Minggu, 12 Mei 2013

Bangun Paruhuman Lubis




UJIAN KOMPREHENSIF

Penguji:
Prof. Dr. Dra. Sri Suwitri, M.Si


Logo UNDIP

OLEH :

BANGUN PARUHUMAN LUBIS
NIM : 14020112520008
    




PROGRAM DOKTOR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

UJIAN KOMPREHENSIF
Kurikulum program DAP UNDIP keminatan terbagi dalam Kebijakan Publik dan Manajemen Publik dengan alasan:
1.    Sebagai penjelasan apa yang diinginkan dari pengertian di atas agaknya lebih dahulu dimulai dari pengertian Administrasi Publik dengan jawaban yang dikutip dari berbagai teori dan pendapat sebagai berikut:
Pengertian Administrasi Publik
Seringkali orang-orang menyebut kata administrasi. Ada kalanya menjadi kelaziman bahwa kata administrasi tak lebih dari uangkapan untuk memberikan biaya kepada orang yang telah memberikan bantuan ketika mengurus surat menyurat  di sebuah kantor instansi. Tetapi, ternyata tidaklah sesederhana itu, karena menyangkut mekanisme pelayanan dan aturan serta ketetalaksanaan, bahkan lebih luas lagi. Agar lebih dapat memahaminya secara defenitif, maka dibutuhkan pengertian yang lebih luas dan tepat, agar pemahamannya lebih dimengerti lagi. [1] Dari segi bahasa, administrasi berasal dari bahasa Latin (Yunani) yang terdiri atas 2 (dua) kata, yaitu: “ad” dan “ministrate” yang berarti “to serve” yang dalam bahasa Indonesia berarti melayani dan atau memenuhi. Selanjutnya, beberapa pakar memberikan definisi mengenai administrasi yang berkaitan langsung dengan publik.
Adalah Administrasi Publik yang dimaksud dalam tulisan ini untuk memberikan jawaban atas pertanyaan soal konprenhensif yang diajukan, Prof. DR. Dra. Sri Suwitri. Untuk itu disebutkan bahwa Administrasi Publik menurut Prof. Soempono Djojowadono dalam (Miftah Thoha : 2011, 44) [2], saat pidato pengukuhan meraih Guru Besar Pertama di Jurusan Ilmu Administrasi Negara, UGM, yang berjudul; ”  Pembinaan Administrasi Negara sebagai Bagian dari Pembangunan Nasional Indonesia.” mengatakan; “administrasi negara atau publik administrastion yang dimaksud ialah bagian dari keseluruhan lembaga-lembaga dan badan-badan dalam pemerintahan negara sebagai bagian dari pemerintahan eksekutif baik di pusat maupun di daerah yang tugas kegiatannya terutama melaksanakan kebijakan pemerintah (piblic policy).”  Penekanan yang ingin disampaikan oleh Soempono, bahwa pelaksanaan administrasi negara atau publik itu ditujukan untuk kepentingan publik/masyarakat.
Ilmuwan lainnya menyebutkan bahwa Administrasi Publik merupakan kegiatan produksi barang dan jasa yang direncanakan untuk melayani kebutuhan masyarakat konsumen. Definisi tersebut melihat administrasi publik sebagai kegiatan ekonomi atau serupa dengan bisnis, tetapi khusus menghasilkan barang dan pelayanan publik.

1.    [3].Hardi Warsono
Administrasi berasal dari kata “ad” dan manistrateyang berarti juga “to serve”. Dengan demikian administrasi dimaknai sebagai upaya melayani dengan sebaik-baiknya. Dapat juga diartikan sebagai suatu proses pelayanan atau pengaturan.

2.  [4]Sondang P. Siagian (1983)
Secara luas, pengertian administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan adanya kegiatan atau kerjasama antara manusia dalam sebuah organisasi/instansi atau perusahaan memberikan pelayanan bagi orang lain atau masyarakat yang dalam perkembangannya disebut sebagai Publik.
