagian atau merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan secara keseluruhan.

Menurut Undang- Undang Dasar 1945 sebagai berikut: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupten dan kota mempunyai pemerintahan daerah.” Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memberikan pengertian tentang pemerintahan daerah bahwa: “Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan  Pemerintah di Daerah Otonom oleh Pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi”.  Dalam Undang-Undang Nomor yang sama juga dikemukakan bahwa pemerintah daerah; “Terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif daerah”.
              Adapun hakekat dari pada Otonomi Daerah,  bahwasanya pelaksanaan Otonomi Daerah  berdasarkan Undang- undang No. 32 Tahun 2004, pada satu sisi telah membuka cakrawala baru bagi proses demokratisasi penyelenggaraan pemerintah baik dalam lingkup Nasional juga terutama dalam konteks lokal daerah. Secara umum beberapa prinsip dasar yang harus dipegang oleh semua pihak dalam Otonomi Daerah berdasarkan Undang- undang No.22 Tahun 1999, dan setelah perubahan dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2004, pada pasal 16 dikemukakan bahwa pelaksanaan otonomi daerah dilaksanankan dalam konteks Negara Kesatuan. Pelaksanaan Otonomi Daerah menggunakan tata cara desentralistis dengan demikian peran daerah sangat menentukan. Walaupun demikian, fungsi Pemerintahan Pusat tetap saja masih cukup vital dalam kewenangan strategis (monoter, pertahanan, luar negeri dan hukum) dan dalam mengawasi ketimpangan antardaerah.
            Adapun prinsip-prinsip Otonom Daerah berpedoman pada Undang-Undang tersebut di atas dikemukakan,  bahwa penyelenggaraan Otonomi Daerah (Otoda) dilaksanankan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi keanekaragaman daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan Otonom Daerah adalah peningkatan Kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.  Atas dasar itu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang menyinggung tentang Pemerintahan Daerah berkaitan juga dengan adanya pemberian wewenang  yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah sehingga memberikan peluang kepada daerah dengan leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah.  Kewenangan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pada semua aspek  pemerintahan.
 Mencermati uraian di atas, maka Pemerintah Daerah sesuai dengan konsep otonomi daerah, adalah terdiri dari Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan juga Pemerintah Kota. Pemerintah Provinsi dalam konteks pemerintahan daerah, memiliki hak wewenang dan kewajiban untuk mengatur  dan mengurus rumahtangganya sendiri sesuai dengan peraturan yang berlaku.( Inu Kencana,  1994: 104 ).   Pemerintah provinsi sebagai pemerintah daerah otonom tentunya memiliki tugas melakukan kewajiban untuk memberikan pelayanan yang optimal, sehingga tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan dapat terpenuhi.
Lebih tegasnya lagi bahwa pemerintah tidak hanya berlaku sebagai penguasa yang melaksanakan tugas semata akan tetapi juga mampu melayani kepentingan masyarakat serta memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan atau menginformasikan setiap kebijakan-kebijakan, (peraturan daerah, dan program-program pembangunan) yang diatur dalam perundang-undangan tersebut. Tujannya tiada lain agar semua kebijakan, peraturan daerah dan berbagai program pembangunan dapat diketahui oleh masyarakat secara luas.
Dalam mensosialisasi atau menginformasikan setiap kebijakan, peraturan daerah  maupun program pembangunan daerah kepada masyarakat luas, tentunya berlangsung melalui mekanisme organisasi yang ada dalam pemerintahan. Organisasi pemerintahan daerah yang sistematis,  terdiri dari aparatur yang bertanggungjawab untuk melaksanakan dan mengerjakan setiap tugas dan pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat luas tersebut. Demikian juga dengan tugas sosialisasi yang tertuang dalam tugas dan pelayanan yang merupakan hak dan kewajiban dari pemerintah daerah (provinsi).  Senada dengan itu, Miftah Thoha (2009,:7) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan otonomi, meletakkan provinsi sebagai wilayah administrasi dan sebagai pemerintahan otonom.
