PROFORSAL PENELITIAN
MODEL PEMANFAATAN MEDIA CETAK
DALAM KRANGKA TRANSPARANSI KEBIJAKAN
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA
SELATAN

OLEH:
BANGUN PARUHUMAN LUBIS
PROGRAM STUDI DOKTOR ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
LEMBAR
PERSETUJUAN
PROPORSAL
DISERTASI
MODEL PEMANFAATAN MEDIA CETAK
DALAM KRANGKA TRANSPARANSI KEBIJAKAN
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA
SELATAN

BANGUN PARUHUMAN LUBIS
NIM.
Semarang, ......................................................
Telah disetujui oleh :
Promotor,
Co Promotor
(
) ( )
Mengetahui,
Ketua Program Doktor Magister
Administrasi Publik
Prof.Dr. Dra. Sri Suitri, M.Si
NIP.
Teori
Good Govermant menyangkut transparansi dalam pelayanan publik
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara merupakan
sebuah kelompok yang terorganisir, yang memiliki tujuan dan memiliki kekuasaan
tertinggi yang diakui kedaulatannya, (Inu Kencana, 1994:12). Republik Indonesia sebagai suatu negara
sebagaimana tertuang dalam konstitusi Negara RI, seperti pada pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, secara tegas menyatakan bahwa negara,
“…melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial…”.Dibentuknya sebuah Negara berfungsi sebagai ruang agar warga negara
dapat hidup bersama secara damai, aman dan sejahtera. Ini sesuai dengan latar
belakang pemikiran the founding fathers ketika
mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejak awal konstitusi,
Negara Kesatuan Republik Indonesia
telah memiliki faham demokrasi. Hal demikian dapat dicermati dari bentuk formal
pembagian pelaksanaan tugas dan kewenangan lembaga- lembaga Negara dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan Negara, mulai dari pusat hingga tingkat
daerah kabupaten/kota. Tugas-tugas umum pemerintahan dalam pembangunan termasuk
tanggungjawab aparatur semakin meningkat, mereka dituntut memiliki kemampuan.
Dituntut pula dapat efektiv melaksanakan tugas
dalam penyelenggaraan pembangunan tersebut.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Otonomi Daerah, dikatakan bahwa : “Pemerintah Daerah adalah Kepala
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Sehubungan dengan hal tersebut
Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam hal ini mempunyai peran yang demikian
penting dalam rangka menentukan kebijakan daerah, seperti menyusun peraturan
daerah dan anggaran yang menyangkut kepentingan rakyat maupun rumah tangga
daerah.
Dalam mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea keempat, Pemerintah melaksanakan
pembangunan secara bertahap, terencana, terarah dan terpadu dalam seluruh aspek
kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara termasuk pembangunan kesejahteraan.
Pemerintah
merupakan institusi yang mengendalikan kekuasaan yang memiliki hak dan
tanggungjawab memberikan arah pembangunan dengan tujuan agar dapat
mensejahterakan masyarakat. Pemerintah melakukan kewajiban untuk memberikan
pelayanan yang optimal, sehingga tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
yang dicita-citakan dapat terpenuhi. Dengan kata lain, bahwa pemerintah tidak
hanya berlaku sebagai penguasa yang melaksanakan tugas semata akan tetapi juga
mampu melayani kepentingan masyarakat. (Inu Kencana, 2006: 3-5).
Menyinggung
mengenai pentingnya pelayanan terhadap masyarakat, sudah tentu harus ada
perangkat dan program yang terencanakan secara sistematis, karena pelayanan
sudah menjadi tanggungjawab yang mesti diemban dan dijalankan pemerintah. Dalam
meningkatkan berbagai pelayanan terhadap masyarakat maka pemerintah membuat
model dan pola-pola yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat agar kesatuan pandang antara pemerintah dan
masyarakat dapat seimbang dan sama. Dalam hal ini biasanya dapat digunakan pola
interaksi dengan model partisipasi.
Kebijakan
– kebijakan pemerinth dan termasuk dalam peraturan yang
dibuat oleh pemerintah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) harus informasikan
atau disosialisasikan kepada masyarakat luas, dengan maksud supaya masyarakat
mengetahui dan memahaminya dengan cerdas dan faham secara mendalam. Sehingga
kebijakan, peraturan - peraturan daerah maupun program pembangunan daerah yang
telah dibuat pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah provinsi tersebut dapat diketahui dan menjadi pedoman bagi
masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. (Miftah Thoha, 2009: 59-60).
Cara penyebaran
informasi kepada masyarakat, pada masa lalu dilakukan melalui surat atau
telegram yang dikirim oleh Kepala Daerah (Gubernur) kepada pemerintah daerah
yang berada di bawahnya (Bupati/Walikota), sebagaimana yang juga pernah
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi termasuk juga Provinsi Sumatera Selatan
(Sumsel). Baru kemudian Bupati dan Walikota menyampaikan informasi tersebut
kepada Camat dan selanjutnya Camat secara hierarki menyampaikannya kepada
Kepala Desa (Kades). Kemudian, menyebarluaskannya kepada masyarakat dengan cara
mengumpulkan masyarakat di Balai Desa dalam suatu pertemuan masyarakat desa.