Namun Chandler dan Plano (1988:3) dalam Hardi (2013;1.5) mendefinisikan sebagai proses dimana keputusan dan kebijakan diimplementasikan. Dalam pendapat Chandler dan Plano dalam Keban (2004), mengemukakan pengertian administrasi publik sebagai proses dimana sumber daya dan personil publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengelola (manage) keputusan-keputusan dalam kebijakan publik. Dijelaskan administrasi publik sebagai seni dan ilmu (art and science) yang ditujukan untuk mengatur “public affairs” dan melaksanakan berbagai tugas yang ditentukan. Administrasi publik sebagai disiplin ilmu bertujuan untuk memecahkan masalah publik melalui perbaikan-perbaikan terutama dibidang organisasi, sumber daya manusia dan keuangan.
Lalu, batasan yang dikemukakan Nicholas Henry dalam [5]Sri Suwitri (2011) memberikan gambaran bahwa administrasi publik adalah suatu kombinasi yang kompleks antara teori dan praktek dengan tujuan mempromosi pemahaman tentang peran pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat yang diperintah, dan juga mendorong kebijakan publik agar lebih responsif terhadap kebutuhan sosial. Administrasi publik berusaha melembagakan praktek-praktek manajemen agar sesuai dengan efektivitas, efisiensi, dan pemenuhan secara lebih baik kebutuhan  masyarakat. Sehingga dapat ditarik pengertian bahwa administrasi publik merupakan kombinasi teori dan praktek yang mencampuri proses manajemen dengan pencapaian nilai-nilai normatif dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Borton & Chappel melihat bahwa administrasi publik sebagai the work of government atau pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah. Definisi ini menekankan aspek keterlibatan personil dalam memberikan pelayanan kepada publik. Menurut Rosenbloom, batasan administrasi publik sebagai pemanfaatan teori-teori dan proses-proses manajemen, politik, dan hukum untuk memenuhi mandat pemerintahan di bidang legislatif, eksekutif, dan judikatif dalam rangka menjalankan fungsi pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat secara keseluruhan atau sebagian. Pengertian ini menekankan aspek proses institusional atau kombinasi ketiga jenis kegiatan pemerintah yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Dari semua pengertian dan definisi di atas, makna penting berkenaan dengan hakekat administrasi publik yaitu: (1) bidang tersebut lebih berkaitan dengan dunia eksekutif, meskipun juga berkaitan dengan dunia yudikatif dan legislatif; (2) bidang tersebut berkenaan dengan formuliasi dan implementasi kebijakan publik; (3) bidang tersebut juga berkaitan dengan berbagai masalah manusiawi dan usaha kerjasama untuk mengemban tugas-tugas birokrasi pemerintah; (4) Meskipun bidang tersebut berbeda dengan administrasi swasta tetapi juga overlapping dengan administrasi swasta; (5) bidang tersebut diarahkan untuk menghasilkan public goods dan services; (6) bidang ini memiliki dimensi teoritis dan praktis.
Ruang Administrasi Publik, menurut buku teks yang ditulis oleh Nicholas Henry (1995), memberikan beberapa ruang lingkup yang dapat dilihat dari unsur-unsur (selain perkembangan ilmu administrasi publik itu sendiri) sebagai berikut:
Organisasi publik, yang pada prinsipnya berkaitan dengan model-model organisasi, dan perilaku birokrasi;
-       Manajemen publik yaitu berkenaan dengan sistem dan ilmu manajemen, evaluasi program dan produktivitas, anggaran publik, dan manajemen sumber daya manusia;
-       Implemenasi yaitu menyangkut pendekatan terhadap kebijakan publik dan implementasinya, privatisasi, administrasi antar pemerintahan dan etika birokrasi.