Pemerintah Provinsi memiliki hak dan tanggungjawab mengelola anggaran sendiri dan juga dapat mengendalikan kegiatan atau tugas dan tanggung jawab bersama aparaturnya seperti yang terdapat dalam simpul kesekretariatan pemerintahan provinsi dan juga yang berada pada dinas-dinas yang dibentuk untuk menjalankan tugas dan pelayanan kepada masyarakat luas. Dalam simpul kesekretariatan terdapat organisasi yang disebut biro, bagian, sub-bagian dan asisten - asisten yang kesemuanya memiliki tugas dan tanggungjawab. Pertanggungjawabannya  sendiri disampaikan secara khirarki kepada Sekretaris Daerah dan Gubernur sebagai kepala pemerintahan di Provinsi.
Biasanya organisasi yang ditunjuk sesuai dengan aturan yang ada dalam mekanisme pemerintahan di daerah dalam menjalankan tugas yang terkait dengan masyarakat luas, dibentuklah Bagian Humas (Hubungan Masyarakat). Karena Humas dalam pemerintahan memiliki tugas yang strategis, terlebih dalam sosialisasi kebijakan, peraturan daerah maupun program-program pembangunan daerah kepada masyarakat.
Humas, sebagaimana diartikan dalam hubungan dengan masyarakat luas, seperti melalui publisitas; khususnya korporasi, organisasi dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan opini dan memerikan arahan kepada publik yang menyenangkan untuk dirinya sendiri (organisasi pemerintahan misalnya), (H. Frazier Moore 1988: 5-6). Atau lebih spesifik lagi tujuan Humas berarti; fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mengidentifikasi kebijaksanaan-kebijakasanaan dan prosedur-prosedur seorang individu atau sebuah organisasi, agar organisasi yang berusaha untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat sesuai dengan keinginan organisasi dimana bagian Humas itu berada.
Organisasi pemerintah provinsi dibentuk untuk mencapai tujuan bersama, yaitu: melindungi kepentingan masyarakat, melayani kebutuhan masyarakat, dan pada akhirnya tujuan yang paling utama adalah mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.  Max  Weber (dalam Miftah Thoha, 2009 : 37-38)  mengungkapakan bahwa terwujudnya tujuan organiasi pemerintahan provinsi tersebut, perlu pengelolaan organisasi yang efektiv. Keefektivitasan tersebut berjalan dengan keselarasan yang sesuai dengan tujuan dari tugas serta wewenang maupun kewajiban dan tugas pelayanan kepada masyarakat luas untuk mencapai kesejahteraan yang dicita-citakan.
Apa yang dimaksud oleh Max Weber sejalan dengan yang dikemukakan oleh Frazier Moore dalam konteks organiasi pemerintahan. Dalam organisasi pemerintahan bagian humas tersebut berperan untuk menjalankan tugasnya sebagai penghubung atau bagian yang bertanggungjawab untuk mensosialisasikan dan menginformasikan segala bentuk kepentingan pemerintah kepada masyarakat luas. Artinya demikian besar hubungannya dengan media massa untuk menjalankan jalinan kerjasama yang baik dalam usaha memberikan yang terkait dengan informasi seperti misalnya salah satu pemasangan iklan, advertorial atau tulisan yang dipentingkan oleh pemerintah provinsi seperti juga Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam menyampaikan berbagai informasi kebijakan pemerintahan kepada masyarakat luas.


2. Konsep Efektivitas
            Sebuah pekerjaan yang berhasil mencapai tujuan atau tepatguna dalam mencapai sasarannya pada prinsipnya disebut efektiv. Sebagaimana pengertian efektifvtas, menurut pendapat Richad M. Steers;…bahwa efektivitas suatu organisasi adalah seberapa jauh organisasi tersebut dapat berhasil mencapai tujuan dan /sasaran. Pada umumnya orang percaya bahwa semakin rasionalnya sebuah organisasi, makin besar upayanya pada kegiatan yang mengarah pada tujuan. Bila semakin besar kemajuan yang diperoleh kearah tujuan, maka organisasi akan makin efektiv pula. Dari pendapat tersebut, maka efektivitas dipandang sebagai tujuan akhir  dari sebagian besar organisasi. Kemuadian pengertian efektivitas sebagai suatu pengukuran dalam arti tercapainya suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain efektivitas organisasi dinilai berhasil dapat dilihat dari seberapa jauh sebuah organisasi mencapai tujuan yang layak dicapai.