Kondisi semacam itu dilaksanakan karena kemampuan
teknologi yang masih terbatas. Pada masa sekarang ini melakukan sosialisasi
pembangunan kepada masyarakat oleh Pemerintah, telah lebih sistematis cepat dan terencana dan tepat guna. Kebijakan, peraturan daerah ataupun program
pembangunan telah diupayakan disosialisasikan guna dapat diketahui masyarakat
dalam waktu yang cepat dan tepat dalam waktu tertentu. Tentunya dengan
teknologi yang lebih baik dan maju, seperti media massa. Misalnya melalui medi massa cetak atau koran,
maupun media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. Mekanisme
seperti ini juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan telah menggunakan media massa
dalam melakukan sosialisasi informasi kebijakan dan program-program pembangunan
daerah. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menilai bahwa sarana yang cukup
ampuh dalam mensosialisasikan informasi kebijakan dan program-program atau
realisasi pembangunan daerah kepada masyarakat adalah media massa cetak.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memberikan anggapan bahwa melalui
media massa cetak atau koran, maka
masyarakat akan dapat membaca informasi tersebut secara gambling, bisa berulang-ulang
dan juga kurun waktu yang cukup panjang dan lama serta dapat terdokumentasi dan
dapat pula dijadikan sebagai bahan data yang akurat dalam memahami kebijakan
ataupun program pembangunan daerah atau bila hendak mengevaluasi karya
pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Sumatera
Selatan.
Selanjutnya media massa cetak adalah alat
komunikasi yang dinilai cukup ampuh dan tepat dalam menyebarkanluaskan
informasi untuk kepentingan pengetahuan masyarakat. “Sesuai dengan fungsinya, media massa salah satu media
cetak adalah alat komunikasi yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi dan
memiliki daya kemampuan yang kuat dalam mempengaruhi alam pikiran masyarakat.”
(Ashadi Siregar, 2010).
Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan memanfaatkan media massa cetak
sebagai alat sosialisasi dan komunikasi kepada rakyat untuk menyebarluaskan
informasi yang berkaitan dengan tugas dan pelayanan baik karena pemanfaatan media massa cetak dinilai cukup tepat sasaran dan
ampuh menjangkau seluruh wilayah pemerintahan setempat. Komitmen
itu pun ditunjukkan melalui dukungan dana. Pemerintah Provinsi Sumatera
Selatan, khusus untuk menyebarluaskan informasi pembangunan dan kebijakan telah
mengalokasikan anggaran melalui Anggan
Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD), seperti tercatat dalam APBD Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009 yang ditandatangani oleh Gubernur Sumatera
Selatan, Ir. H. Alex Noerdin, S.H. dalam APBD Tahun 2009 yang dikeluarkan pada
tanggal 26 Juli 2009 mencatat secara keseluruhan anggaran khusus untuk media massa cetak
mencapai sekitar Rp 2,3 miliar. Lalu untuk anggaran tahun 2010 khusus untuk
media massa
cetak dana yang dianggarkan pada APBD 2010 meningkat hingga mencapai Rp 3
miliar (Buku APDB, 2010)
Walaupun selama ini pemanfaatan media massa massa cetak
sebagai alat sosialisasi yang berkaitan dengan informasi pembangunan daerah
sudah berjalan baik dan dinilai cukup tepat sasaran oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan namun informasi yang
disampaikan kepada masyarakat tersebut belumlah dapat optimal karena jangkuan
persebaran surat kabar (oplag) yang khusus koran masih terbatas untuk mencapai
masyarakat sampai ke pelosok desa akibat jumlah oplag atau jumlah eksemplar
media massa cetak yang masih cukup terbatas.
Selain itu, dana
pembiayaan pemuatan pemberitaan yang dianggarkan oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan, jumlahnya dinilai masih kurang bila dibandingkan dengan
keperluan pembiayaan pemuatan tulisan informasi yang hendak disampaikan kepada
masyarakat luas tersebut. Apalagi media massa cetak tidak memiliki kewajiban untuk memuat
berita atau tulisan untuk dipublikasikan kepada masyarakat. Anggraran
yang disediakan sebagaimana yang tertuang pada Anggaran Pembangunan dan Belanja
Daerah (APBD) 2010 mencapai Rp 3 miliar dinilai masih terlalu kecil jumlahnya
dibanding kebutuhan pembiayaan tulisan untuk informasi bagi seluruh media massa
cetak yang terbit secara rutin atau berkala agar dapat menjangkau masyarakat
luas hingga ke pelosok desa-desa di Sumatera Selatan.
Permasalahan lain
adalah yang berkaitan dengan penulisan artikel dari advertorial atau tulisan
iklan yang dimuat termasuk penempatan tulisan
yang dimuat di media massa cetak tersebut
masih kurang memberikan daya tarik untuk membacanya, kemudian tidak semua
ditempatkan pada halaman-halaman utama dan rubric yang utama akibatnya banyak
pebaca media massa
cetak (koran) yang melewatkan tulisan pesanan tersebut. Pada prinsipnya sebuah
tulisan bila ditempatkan pada halaman utama biasanya pembaca akan lebih
tertarik dan langsung dapat melihat dan membaca tulisan tersebut. Kenyataannya
memang demikian, bahwa banyak tulisan pesanan atau advertorial yang dianggap
penting termuat di media massa
cetak, tetapi diabaikan oleh pembaca karena penempatannya hanya di
halaman-halaman yang kurang mendapat perhatian atau bukan halam atau rubrik
pilihan.
Atas dasar uraian di atas, maka penulis menentukan judul disertasi ini yaitu: “Model
Pemanfaatan Media Massa Cetak Oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam upaya Meningkatkan Pelayanan Publik.”
1. Identifikasi dan
Rumusan Masalah
a. Identifikasi
Masalah
Pada dasarnya Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah
memiliki komitmen untuk menjalankan tugas dan pelayanan yang baik dalam rangka
Good Governance dalam upaya
pembangunan masyarakat. Sikap itu diperlihatkan dengan adanya keterbukaan
informasi yang luas menyangkut sosialisasi berbagai kebijakan, program
pembangunan daerah yang disampaikan melalui media massa cetak. Sehingga masyarakat dapat
mengetahui produk pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan.