Setelah mencerdasi definisi, hakekat dan ruang lingkup Administrasi Publik di atas, sehingga ada 2 (dua) core, yaitu kebijakan publik dan  manajemen publik.
a.    Kebijakan Publik
Secara konseptual kebijakan publik dapat dilihat dari Kamus Administrasi Publik, sebagaimana yang dipandang oleh Barton & Chappel, bahwa bila melihat administrasi publik sebagai “the work of government” atau pekerjaan yang dilakukan pemerintah. Dalam definisi ini lebih menekankan aspek keterlibatan personil dalam memberikan pelayanan kepada publik. Nigro & Nigro, berpendapat bahwa administrasi publik adalah usaha kerjasama kelompok dalam suatu lingkungan publik yang mencakup ketiga cabang, yaitu: yudikatif, legislatif, dan eksekutif; mempunyai suatu peranan penting dalam memformulasikan kebijakan publik sehingga menjadi bagian dari proses politik; yang sangat membedakan dengan cara-cara yang ditempuh oleh administrasi swasta dan berkait erat dengan beberapa kelompok swasta dan individu dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Definisi ini lebih menekankan proses institusional, yaitu bagaimana usaha kerjasama kelompok sebagai kegiatan publik yang benar-benar berbeda dari kegiatan swasta. Dalam kaitannya dengan pendefinisian administrasi publik, Shafritz dan Russel (1997: 5-41) berpendapat bahwa sulit memberikan satu definisi administrasi publik yang dapat diterima semua pihak. Karena itu, Shafritz dan Russel memberikan definisi administrasi publik berdasarkan 4 kategori, yaitu:
1.    Definisi berdasarkan kategori politik
Administrasi publik  sebagai apa yang dikerjakan pemerintah (what government does), baik langsung maupun tidak langsung, sebagai suatu tahapan siklus pembuatan kebijakan publik dan sebagai kegiatan yang dilakukan secara kolektif karena tidak dapat dikerjakan secara individu.
2.    Defefinisi berdasarkan kategori legal/hukum
Memandang administrasi publik sebagai penerapan hukum (low in action), sebagai regulasi, dimana kegiatan pemberian sesuatu dari penguasa  “raja” kepada rakyatnya dan sebagai bentuk  “pengambilan paksa” terhadap pihak-pihak yang kaya untuk dibagikan ke kalangan miskin, dimana pihak-pihak kaya merasa dirugikan harus tunduk dan menaatinya.
3.     Dari segi kategori manajerial
Administrasi publik dipandang sebagai fungsi eksekutif dalam pemerintahan, sebagai bentuk spesialisasi dalam manajemen (bagaimana mencapai hasil melalui orang lain), sebagai mickey mouse yang dalam prakteknya merupakan bentuk “akal-akalan” untuk menghasilkan sesuatu dengan anggaran yang besar tetapi dengan hasil yang kecil, dan sebagai suatu seni dan bukan ilmu.
4.    Dilihat dari kategori mata pencaharian
Administrasi publik merupakan suatu bentuk profesi mulai dari tukang sapu sampai dokter ahli operasi otak di sektor publik dimana semua mereka tidak sadar bahwa mereka adalah administrator publik
Masih dari beberapa pemikiran sebagaina dikemukakan, Chandler dan Plano (1988) dalam Hardi (2013), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah. Bahkan Chandler dan Plano beranggapan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk investasi yang terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan orang-orang yang tidak berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Wiliam N. Dunn (1994), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain. Thomas R. Dye (1981) dalam Sri Suwitri (2011), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah “apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan”. Dye mengatakan bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya (obyektifnya) dan kebijakan publik itu meliputi semua tindakan pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Sementara Shfritz dan Russel (1997), mendefinisikan kebijakan publik dengan sederhana dan menyebut “is whatever government dicides to do or not to do”, Chandler dan Plano mengatakan bahwa apa yang dilakukan ini merupakan proses terhadap suatu isu politik. Chaizi Nasucha (2004), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah kewenangan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan ke dalam perangkat peraturan hukum. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika sosial dalam masyarakat, yang akan dijadikan acuan perumusan kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang harmonis. James E. Anderson, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. David Easton, kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh anggota masyarakat. George C. Edwards III and Ira Sharkansky, kebijakan publik adalah suatu tindakan pemerintah yang berupa program-program pemerintah untuk pencapaian sasaran atau tujuan.