            Pandangan Richad M. Steers bahwa efektivitas juga merupakan suatu keadaan yang mengandung pengertian terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu sesuai yang dikehendaki maka perbuatan orang itu dikatakan efektiv. Efektivitas dipandang dari sudut pencapaian tujuan organisasi. Efektivitas tidak semata-mata berorientasi kepada tujuan organisasi tetapi efektivitas organisasi dikonsepkan bahwa, sampai sejauhmana suatu organisasi sebagai suatu system sosial memenuhi tujuannya tanpa mengabaikan sarana dan sumber daya yang dimilikinya dan tanpa memberikan tekanan yang tidak wajar kepada para anggota organisasi.
Efektivitas organisasi ditinjau dari sudut suatu sistem sosial hendaknya mempertimbangkan 2  (dua) aspek pokok, yaitu :
a.       Tujuan organisasi, dan
b.      Sarana atau alat yang mendukung untuk mencapai tujuan.
Hal ini perlu dilaksanakan karena pada hakekatnya setiap organisasi adalah gabungan dari setiap kelompok atau pribadi yang mempunyai kebutuhan, keinginan dan orientasi yang berlainan. Oleh karena itu supaya tujuan organisasi dapat terlaksana dengan baik maka diperlukan alat atau sarana yang mendukungnya.
Berdasarkan pengertian efektivitas yang kemukakan di atas, dapat efektivitas dapat dikatakan sebagai alat pencapaian tujuan atau sasaran organisasi sesuai dengan yang telah ditentukan dan dipergunakan oleh unsur -  unsur dalam organisasi sebagai kriteria  keberhasilan pencapaian tujuan.
Steers  (2004 : 4- 6)  juga menambahkan bahwa ada beberapa konsep yang saling berhubungan dalam pengertian efektivitas, antara lain:
a.       Faham mengenai optimalisasi tujuan, bahwa efektivitas dinilai  menurut ukuran seberapa jauh sebuah kelompok atau oranisasi berhasil pencapai tujuan yang  layak dicapai.
b.      Persfektif sistematika, yakni organisasi terdiri dari berbagai unsur yang saling mendukung dan saling melengkapi. Unsur –unsur tersebut sangat berpengaruh      terhadap proses pencapaian tujuan suatu organisasi.
c.       Tekanan pada segi tingkahlaku manusia dalam organisasi, tingkahlaku individu   dan kelompok dalam menentukan kelancaran tercapainya tujuan.
Sementara itu, pengertian efektivitas sebagaimana dikemukakan Stephen P Robbins (dalam Rukman, 2006:15) adalah sebagai perwujudan dari tujuan-tujuan organisasi. Adapun kriteria pencapaian tujuan tersebut adalah efektiv dan efisien. Efektiv terkait dengan input dan bagaimana mengerjakannya dengan baik dan benar (doing things right). Sehingga dapat disimpulkan bahwa efektiv itu harus terkait dengan pencapaian tujuan dan sasaran suatu tugas atau pekerjaan dan terkait juga kinerja dari proses pelaksanaan suatu pekerjaan.
Efektivitas dapat pula diartikan sebagai kondisi yang paling tepat dan baik bilamana membandingkan penggunaan metode alat atau sarana dengan kondisi yang nyata (Wiradihardja, 1991:25). Senada dengan definisi tersebut menurut Martoyo (1994:4) efektivitas adalah suatu kondisi atau keadaan, yaitu dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana atau peralatan yang digunakan disertai dengan kemampuan yang dimiliki adalah tepat sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan. Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pencapaian tujuan organisasi, sarana dan peralatan sangat diperlukan sehingga tujuan dapat tercapai dengan hasil yang baik.
Selain penggunaan sarana dan peralatan, aspek lain yang menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya adalah perilaku manusia, dalam hal ini perilaku aparat pelaksana. Perilaku aparat pelaksana dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dengan positif dan mampu mengoptimalkan kemampuannya akan memiliki pengaruh yang positif pula terhadap penyelesaian pekerjaannya dan berakhir dengan kualitas keberhasilan pekerjaan yang baik. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Friedlander dan Pickle serta Negandhi dan Reimann (dalam Kasim, 1993:88) yang menyatakan bahwa perilaku dan ciri-ciri sikap tertentu dari individu dan kelompok kecil dapat digunakan sebagai indikator efektivitas organisasi.