Berdasarkan latar
belakang tersebut maka dapatlah ditentukan identifikasi masalah sebagai
berikut;
1. Informasi yang disampaikan
kepada masyarakat tersebut belumlah
optimal karena
jangkuan persebaran surat
kabar (oplag) masih terbatas.
2. Dana yang dianggarkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan,
jumlahnya
dinilai masih belum memadai untuk mendukung sosialisasi
informasi
melalui media massa
cetak tersebut.
3.. Penempatan tulisan (informasi) yang dimuat di media cetak tersebut
kurang
memberikan daya tarik untuk dibaca.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan pada identifikasi
masalah tersebut maka dapat pula ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model pemanfaatan media massa cetak oleh Pemerintah
Provinsi
Sumatera Selatan untuk mensosialisasikan informasi kepada
masyarakat luas.?
2. Bagaimana mengoptimalkan media massa cetak oleh
Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan dalam menyampikan
informasi kepada
masyarakat agar
dapat efektiv.?
3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap
informasi yang
disampaikan Pemerintah Provinsi
Sumsel melalui media massa cetak ?
4.
Apakah upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumsel untuk lebih
memperluas jangkauan informasi melalui media massa cetak kepada
masyarakat di daerah ini?
C. TUJUAN DAN
MAFAAT PENELTIAN
1.
Tujuan Penelitian
a. Untuk
mengetahui pemafaatan media cetak oleh Pemerintah Provinsi
Sumatera
Selatan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
b. Guna
mengetahui keefektivan penyampaian informasi melalui media
massa cetak kepada masyarakat
oleh Pemerintah Provinsi Sumatera
Selatan.
2. Manfaat
penelitian
a. Untuk
mengetahui penyebarluasan informasi dengan menggunakan
media massa cetak oleh
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
b. Untuk
mengetahui bagaimana informasi itu disampaikan kepada
masyarakat.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis
yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah berupa proposisi - proposisi guna
pengembangan dunia akademik, serta dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian
dimasa yang akan datang, tentunya yang masih berhubungan dengan pemanfaatan
media massa
cetak oleh pemerintahan di suatu daerah.
2. Kegunaan Praktis
Sebagai sumbangan pemikiran baik
kepada Pemerintah Daerah sebagai lembaga eksekutif, maupun media massa cetak yang ada di daerah
Sumatera Selatan guna mengoptimalkan pelaksanaan fungsi dan tugas dalam
menjalankan roda pemerintahan di Provinsi Sumatera Selatan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
Pada era reformasi
dan otonomi daerah yang bersendikan demokratisasi, pemerintah daerah baik
provinsi, kabupaten dan kota
dituntut untuk mampu menggalang partisipasi, mengedepankan transparansi dan
akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tujuan tersebut sejalan dengan adanya
keinginan tercapainya pemerintahan yang
baik, bersih dan transparan. Pemerintah
daerah juga dituntut untuk dapat menjalankan seluruh tugas dan pelayanan yang
dibebankan untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang dalam usaha menyejahterakan
masyarakat.
1. Pemerintahan Daerah
Sebagaimana
diketahui bahwa mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara di pusat, pada
hakekatnya merupakan dasar dari pada mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Oleh karena itu tujuan, sasaran
dan fungsi-fungsi pemerintahan yang diselenggarakan di daerah juga adalah
pengaplikasikan daripada tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan fungsi-fungsi
penyelenggaraan pemerintahan secara nasional sebagai satu kesatuan yang bulat
dan terpadu. Dengan demikian fungsi-fungsi pemerintahan yang diselenggarakan di
daerah adalah bagian atau merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan
secara keseluruhan.
Menurut Undang- Undang Dasar 1945 sebagai berikut:
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi,
kabupten dan kota mempunyai pemerintahan daerah.” Undang – Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memberikan pengertian tentang pemerintahan
daerah bahwa: “Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintah di Daerah Otonom oleh Pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi”.
Dalam Undang-Undang Nomor yang sama juga dikemukakan bahwa pemerintah
daerah; “Terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom sebagai
badan eksekutif daerah”.
Adapun hakekat
dari pada Otonomi Daerah, bahwasanya
pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan
Undang- undang No. 32 Tahun 2004, pada satu sisi telah membuka cakrawala baru
bagi proses demokratisasi penyelenggaraan pemerintah baik dalam lingkup
Nasional juga terutama dalam konteks lokal daerah. Secara umum beberapa prinsip
dasar yang harus dipegang oleh semua pihak dalam Otonomi Daerah berdasarkan
Undang- undang No.22 Tahun 1999, dan setelah perubahan dengan Undang-Undang No
32 Tahun 2004, pada pasal 16 dikemukakan bahwa pelaksanaan otonomi daerah
dilaksanankan dalam konteks Negara Kesatuan. Pelaksanaan Otonomi Daerah
menggunakan tata cara desentralistis dengan demikian peran daerah sangat
menentukan. Walaupun demikian, fungsi Pemerintahan Pusat tetap saja masih cukup
vital dalam kewenangan strategis (monoter, pertahanan, luar negeri dan hukum)
dan dalam mengawasi ketimpangan antardaerah.
Adapun prinsip-prinsip Otonom Daerah berpedoman pada
Undang-Undang tersebut di atas dikemukakan,
bahwa penyelenggaraan Otonomi Daerah (Otoda) dilaksanankan dengan
memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi
keanekaragaman daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas,
nyata dan bertanggung jawab.
Tujuan
peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan Otonom Daerah adalah peningkatan
Kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan
terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar itu Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 yang menyinggung tentang Pemerintahan Daerah berkaitan juga dengan adanya
pemberian wewenang yang luas, nyata dan
bertanggungjawab kepada daerah sehingga memberikan peluang kepada daerah dengan
leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai
dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah. Kewenangan Pemerintah Daerah dilaksanakan
secara luas, utuh dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi pada semua aspek
pemerintahan.