Dari beberapa definisi kebijakan publik di atas,  dapat dikatakan bahwa:
1.    Kebijakan publik rencanakan dan dibuat oleh pemerintah berupa tindakan-tindakan pemerintah;
2.    Kebijakan publik harus berorientasi kepada kepentingan publik;
3.    Kebijakan publik adalah tindakan pemilihan alternatif untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah demi kepentingan public.
Pada umumnya kebijakan dapat dibedakan atas empat bentuk, yaitu: (1) Regulatory, yaitu mengatur perilaku orang; (2) Redistributive, yaitu mendistribusikan kembali kekayaan yang ada, atau mengambil kekayaan dari yang kaya kemudian memberikannya kepada orang yang miskin; (3) Distributive, yaitu melakukan distribusi atau memberikan akses yang sama terhadap sumber daya tertentu, dan (4) Constituent, yaitu ditujukan untuk melindungi negara.
Dengan demikian suatu kebijakan publik adalah: Kebijakan adalah untuk dilaksanakan dalam bentuk riil, bukan untuk sekedar diungkapkan belaka.
1.    kebijakan publik untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan karena didasarkan pada kepentingan publik itu sendiri;
2.    Kebijakan publik dipandang sebagai pengalokasian nilai-nilai masyarakat yang dilakukan pemerintah;
3.    Kebijakan publik dipandang sebagai rancangan program-program yang dikembangkan pemerintah untuk mencapai tujuan.

b.    Manajemen Publik
Pada dasarnya manajemen publik juga disebut manajemen instansi pemerintah. Namun, dalam pandangan [6]Miftah Thoha dalam hubungan antara instansi pemerintah dengan pelanggan hendaklah dipahami sebagaimana hubungan transaksi yang mereka lakukan di pasar. Sedangkan Menurut Overman dalam [7]Keban (2004), mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah “scientific management”, meskipun sangat dipengaruhi oleh “scientific management”. Manajemen publik bukanlah “policy analysis”, bukan juga administrasi publik, merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi “rational instrumental” pada satu pihak, dan orientasi politik kebijakan dipihak lain. Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti planning, organizing dan controlling satu sisi, dengan SDM, keuangan, fisik, informasi dan politik disisi lain.  Hyde dan Shafritz (1991), mengemukakan bahwa manajemen publik dan kebijakan publik merupakan dua bidang administrasi publik yang tumpang tindih, tetapi untuk membedakan keduanya secara jelas maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan publik merefleksikan sistem otak dan syaraf, sementara manajemen publik merepresentasikan sistem jantung dan sirkulasi dalam tubuh manusia. Dengan kata lain manajemen publik merupakan proses untuk menggerakkan sumber daya manusia (SDM) dan non SDM sesuai perintah kebijakan publik. Masih menurut Hyde dan Shafritz (1991) berkaitan dengan manajemen publik, yaitu perlu memperhatikan beberapa hal terkait dengan manajemen pelayanan publik yaitu : pertama, perlu mengidentifikasikan secara jelas peran dari pelayanan publik dalam proses yang demokratis, sekaligus standar etika dan kinerja yang tinggi dari para pejabat kunci; kedua, perlu fleksibilitas dalam menata organisasi, termasuk kebebasan mempekerjakan dan memecat pegawai yang harus diberikan kepada para petinggi cabinet dan pimpinan instansi; ketiga, pengangkatan atau penunjukan pejabat oleh presiden harus dikurangi, dan lebih diberikan ruang pengembangan karier professional, dan keempat, pemerintah harus melakukan investasi lebih besar ketimbang pendidikan dan pelatihan eksekutif dan manajemen.