Stephen P Robbins (dalam Keban, 2004:141) , mengungkapkan bahwa dalam mengukur efektivitas organisasi terdapat empat pendekatan, antara lain:
1.      Goal-attainment, yang mengukur sampai seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, yang ditekankan adalah hasil dan bukan cara.
2.      System, mengukur tersedianya sumber daya yang dibutuhkan, memelihara dirinya secara internal sebagai suatu organisme dan berinteraksi secara sukses dengan lingkungan luar.
3.      Strategic-constituencies, mengukur tingkat kepuasan dari para konstituante (masyarakat). Dukungan konstituante kunci inilah yang dibutuhkan organisasi untuk mempertahankan eksistensi selanjutnya.
4.      Competing values, mengukur apakah kriteria keberhasilan yang dipentingkan organisasi seperti keadilan, pelayanan, return on investment, market-share, new-product innovation, dan job security telah sesuai dengan kepentingan atau kesukaan masyarakat.
Keempat pendekatan ini merupakan pendekatan yang mencakup keseluruhan aspek untuk mengukur efektivitas organisasi.
Disisi lain, Sharma (dalam Munir, dkk, 2004:63) memberikan kriteria atau ukuran efektivitas ogranisasi yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor ektsternal atau dimana lingkunan organisasi itu berada, yaitu:
a.       Produktivitas organisasi/output
b.      Fleksibilitas organisasi dan bentuk keberhasilan menyesuaikan diri dengan perubahan – perubahan di dalam dan di luar organisasi
c.       Tidak adanya ketegangan di dalam organisasi/hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian organisasi.
            Berdasasarkan keragaman istilah dan pengukuran efektivitas tersebut, istilah efektivitas dapat disimpulkan sebagai ukuran berhasil tidaknya pencapaian tujuan organisasi. Bila organisasi telah berhasil melakukan kegiatan baik menjalankan tugas dan pelayanannya kepada masyarakat dan tujuannya sampai pada yang dikehendaki dan sesuai harapan dan  diangap berhasil maka organisasi tersebut telah menjalankan tugasnya secara efektiv. Kata kunci dari sebuah efektivitas suatu organisasi atau sebuah institusi, misalnya dalam kontek tertentu bahwa pesan informasi yang disampaikan kepada masyarakat telah memiliki kegunaan bagi masyarakat itu sendiri dan sudah pula mencapai sasaran tujuannya.

3. Media Massa Cetak
            Begitu menyebut Media Massa Cetak orang akan langsung memiliki pengertian bahwa hal itu berkaitan dengan dunia persuratkabaran. Sebab, istilah itu sudah demikian populer di masyarakat luas. Secara filosofis pengertian tersebut, dapat diterjemahkan sebagai bagian utama yang berkaitan langsung dengan dunia jurnalistik atau dunia kewartawanan maupun juga seringkali disebut dengan dunia pers.  Dalam konteks ini juga akan ditemukan istilah koran atau surat kabar yang merupakan istilah atau pengertian yang digunakan untuk media cetak. Sedangkan radio, televisi (film) dan internet digunakan untuk istilah media elektronik. Kedua istilah terakhir ini dikategorikan sebagai media massa. Namun, untuk lebih jelasnya istilah media massa cetak yang dimaksud dalam dunia jurnalistik akan termasuk dalam pembahasan dalam tulisan ini. Tujuannya adalah agar dalam pengertian tugas, hak dan tanggungjawabnya tidak terjadi kerancuan  dalam pemahamannya.
            Sebagaimana diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Media adalah alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster dan spanduk. Sedangkan cetak adalah sarana media massa yang dicetak dan diterbitkan secara berkala seperti surat kabar (koran) dan majalah. Sedangkan  elektronika adalah sarana media massa yang menggunakan alat-alat elektronik modern misalnya radio, televisi dan film, belakangan muncul internet yang masuk dalam kategori media elektronika. Kesemuanya merupakan sarana dan saluran resmi sebagai alat kominikasi untuk menyebarluaskan berita, kabar, informasi atau pesan kepada massa atau masyarakat luas dalam jumlah besar.