Mencermati uraian di atas, maka Pemerintah
Daerah sesuai dengan konsep otonomi daerah, adalah terdiri dari Pemerintah
Provinsi, Kabupaten dan juga Pemerintah Kota. Pemerintah Provinsi dalam konteks
pemerintahan daerah, memiliki hak wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri sesuai
dengan peraturan yang berlaku.( Inu Kencana,
1994: 104 ). Pemerintah provinsi
sebagai pemerintah daerah otonom tentunya memiliki tugas melakukan kewajiban
untuk memberikan pelayanan yang optimal, sehingga tujuan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan dapat terpenuhi.
Lebih
tegasnya lagi bahwa pemerintah tidak hanya berlaku sebagai penguasa yang
melaksanakan tugas semata akan tetapi juga mampu melayani kepentingan
masyarakat serta memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan atau
menginformasikan setiap kebijakan-kebijakan, (peraturan daerah, dan
program-program pembangunan) yang diatur dalam perundang-undangan tersebut.
Tujannya tiada lain agar semua kebijakan, peraturan daerah dan berbagai program
pembangunan dapat diketahui oleh masyarakat secara luas.
Dalam mensosialisasi atau menginformasikan setiap
kebijakan, peraturan daerah maupun
program pembangunan daerah kepada masyarakat luas, tentunya berlangsung melalui
mekanisme organisasi yang ada dalam pemerintahan. Organisasi pemerintahan
daerah yang sistematis, terdiri dari
aparatur yang bertanggungjawab untuk melaksanakan dan mengerjakan setiap tugas
dan pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat luas tersebut. Demikian juga
dengan tugas sosialisasi yang tertuang dalam tugas dan pelayanan yang merupakan
hak dan kewajiban dari pemerintah daerah (provinsi). Senada dengan itu, Miftah Thoha (2009,:7)
menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan otonomi, meletakkan provinsi sebagai
wilayah administrasi dan sebagai pemerintahan otonom.
Pemerintah Provinsi memiliki hak dan tanggungjawab
mengelola anggaran sendiri dan juga dapat mengendalikan kegiatan atau tugas dan
tanggung jawab bersama aparaturnya seperti yang terdapat dalam simpul
kesekretariatan pemerintahan provinsi dan juga yang berada pada dinas-dinas
yang dibentuk untuk menjalankan tugas dan pelayanan kepada masyarakat luas.
Dalam simpul kesekretariatan terdapat organisasi yang disebut biro, bagian,
sub-bagian dan asisten - asisten yang kesemuanya memiliki tugas dan
tanggungjawab. Pertanggungjawabannya
sendiri disampaikan secara khirarki kepada Sekretaris Daerah dan
Gubernur sebagai kepala pemerintahan di Provinsi.
Biasanya organisasi yang ditunjuk sesuai dengan aturan
yang ada dalam mekanisme pemerintahan di daerah dalam menjalankan tugas yang
terkait dengan masyarakat luas, dibentuklah Bagian Humas (Hubungan Masyarakat).
Karena Humas dalam pemerintahan memiliki tugas yang strategis, terlebih dalam
sosialisasi kebijakan, peraturan daerah maupun program-program pembangunan
daerah kepada masyarakat.
Humas, sebagaimana diartikan dalam hubungan dengan
masyarakat luas, seperti melalui publisitas; khususnya korporasi, organisasi
dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan opini dan
memerikan arahan kepada publik yang menyenangkan untuk dirinya sendiri
(organisasi pemerintahan misalnya), (H. Frazier Moore 1988: 5-6). Atau lebih
spesifik lagi tujuan Humas berarti; fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap
publik, mengidentifikasi kebijaksanaan-kebijakasanaan dan prosedur-prosedur
seorang individu atau sebuah organisasi, agar organisasi yang berusaha untuk
dapat memberikan informasi kepada masyarakat sesuai dengan keinginan organisasi
dimana bagian Humas itu berada.
Organisasi pemerintah provinsi dibentuk untuk mencapai
tujuan bersama, yaitu: melindungi kepentingan masyarakat, melayani kebutuhan
masyarakat, dan pada akhirnya tujuan yang paling utama adalah mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.
Max Weber (dalam Miftah Thoha,
2009 : 37-38) mengungkapakan bahwa
terwujudnya tujuan organiasi pemerintahan provinsi tersebut, perlu pengelolaan
organisasi yang efektiv. Keefektivitasan tersebut berjalan dengan keselarasan
yang sesuai dengan tujuan dari tugas serta wewenang maupun kewajiban dan tugas
pelayanan kepada masyarakat luas untuk mencapai kesejahteraan yang
dicita-citakan.
Apa yang dimaksud oleh Max Weber sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Frazier Moore dalam konteks organiasi pemerintahan. Dalam
organisasi pemerintahan bagian humas tersebut berperan untuk menjalankan
tugasnya sebagai penghubung atau bagian yang bertanggungjawab untuk
mensosialisasikan dan menginformasikan segala bentuk kepentingan pemerintah kepada
masyarakat luas. Artinya demikian besar hubungannya dengan media massa untuk
menjalankan jalinan kerjasama yang baik dalam usaha memberikan yang terkait
dengan informasi seperti misalnya salah satu pemasangan iklan, advertorial atau
tulisan yang dipentingkan oleh pemerintah provinsi seperti juga Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan dalam menyampaikan berbagai informasi kebijakan
pemerintahan kepada masyarakat luas.