Kemudian, J. Steven Ott, Albert C. Hyede dan Jay M. Shafritz dalam Keban (1991), mengemukakan bahwa dalam tahun 1990 manajemen publik mengalami masa transisi dengan beberapa isu terpenting yang akan sangat menantang, yaitu: (1) privatisasi sebagai suatu alternatif bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik; (2) rasionalitas dan akuntabilitas (3) perencanaan dan control (4) keuangan dan penganggaran, dan (5) produktivitas sumber daya manusia. Isu-isu ini telah menantang lembaga pendidikan dan pelatihan yang mengajarkan manajemen publik atau administrasi publik untuk menghasilkan calon manajer publik profesional yang kualitas tinggi, dan penataan sistim manajemen yang lebih baik.
Pada hakekatnya makna yang dimaksud, bahwa inti administrasi publik adalah membahas; pertama, tentang kebijakan publik mulai dari formulasi, implementasi, evaluasi, analisis dan jejaring kebijakan publik. Lalu, kedua, membahas tentang manajemen publik yaitu bagaimana pengelolaan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, motivasi, penggerakan, pengawasan, kepemimpinan termasuk koordinasi.
2.    Matakuliah yang termasuk dalam core manajemen publik yaitu:
-       Perilaku organisasi
-       Teori Adminisrasi dan Organisasi
-       Inovasi Adminisrasi Publik
-       Reformasi Birokrasi
Sedangkan mata kuliah yang termasuk dalam core kebijakan publik yaitu:
-       Formulasi kebijakan publik
-       Implementasi kebijakan publik
-       Evaluasi kebijakan publik
-       Analisis kebijakan publik
-       Jejaring kebijakan publik
Dengan demikian uraian kurikulum dalam matakuliah tersebut yang termasuk dalam core manajemen publik dan core kebijakan publik adalah sebagi berikut:
a.    Perkembangan manajemen publik paling tidak dipengaruhi oleh beberapa pandangan yaitu manajemen normatif, manajemen deskriptif, manajemen stratejik dan manajemen publik:
1.    Manajemen Normatif
Pendekatan manajemen normatif melihat manajemen sebagai suatu proses penyelesaian tugas atau pencapaian tujuan. Efektivitas dan proses tersebut diukur dari apakah kegiatan-kegiatan organisasi direncanakan, diorganisir, dikoordinasikan dan dikontrol secara efeisien.
Menurut Stoner (1978) dan Rue & Byars (1981) dalam [8](Hardi 2013, 1:19) manajemen normatif  sejak pembentukannya lebih bersifat “profit oriented” atau “busniness oriented” dan karena itu dianggap tidak cocok dengan ideologi administrasi publik yang lebih berorientesi kepada “public service. Aliran manajemen normatif sudah dikenal melalui rumusan fungsi-fungsi manajemen bisnis sebagaimana pernah ditiru oleh POSDCORB, yaitu Plannning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting dan Budgeting. Harus diakui bahwa pikiran-pikiran manajemen normatif ini sering mempengaruhi pola dan dinamika manajemen, baik di sektor swasta maupun publik. Menurut R. Miles (1975), mencoba meletakkan fungsi-fungsi manajemen normatif tersebut dalam tiga teori manajemen, yang pertama disebut sesuai dengan model tradisional, kedua yaitu human relations, dan ketiga adalah human resources. Di dalam ketiga model ini fungsi-fungsi dijalankan secara dinamis, artinya fungsi planning, misalnya dijalankan pada model tradisional secara berbeda dengan di dalam model human resources.