            Pengertian tersebut di atas  tentunya tidak terlepas dari konteks dunia jurnalistik atau dunia pers maupun dunia kewartawanan.
            Sementara pendapat (Dja’far H. Assegaff, 1991:10)  mengartikan Media Massa adalah wadah yang menjadi alat atau tempat penyaluran atau penyampaian pesan berita atau kabar maupun informasi yang dapat mencapai (menjangkau) jumlah massa (masyarakat luas) yang besar dan heterogen.  Bila bentuk medianya adalah surat kabar atau koran, majalah atau tabloid maka disebut media masa cetak atau lazim dalam dunia kewartawanan disingkat menjadi media cetak saja, dan bila alat penyampaiannya radio, televisi (film) atau internet maka disebut sebagai media massa elektronik  atau media elektronik.
             Sebutan media massa sebagaimana dikemuakakan Dja’far dipopulerkan sejak tahun 1920 dan dalam prosesnya membutuhkan kegiatan antara lain, mengumpulkan fakta-fakta, menyiapkan,  menulis berita, menyusun, mengedit dan menyunting, memberikan ilustrasi merekam dan memposting, untuk diterbitkan pada surat kabar atau koran, majalah (tabloid) bila media cetak , ataupun pada radio, televise, film dan internet bila media elektronik. Proses ini disebut sebagai kegiatan Jurnalistik. Kegiatan jurnalistik ini tidak pernah dapat terpisahkan dengan kegiatan media massa, karena memang prosesnya demikian adanya. ( Christoper K. Passante, 2008:4).
            Sedangkan Asep Ahmad dalam tulisannya:” Analisa Teoritis Tenang Media Massa,” (www.google,com 2010),  mengemukakan  bahwa Media Massa  adalah sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi dan informasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas. Media Massa adalah media yang khusus digunakan untuk mengkomunikasikan informasi kepada massa. Lantas mengapa media massa disebut media massa? Karena mempunyai karakteristik massa itu sendiri. Media massa adalah sesuatu yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi, baik komunikasi personal maupun komunikasi kelompok dan komunikasi massa. Untuk selanjutnya dapat dirinci lagi ke dalam percakapan, korespondensi, isyarat-isyarat, berpikir, juga sembahyang, berdo'a atau sebagainya. Pada prinsifnya, kegiatannya antara lain, adalah mengumpulkan data, mempersiapkan,  menulis, menyusun, mengedit dan menyunting untuk kemudian diterbitkan pada surat kabar atau koran, majalah (tabloid) yang disebut media cetak, ataupun pada radio, televise, film dan internet yang disebut media elektronik. Proses ini dalam dunia kewartawanan disebut sebagai kegiatan Jurnalistik, sebagaimana juga yang dikemukakan oleh Christoper K Passente di atas.
            a. Jurnalistik Dalam Media Massa
            Dalam upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam maka perlu juga mengemukakan apa yang dimaksud dengan Jurnalistik. Sebagaimana diungkapkan oleh (Dja’far H. Assegaff, 1991:10) memberikan pengertian asal kata jurnalistik adalah “Journal” atau “Du Jour”  yang berasal dari bahasa Belanda yang artinya adalah penyiaran catatan harian. Bila dikaitkan dengan kegiatannya berarti, dimana segala berita atau warta (informasi) sehari itu termuat dalam lembaran tercetak. Sedangkan pengertian lain, Jurnalistik berasal dari kata Journal tau de jour yang berasal dari bahasa Prancis artinya Catatan Harian, (Eceng Abdullah, 2001:9). Oleh karena itu jurnalistik dapat diartikan sebagai catatan atau laporan harian yang disajikan (termuat) pada  media untuk kepentingan khalayak atau massa. Proses jurnalistik tersebut dilakukan melalui kegiatan mengumpulkan, menyiapkan, menuliskan dan menyebarkan informasi melalui media massa. Dapat melalui media cetak seperti koran (suratkabar) atau majalan maupun media elektronik, seperti radio siara, dan televisi siaran.