2. Konsep Efektivitas
Sebuah pekerjaan
yang berhasil mencapai tujuan atau tepatguna dalam mencapai sasarannya pada
prinsipnya disebut efektiv. Sebagaimana pengertian efektifvtas, menurut
pendapat Richad M. Steers;…bahwa
efektivitas suatu organisasi adalah seberapa jauh organisasi tersebut dapat berhasil
mencapai tujuan dan /sasaran. Pada umumnya orang percaya bahwa semakin
rasionalnya sebuah organisasi, makin besar upayanya pada kegiatan yang mengarah
pada tujuan. Bila semakin besar kemajuan yang diperoleh kearah tujuan, maka
organisasi akan makin efektiv pula. Dari pendapat tersebut, maka efektivitas
dipandang sebagai tujuan akhir dari
sebagian besar organisasi. Kemuadian pengertian efektivitas sebagai suatu
pengukuran dalam arti tercapainya suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain efektivitas organisasi dinilai
berhasil dapat dilihat dari seberapa jauh sebuah organisasi mencapai tujuan
yang layak dicapai.
Pandangan Richad M. Steers bahwa
efektivitas juga merupakan suatu keadaan yang mengandung pengertian terjadinya
suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan sesuatu
perbuatan dengan maksud tertentu sesuai yang dikehendaki maka perbuatan orang
itu dikatakan efektiv. Efektivitas dipandang dari sudut pencapaian tujuan
organisasi. Efektivitas tidak semata-mata berorientasi kepada tujuan organisasi
tetapi efektivitas organisasi dikonsepkan bahwa, sampai sejauhmana suatu
organisasi sebagai suatu system sosial memenuhi tujuannya tanpa mengabaikan
sarana dan sumber daya yang dimilikinya dan tanpa memberikan tekanan yang tidak
wajar kepada para anggota organisasi.
Efektivitas
organisasi ditinjau dari sudut suatu sistem sosial hendaknya mempertimbangkan
2 (dua) aspek pokok, yaitu :
a. Tujuan
organisasi, dan
b. Sarana
atau alat yang mendukung untuk mencapai tujuan.
Hal
ini perlu dilaksanakan karena pada hakekatnya setiap organisasi adalah gabungan
dari setiap kelompok atau pribadi yang mempunyai kebutuhan, keinginan dan
orientasi yang berlainan. Oleh karena itu supaya tujuan organisasi dapat
terlaksana dengan baik maka diperlukan alat atau sarana yang mendukungnya.
Berdasarkan
pengertian efektivitas yang kemukakan di atas, dapat efektivitas dapat
dikatakan sebagai alat pencapaian tujuan atau sasaran organisasi sesuai dengan
yang telah ditentukan dan dipergunakan oleh unsur - unsur dalam organisasi sebagai kriteria keberhasilan pencapaian tujuan.
Steers (2004 : 4- 6)
juga menambahkan bahwa ada beberapa konsep yang saling berhubungan dalam
pengertian efektivitas, antara lain:
a.
Faham mengenai
optimalisasi tujuan, bahwa efektivitas dinilai
menurut ukuran seberapa jauh sebuah kelompok atau oranisasi berhasil
pencapai tujuan yang layak dicapai.
b.
Persfektif sistematika,
yakni organisasi terdiri dari berbagai unsur yang saling mendukung dan saling
melengkapi. Unsur –unsur tersebut sangat berpengaruh terhadap proses pencapaian tujuan suatu
organisasi.
c.
Tekanan pada segi
tingkahlaku manusia dalam organisasi, tingkahlaku individu dan kelompok dalam menentukan kelancaran
tercapainya tujuan.
Sementara
itu, pengertian efektivitas sebagaimana dikemukakan Stephen P Robbins (dalam
Rukman, 2006:15) adalah sebagai perwujudan dari tujuan-tujuan organisasi.
Adapun kriteria pencapaian tujuan tersebut adalah efektiv dan efisien. Efektiv
terkait dengan input dan bagaimana mengerjakannya dengan baik dan benar (doing
things right). Sehingga dapat disimpulkan bahwa efektiv itu harus terkait
dengan pencapaian tujuan dan sasaran suatu tugas atau pekerjaan dan terkait
juga kinerja dari proses pelaksanaan suatu pekerjaan.
Efektivitas
dapat pula diartikan sebagai kondisi yang paling tepat dan baik bilamana
membandingkan penggunaan metode alat atau sarana dengan kondisi yang nyata
(Wiradihardja, 1991:25). Senada dengan definisi tersebut menurut Martoyo
(1994:4) efektivitas adalah suatu kondisi atau keadaan, yaitu dalam memilih
tujuan yang hendak dicapai dan sarana atau peralatan yang digunakan disertai
dengan kemampuan yang dimiliki adalah tepat sehingga tujuan yang diinginkan
dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan. Berdasarkan pengertian tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa dalam pencapaian tujuan organisasi, sarana dan
peralatan sangat diperlukan sehingga tujuan dapat tercapai dengan hasil yang
baik.
Selain
penggunaan sarana dan peralatan, aspek lain yang menentukan berhasil tidaknya
suatu organisasi mencapai tujuannya adalah perilaku manusia, dalam hal ini
perilaku aparat pelaksana. Perilaku aparat pelaksana dalam menjalankan tugas
dan kewajibannya dengan positif dan mampu mengoptimalkan kemampuannya akan
memiliki pengaruh yang positif pula terhadap penyelesaian pekerjaannya dan
berakhir dengan kualitas keberhasilan pekerjaan yang baik. Hal tersebut sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Friedlander dan Pickle serta Negandhi dan Reimann
(dalam Kasim, 1993:88) yang menyatakan bahwa perilaku dan ciri-ciri sikap tertentu
dari individu dan kelompok kecil dapat digunakan sebagai indikator efektivitas
organisasi.