Dari ketiga model tersebut, kita dapat melihat variasi pola yang dianut seorang manajer. Pola yang dipilih tentu saja tergantung dari asumsi dasar yang dianut oleh seorang manajer tentang hakekat pegawai dalam organisasi, teknologi yang dimiliki, dan lingkungan serta situasi yang sedang dihadapi. Pola tersebut juga akan sangat mempengaruhi bentuk struktur organisasi yang dipilih.
2.    Manajemen Diskriptif, pendekatan manajemen deskriptif dapat diamati dari karya H. Mintzberg (1973), fungsi-fungsi yang bisa dilakukan oleh seorang manajer ditempat kerjanya, fungsi manajemen yang benar-benar dijalankan terdiri atas kegiatan-kegiatan personal, interaktif, administratif dan teknis. Jenis pertama, adalah kegiatan personal yaitu kegiatan yang dilakukan manajer untuk mengatur waktunya sendiri, berbicara dengan para broker, menghadiri pertandingan dan kegiatan-kegiatan lain yang memuaskan dirinya atau keluarganya.
 Dalam konteks organisasi, kegiatan-kegiatan ini mungkin dianggap tidak penting, tetapi sebagai manusia, seorang manajer pasti terlibat, bahkan kandungan-kandungan menentukan keberhasilan kariernya. Seorang manajer yang berhasil biasanya mengatur kegiatan personal lebih sukses dalam pemimpin organisasi. Jenis kegiatan yang kedua adalah kegiatan interaktif, manajer biasanya menggunakan banyak waktu untuk melakukan ineraksi dengan bawahan, atasan, customer, organiasi lain dan pemimpin-pemimpin masyarakat. Biasanya dua pertiga waktu yang ada digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut, peranan yang diperankan oleh manajer dalam konteks tersebut terdiri dari interpersonal, informational dan decision making. Jenis kegiatan ketiga adalah administratif, kegiatan ini mencakup surat menyurat, penyediaan dan pengaturan budget, monitoring kebijakan  dan prosedur, penanganan masalah kepegawaian. Biasanya para manajer hanya menggunakan sebagian kecil saja dari waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut. Meskipun demikian, pengalaman menunjukkan bahwa banyak manajer yang mengeluh dengan kegaitan tersebut. Jenis kegiatan keempat adalah teknis. Kegiatan ini merupakan kegiatan seorang manajer untuk memecahkan masalah-masalah teknis, melakukan supervise terhadap pekerjaan teknis, dan bekerja dengan menggunakan peralatan-peralatan dan perlengkapan-perlengkapan.
3.    Manajemen Stratejik, manajemen ini dapat diartikan sebagai proses penggerakan orang dan bukan orang untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan stratejik dapat diartikan sebagi kiat, cara dan/atau taktik yang dirancang secara sistemik dalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Menurut Nawawi (2003) merumuskan  definisi manajemen stratejik adalah proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar  dan menyeluruh disertai penetapan melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajran di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Sementara Yoo dan Digman dalam Salusu (1996) menyimpulkan manfaat dari penggunaan manajemen strategik antara lain : (1) Mampu memberikan petunjuk bagaimana mengantisipasi masalah-masalah dan peluang di masa mendatang; (2) Memungkinkan para pegawai memahami tujuan dan saran organisasi secara jelas sehingga mereka mengetahui arah perjalanan organisasinya; (3) Meningkatkan kepuasan dan motivasi pegawai; (4) Menyediakan informasi kepada para pengambil keputusan tepat pada waktunya, dan (5) Bisa menghemat biaya. Dengan kata lain bahwa manajemen stratejik dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas oranisasi dalam rangka pencapaian tujuan.
1.    Manajemen Publik, pada dasawarsa 1990 an berkembang model manajemen publik baru (The New Public Management-NPM) yang telah membawa inspirasi baru bagi perkembangan manajemen publik di berbagai negara. Konsep New Publik Manegement ini dapat dipandang sebagai suatu konsep baru yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efesien yang dilakukan oleh instansi dan pejabat-pejabat pemerintah.