            Tidak terlalu jauh berbeda dengan pendapat tokoh jurnalistik lainnya bahwa jurnalistik adalah teknik mengelola berita (informasi yang akan ditulis) sejak  mendapatkan bahan sampai kepeda penyebarluasannya kepada masyarakat. Jurnalistik dimaksud di sini adalah proses pengelolaan yang sifatnya informative, (Onong Uchyana Effendy, 2001: 17). Pada prinsipnya jurnalistik tidak terlepas dari adanya unsur media massa, penulisan informasi dan dalam waktu tertentu. Profesi ini mengusahakan penyajian informasi tentang sesuatu dan atau kehidupan sehari-hari atau informasi yang laik untuk disajikan pada media cetak agar dapat dikomunikasikan dengan masyarakat sebagai pengetahuan mereka. Apalagi sifat dari komunikasi dan informasi yang disajikan itu memiliki daya yang kuat dalam mempengaruhi alam pikiran masyarakat.
b. Kominikasi dalam Media Massa
            Manusia dalam kehidupannya sehari-hari tidak terlepas dari peristiwa komunikasi. Seorang anak diminta menyalakan lampu dengan menekan tombol listrik, adalah peristiwa komunikasi. Demikian juga dengan setangkai bunga angrek yang menghirup makananya lewat sebatang pohon, atau dua ekor merpati yang hinggap pada setangkai dahan sambil bercengkrama satu sama lainnya, juga disebut sebagai peristiwa komunikasi ( Cangara, 2003: 14). Begitu juga dalam kehidupan manusia  sebagaimana dikatakan Cangara, komunikasi berlangsung antra manusia saat mereka berbicara atau menyampaikan pesan maupun saat menyampikan informasi.  Dua sarana biasanya dilakukan oleh manusia dalam berkomunikasi, dapat melalui komunikasi lisan atau melalui tulisan yang biasanya sring dipakai adalah media massa. Contohnya, seorang politikus yang ingin menyampaikan pesan-pesannya kepada masyarakat, tidak selalu melalui tatap muka saat berkampenye. Tetapi seringkali juga mereka mengkomunikasikan pesan-pesan politiknya melalui media massa seperti surat kabara koran, majalah, media televisi, radio ataupun internet bahkan film.
            Tanpa komunikasi kehidupan akan sepi.  Tanpa komunikasi, interaksi antarmanusia baik secara  perorangan kelompok ataupun organisasi tidak akan dapat terjadi. Padahal interaksi antaramanusia akan sangat berpengaruh terhadap aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi yang dilakukan manusia baik secara perorangan, kelompok maupun organisasi inilah sesungguhnya yang disebut sebagai tindakan komunikasi.( Sasa Djuarsa Sendjaya, 2001: 2). 
            Melalui komunikasi seseorang, kelompok atau organiasi akan dapat menyampaikan informasi yang baik  kepada penerima pesan dan dinilai bermanfaat pula bagi penerima pesan dari komunikasi tersebut.  Komunikasi dalam media massa  demikian penting pengaruhnya, bahkan sebagaimana dikemukakan oleh Ashadi Siregar, komunikasi dari komunikator dapat mempengaruhi pola tingkat laku penerima pesan (komunikan) atau masyarakat yang menerima pesan yang dikomunikasikan tersebut.



c. Informasi Dalam Media Massa
            Penegertian informasi sebagiaman dituliskan dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penerangan atau pemberitahuan: kabar atau berita. Penerangan tersebut bersifat edukatif, stimulatif dan persuasif.      Di sisi lain  dalam pengolahan sistem biasanya bertujuan untuk menghasilkan suatu informasi, untuk itu pendefenisian informasi diperlukan untuk menunjang berhasilnya pengembangan sistem yang akan dirancang. Defenisi umum untuk informasi dalam sistem informasi menurut  Yan Ismi, dalam tulisannya berjudul Media Komunikasi, (google, 16 Juni 2010):” Informasi adalah data yang dapat diolah yang lebih berguna dan berarti bagi yang menerimanya”.  Informasi juga berarti adalah data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang ada artinya bagi penerimanya dan bermanfaan dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendatang”. Jadi Informasi adalah data yang diproses kedalam bentuk yang lebih berarti bagi penerima dan berguna dalam pengambilan keputusan, sekarang atau untuk masa yang akan datang.