Stephen
P Robbins (dalam Keban, 2004:141) , mengungkapkan bahwa dalam mengukur
efektivitas organisasi terdapat empat pendekatan, antara lain:
1.
Goal-attainment, yang
mengukur sampai seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai, yang
ditekankan adalah hasil dan bukan cara.
2.
System, mengukur
tersedianya sumber daya yang dibutuhkan, memelihara dirinya secara internal
sebagai suatu organisme dan berinteraksi secara sukses dengan lingkungan luar.
3.
Strategic-constituencies,
mengukur tingkat kepuasan dari para konstituante (masyarakat). Dukungan
konstituante kunci inilah yang dibutuhkan organisasi untuk mempertahankan
eksistensi selanjutnya.
4.
Competing values,
mengukur apakah kriteria keberhasilan yang dipentingkan organisasi seperti
keadilan, pelayanan, return on investment, market-share, new-product
innovation, dan job security telah sesuai dengan kepentingan atau kesukaan masyarakat.
Keempat
pendekatan ini merupakan pendekatan yang mencakup keseluruhan aspek untuk
mengukur efektivitas organisasi.
Disisi
lain, Sharma (dalam Munir, dkk, 2004:63) memberikan kriteria atau ukuran
efektivitas ogranisasi yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor
ektsternal atau dimana lingkunan organisasi itu berada, yaitu:
a.
Produktivitas
organisasi/output
b.
Fleksibilitas
organisasi dan bentuk keberhasilan menyesuaikan diri dengan perubahan –
perubahan di dalam dan di luar organisasi
c.
Tidak adanya ketegangan
di dalam organisasi/hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian
organisasi.
Berdasasarkan keragaman istilah dan pengukuran
efektivitas tersebut, istilah efektivitas dapat disimpulkan sebagai ukuran
berhasil tidaknya pencapaian tujuan organisasi. Bila organisasi telah berhasil
melakukan kegiatan baik menjalankan tugas dan pelayanannya kepada masyarakat
dan tujuannya sampai pada yang dikehendaki dan sesuai harapan dan diangap berhasil maka organisasi tersebut
telah menjalankan tugasnya secara efektiv. Kata kunci dari sebuah efektivitas
suatu organisasi atau sebuah institusi, misalnya dalam kontek tertentu bahwa
pesan informasi yang disampaikan kepada masyarakat telah memiliki kegunaan bagi
masyarakat itu sendiri dan sudah pula mencapai sasaran tujuannya.
3.
Media Massa
Cetak
Begitu menyebut
Media Massa Cetak orang akan langsung memiliki pengertian bahwa hal itu
berkaitan dengan dunia persuratkabaran. Sebab, istilah itu sudah demikian
populer di masyarakat luas. Secara filosofis pengertian tersebut, dapat
diterjemahkan sebagai bagian utama yang berkaitan langsung dengan dunia
jurnalistik atau dunia kewartawanan maupun juga seringkali disebut dengan dunia
pers. Dalam konteks ini juga akan
ditemukan istilah koran atau surat
kabar yang merupakan istilah atau pengertian yang digunakan untuk media cetak.
Sedangkan radio, televisi (film) dan internet digunakan untuk istilah media
elektronik. Kedua istilah terakhir ini dikategorikan sebagai media massa. Namun, untuk lebih
jelasnya istilah media massa
cetak yang dimaksud dalam dunia jurnalistik akan termasuk dalam pembahasan
dalam tulisan ini. Tujuannya adalah agar dalam pengertian tugas, hak dan
tanggungjawabnya tidak terjadi kerancuan
dalam pemahamannya.
Sebagaimana
diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Media adalah alat (sarana)
komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster dan spanduk.
Sedangkan cetak adalah sarana media massa yang
dicetak dan diterbitkan secara berkala seperti surat kabar (koran) dan majalah.
Sedangkan elektronika adalah sarana
media massa
yang menggunakan alat-alat elektronik modern misalnya radio, televisi dan film,
belakangan muncul internet yang masuk dalam kategori media elektronika.
Kesemuanya merupakan sarana dan saluran resmi sebagai alat kominikasi untuk
menyebarluaskan berita, kabar, informasi atau pesan kepada massa atau masyarakat luas dalam jumlah
besar.
Pengertian tersebut di atas tentunya tidak terlepas dari konteks dunia
jurnalistik atau dunia pers maupun dunia kewartawanan.
Sementara pendapat
(Dja’far H. Assegaff, 1991:10)
mengartikan Media Massa adalah wadah yang menjadi alat atau tempat
penyaluran atau penyampaian pesan berita atau kabar maupun informasi yang dapat
mencapai (menjangkau) jumlah massa (masyarakat luas) yang besar dan
heterogen. Bila bentuk medianya adalah surat kabar atau koran, majalah atau tabloid maka disebut
media masa cetak atau lazim dalam dunia kewartawanan disingkat menjadi media
cetak saja, dan bila alat penyampaiannya radio, televisi (film) atau internet
maka disebut sebagai media massa
elektronik atau media elektronik.
Sebutan media massa sebagaimana dikemuakakan
Dja’far dipopulerkan sejak tahun 1920 dan dalam prosesnya membutuhkan kegiatan
antara lain, mengumpulkan fakta-fakta, menyiapkan, menulis berita, menyusun, mengedit dan
menyunting, memberikan ilustrasi merekam dan memposting, untuk diterbitkan pada
surat kabar atau koran, majalah (tabloid) bila media cetak , ataupun pada
radio, televise, film dan internet bila media elektronik. Proses ini disebut
sebagai kegiatan Jurnalistik. Kegiatan jurnalistik ini tidak pernah dapat
terpisahkan dengan kegiatan media massa,
karena memang prosesnya demikian adanya. ( Christoper K. Passante, 2008:4).
Sedangkan Asep Ahmad dalam tulisannya:” Analisa Teoritis
Tenang Media Massa,” (www.google,com 2010),
mengemukakan bahwa Media
Massa adalah sarana dan saluran resmi
sebagai alat komunikasi dan informasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada
masyarakat luas. Media Massa adalah media yang khusus digunakan untuk
mengkomunikasikan informasi kepada massa.
Lantas mengapa media massa disebut media massa? Karena mempunyai
karakteristik massa
itu sendiri. Media massa adalah sesuatu yang
dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi, baik komunikasi personal maupun
komunikasi kelompok dan komunikasi massa.
Untuk selanjutnya dapat dirinci lagi ke dalam percakapan, korespondensi,
isyarat-isyarat, berpikir, juga sembahyang, berdo'a atau sebagainya. Pada
prinsifnya, kegiatannya antara lain, adalah mengumpulkan data, mempersiapkan, menulis, menyusun, mengedit dan menyunting
untuk kemudian diterbitkan pada surat
kabar atau koran, majalah (tabloid) yang disebut media cetak, ataupun pada
radio, televise, film dan internet yang disebut media elektronik. Proses ini
dalam dunia kewartawanan disebut sebagai kegiatan Jurnalistik, sebagaimana juga
yang dikemukakan oleh Christoper K Passente di atas.
a. Jurnalistik
Dalam Media Massa
Dalam upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih
mendalam maka perlu juga mengemukakan apa yang dimaksud dengan Jurnalistik.
Sebagaimana diungkapkan oleh (Dja’far H. Assegaff, 1991:10) memberikan
pengertian asal kata jurnalistik adalah “Journal” atau “Du Jour” yang berasal dari bahasa Belanda yang artinya
adalah penyiaran catatan harian. Bila dikaitkan dengan kegiatannya berarti,
dimana segala berita atau warta (informasi) sehari itu termuat dalam lembaran
tercetak. Sedangkan pengertian lain, Jurnalistik berasal dari kata Journal tau
de jour yang berasal dari bahasa Prancis artinya Catatan Harian, (Eceng
Abdullah, 2001:9). Oleh karena itu jurnalistik dapat diartikan sebagai catatan
atau laporan harian yang disajikan (termuat) pada media untuk kepentingan khalayak atau massa. Proses jurnalistik
tersebut dilakukan melalui kegiatan mengumpulkan, menyiapkan, menuliskan dan
menyebarkan informasi melalui media massa.
Dapat melalui media cetak seperti koran (suratkabar) atau majalan maupun media
elektronik, seperti radio siara, dan televisi siaran.
Tidak terlalu jauh berbeda dengan pendapat tokoh
jurnalistik lainnya bahwa jurnalistik adalah teknik mengelola berita (informasi
yang akan ditulis) sejak mendapatkan
bahan sampai kepeda penyebarluasannya kepada masyarakat. Jurnalistik dimaksud
di sini adalah
proses pengelolaan yang sifatnya informative, (Onong Uchyana Effendy, 2001:
17). Pada prinsipnya jurnalistik tidak terlepas dari adanya unsur media massa, penulisan informasi
dan dalam waktu tertentu. Profesi ini mengusahakan penyajian informasi tentang
sesuatu dan atau kehidupan sehari-hari atau informasi yang laik untuk disajikan
pada media cetak agar dapat dikomunikasikan dengan masyarakat sebagai
pengetahuan mereka. Apalagi sifat dari komunikasi dan informasi yang disajikan
itu memiliki daya yang kuat dalam mempengaruhi alam pikiran masyarakat.
b. Kominikasi dalam Media Massa
Manusia
dalam kehidupannya sehari-hari tidak terlepas dari peristiwa komunikasi.
Seorang anak diminta menyalakan lampu dengan menekan tombol listrik, adalah
peristiwa komunikasi. Demikian juga dengan setangkai bunga angrek yang
menghirup makananya lewat sebatang pohon, atau dua ekor merpati yang hinggap
pada setangkai dahan sambil bercengkrama satu sama lainnya, juga disebut
sebagai peristiwa komunikasi ( Cangara, 2003: 14). Begitu juga dalam kehidupan
manusia sebagaimana dikatakan Cangara,
komunikasi berlangsung antra manusia saat mereka berbicara atau menyampaikan
pesan maupun saat menyampikan informasi.
Dua sarana biasanya dilakukan oleh manusia dalam berkomunikasi, dapat
melalui komunikasi lisan atau melalui tulisan yang biasanya sring dipakai
adalah media massa.
Contohnya, seorang politikus yang ingin menyampaikan pesan-pesannya kepada
masyarakat, tidak selalu melalui tatap muka saat berkampenye. Tetapi seringkali
juga mereka mengkomunikasikan pesan-pesan politiknya melalui media massa seperti surat
kabara koran, majalah, media televisi, radio ataupun internet bahkan film.
Tanpa komunikasi kehidupan akan sepi. Tanpa komunikasi, interaksi antarmanusia baik
secara perorangan kelompok ataupun
organisasi tidak akan dapat terjadi. Padahal interaksi antaramanusia akan
sangat berpengaruh terhadap aksi dan reaksi. Aksi dan reaksi yang dilakukan
manusia baik secara perorangan, kelompok maupun organisasi inilah sesungguhnya
yang disebut sebagai tindakan komunikasi.( Sasa Djuarsa Sendjaya, 2001: 2).