Informasi dalam suatu lingkungan sistem informasi memiliki beberapa ciri-ciri yaitu :
  1. Benar atau salah, Ini dapat berhubungan dengan realitas atau tidak bila penerimaan informasi yang salah dipercayai mengakibatkan sama seperti benar.
  2. Baru, Informasi dapat sama sekali baru dan segar bagi penerimanya.
  3. Tambahan, Informasi dapat memperbaharui atau memberikan tambahan baru pada informasi yang talah ada.
  4. Korektif, Informasi dapat menjadi suatu korektif atas informasi yang salah.
  5. Penegas, Informasi dapat mempertegas informasi yang telah ada, ini berguna karena meningkatkan persepsi penerimanya atau kebenaran informasi tersebut.
Informasi dapat dikatakan berkualitas apabila telah memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :
  • Informasi harus akurat dan jelas, Yaitu informasi yang tidak mengandung keraguan-keraguan, sama maksudnya yang disampaikan dengan yang menerima, bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak menyesatkan, harus menjelaskan dan mencerminkan maksudnya atau dengan kata lain tidak menimbulkan pertanyaan bagi penerima informasi tersebut.
  • Up to date (Tepat waktu), Yaitu informasi tersebut datang ke penerima tidak terlambat karena informasi yang tidak tepat waktu sudah tidak mempinyai nilai.
  • Informasi harus relevan, Yaitu informasi itu diterima bagi orang yang membutuhkan atau bermanfaat bagi yang menerimanya.
            Dengan demikian Informasi dapat dikatakan sebagai data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan dapat berupa fakta, suatu nilai yang bermanfaat. Jadi ada suatu proses transformasi data menjadi suatu informasi -input - proses – output. Data merupakan raw material untuk suatu informasi. Perbedaan informasi dan data sangat relatif tergantung pada nilai gunanya bagi manajemen yang memerlukan. Suatu informasi bagi level manajemen tertentu bisa menjadi data bagi manajemen level di atasnya, atau sebaliknya.  Namun pada pengertian ini informasi dapat menjadi data untuk melengkapi seluruh keperluan atau informasi yang terdahulu agar pengertian terhadap sesuatu dapat lebih jelas dan dimengerti dengan baik.
d. Manfaat Media Massa Bagi Pemerintah Daerah
            Media massa cetak sebagai alat komunikasi dinilai memiliki kekuatan yang cukup ampuh dalam usaha untuk mempengaruhi opini masyarakat. Bahkan (Eceng Abdullah 2001: 4) mengatakan, media massa atau lazim juga disebut sebagai perss merupakan kekuatan keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Media massa dalam pengertian pers diyakini menjadi wahana demokrasi dan demokratisati. Oleh karena itu, banyak kalangan yang menilai bahwa siapaun yang mampu menguasai media massa akan mampu memenangkan persaingan. Karena media massa ini demikian efektiv dan mampu menciptakan citra pihak yang diberitakan. Opini yang muncul tentunya dapat  mengesankan citra yang positif, tetapi juga bisa sebaliknya. Karenanya, peranan media massa sangat besar bagi sebuah lembaga pemerintahan atau perusahaan, begitupun bagi individu atau perorangan.
            Bagi lembaga seperti pemerintah daerah kata Eceng Abdullah, peranan media massa tentu demikian efektiv untuk menumbuhkan citra positif. Sebab sebuah keberhasilan seperti kebijakan, peraturan daerah atau program-program pembangunan daerah dapat diketahui oleh masyarakat  tergantung bagaimana aparat pemerintahan dapat menuliskannya pada media massa. Tentunya ini merupakan tujuan yang sangat baik agar citra pemerintahan yang baik mendapat penilaian yang baik pula dari masyarakat. 
Gambar  1: Siklus Manfaat Media Massa Cetak bagi Pemerintah untuk
Menyampaikan Informasi kepada Masyarakat


Pemerintah
Provinsi Sumsel                  Media Massa Cetak
   (Humas )                            

                                               Informasi      
                                                                                                Opini/input

                                              Masyarakat                 
                                               (Pembaca)                               Pemahaman
                                                                                                 (Citra)
                                                                                              sebagai output

                                                 Feedback

Tidak ada komentar:

Posting Komentar