Melalui komunikasi seseorang, kelompok atau organiasi
akan dapat menyampaikan informasi yang baik
kepada penerima pesan dan dinilai bermanfaat pula bagi penerima pesan
dari komunikasi tersebut. Komunikasi
dalam media massa demikian penting pengaruhnya, bahkan
sebagaimana dikemukakan oleh Ashadi Siregar, komunikasi dari komunikator dapat
mempengaruhi pola tingkat laku penerima pesan (komunikan) atau masyarakat yang
menerima pesan yang dikomunikasikan tersebut.
c. Informasi Dalam Media Massa
Penegertian informasi sebagiaman dituliskan dalam buku Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah penerangan atau pemberitahuan: kabar atau berita.
Penerangan tersebut bersifat edukatif, stimulatif dan persuasif. Di sisi lain dalam pengolahan sistem biasanya bertujuan
untuk menghasilkan suatu informasi, untuk itu pendefenisian informasi
diperlukan untuk menunjang berhasilnya pengembangan sistem yang akan dirancang.
Defenisi umum untuk informasi dalam sistem informasi menurut Yan Ismi, dalam tulisannya berjudul Media
Komunikasi, (google, 16 Juni 2010):” Informasi adalah data yang dapat diolah
yang lebih berguna dan berarti bagi yang menerimanya”. Informasi juga berarti adalah data yang telah
diolah menjadi suatu bentuk yang ada artinya bagi penerimanya dan bermanfaan
dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendatang”. Jadi Informasi adalah data yang diproses
kedalam bentuk yang lebih berarti bagi penerima dan berguna dalam pengambilan
keputusan, sekarang atau untuk masa yang akan datang.
Informasi dalam
suatu lingkungan sistem informasi memiliki beberapa ciri-ciri yaitu :
- Benar atau salah, Ini dapat berhubungan dengan realitas atau tidak bila penerimaan informasi yang salah dipercayai mengakibatkan sama seperti benar.
- Baru, Informasi dapat sama sekali baru dan segar bagi penerimanya.
- Tambahan, Informasi dapat memperbaharui atau memberikan tambahan baru pada informasi yang talah ada.
- Korektif, Informasi dapat menjadi suatu korektif atas informasi yang salah.
- Penegas, Informasi dapat mempertegas informasi yang telah ada, ini berguna karena meningkatkan persepsi penerimanya atau kebenaran informasi tersebut.
Informasi dapat dikatakan berkualitas apabila telah memenuhi
kriteria-kriteria sebagai berikut :
- Informasi harus akurat dan jelas, Yaitu informasi yang tidak mengandung keraguan-keraguan, sama maksudnya yang disampaikan dengan yang menerima, bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak menyesatkan, harus menjelaskan dan mencerminkan maksudnya atau dengan kata lain tidak menimbulkan pertanyaan bagi penerima informasi tersebut.
- Up to date (Tepat waktu), Yaitu informasi tersebut datang ke penerima tidak terlambat karena informasi yang tidak tepat waktu sudah tidak mempinyai nilai.
- Informasi harus relevan, Yaitu informasi itu diterima bagi orang yang membutuhkan atau bermanfaat bagi yang menerimanya.
Dengan demikian Informasi dapat dikatakan sebagai data yang
telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan dapat berupa
fakta, suatu nilai yang bermanfaat. Jadi ada suatu proses transformasi data
menjadi suatu informasi -input - proses – output. Data merupakan raw material untuk
suatu informasi. Perbedaan informasi dan data sangat relatif tergantung pada
nilai gunanya bagi manajemen yang memerlukan. Suatu informasi bagi level
manajemen tertentu bisa menjadi data bagi manajemen level di atasnya, atau
sebaliknya. Namun pada pengertian ini
informasi dapat menjadi data untuk melengkapi seluruh keperluan atau informasi
yang terdahulu agar pengertian terhadap sesuatu dapat lebih jelas dan
dimengerti dengan baik.
d. Manfaat Media Massa Bagi Pemerintah Daerah
Media massa cetak sebagai alat komunikasi dinilai
memiliki kekuatan yang cukup ampuh dalam usaha untuk mempengaruhi opini
masyarakat. Bahkan (Eceng Abdullah 2001: 4) mengatakan, media massa atau lazim juga disebut sebagai perss
merupakan kekuatan keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Media massa dalam pengertian
pers diyakini menjadi wahana demokrasi dan demokratisati. Oleh karena itu,
banyak kalangan yang menilai bahwa siapaun yang mampu menguasai media massa akan mampu
memenangkan persaingan. Karena media massa
ini demikian efektiv dan mampu menciptakan citra pihak yang diberitakan. Opini
yang muncul tentunya dapat mengesankan
citra yang positif, tetapi juga bisa sebaliknya. Karenanya, peranan media massa sangat besar bagi
sebuah lembaga pemerintahan atau perusahaan, begitupun bagi individu atau
perorangan.
Bagi lembaga seperti pemerintah
daerah kata Eceng Abdullah, peranan media massa
tentu demikian efektiv untuk menumbuhkan citra positif. Sebab sebuah keberhasilan
seperti kebijakan, peraturan daerah atau program-program pembangunan daerah
dapat diketahui oleh masyarakat
tergantung bagaimana aparat pemerintahan dapat menuliskannya pada media
massa. Tentunya ini merupakan tujuan yang sangat baik agar citra pemerintahan
yang baik mendapat penilaian yang baik pula dari masyarakat.
Gambar 1: Siklus Manfaat Media Massa Cetak bagi
Pemerintah untuk
Menyampaikan
Informasi kepada Masyarakat
Pemerintah
Provinsi
Sumsel Media Massa Cetak
(Humas )
Informasi
Opini/input
Masyarakat
(Pembaca) Pemahaman
(Citra)
sebagai
output
Feedback
Tidak ada komentar:
Posting Komentar