Dengan konsep seperti itulah  Christopher Hood dari London School Of Economic (1995) sebagaiman dikutip Miftah Thoha (2011:75) mengemukakan bahwa NPM mengubah cara-cara dan model birokrasi-publik yang tradisional ke arah cara-cara baru dan model bisnis privat dan perkembangan pasar.  Pada dasarnya di dalam manajemen publik baru ini pemerintah diajak untuk: (1) meninggalkan paradigma administrasi tradisional dan menggantikannya dengan perhatian kinerja atau hasil kerja; (2) melepaskan diri dari birokrasi klasik dan membuat situasi dan kondisi organisasi, pegawai dan para pekerja lebih fleksibel; (3) menetapkan tujuan dan target organisasi dan personel lebih jelas, sehingga memungkinkan pengukuran hasil melalui indikator yang jelas, lebih memperhatikan evaluasi program yang lebih sistematis, dan mengukur dengan menggunakan indikator ekonomi, efisiensi, dan efektivitas; (4) staf senior lebih berkomitmen secara politis dengan pemerintah sehari-hari dari pada netral; (5) fungsi pemerintah adalah memperhatikan pasar, kontrak kerja keluar, yang berarti pemberian pelayanan tidak selamanya melalui birokrasi saja (melakukan pelibatan sektor swasta); (6) fungsi pemerintah dikurangi melalui privatisasi, semuanya menggambarkan bahwa NPM memusatkan perhatiannya pada hasil dan bukan pada proses lagi. Dengan demikian NPM adalah suatu cara pandang baru yang menjalankan fungsi manajemen di sektor publik, sementara ada yang meyatakan tidak setuju karena manajemen ini cenderung bersifat swasta pada hal pemerintah sebenarnya berbeda orientasinya yaitu untuk kepentingan publik.
2.    Manajemen Kinerja, menurut Surya Dharma (2005) mengatakan bahwa manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh para manajer. Pada dasarnya manajemen kinerja adalah suatu proses yang dilaksanakan sacara sinergi antara manajer, individu dan kelompok terhadap suatu pekerjaan di dalam organisasi.
Sedangkan menurut Noe (1999) tujuan manajemen kinerja, ada 3 (tiga) yaitu: (1) tujuan stratejik yaitu manajemen kinerja harus menghasilkan kegiatan pegawai dengan tujuan organisasi; (2) tujuan administratif, yaitu kebanyakan organisasi menggunakan informasi manajemen kinerja khususnya evaluasi kinerja untuk kepentingan keputusan administsratif, seperti penggajian, promosi, pemberhentian pegawai dll; (3) tujuan pengembangan, yaitu bertujuan untuk mengembangkan kapasitas pegawai yang berhasil di bidang kerjanya, pegawai yang tidak berkinerja baik perlu mendapat pemberdayaan melalui training,  penempatan yang lebih cocok dan sebagainya.
a.    Kurikulum mata kuliah Core Kebijakan Publik dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)    Proses kebijakan publik:
a)    Analisis kebijakan à idenfitikasi masalah, identifikasi alternatif, dan seleksi alternatif.
Dalam selseksi alternatif, dibagi lagi menjadi:
-       Menyepakati kriteria alternatif
-       Penentuan alternatif terbaik
-       Pengusulan alternatif terbaik
b)    Pengesahan kebijakan, ada beberapa teori, yaitu: teori formulasi kebijakan : teori kelembagaan, teori proses, teori kelompok, teori elit, teori rasional, teori inkrementalis, teori permainan, teori pilihan publik, teori sistem dan teori demokrasi.
c)    Implementasi Kebijakan, tokoh ini didukung oleh Bernardine R. Wijaya & Susilo Supardo (2006), Hinggis (1985), Grindle (1980), O’Toole dan Lester (1990), Goggin dkk (1990), Pressman dan Wildavsky (1973), Linde dan Peters (1986), Nakamura (1987), Gow dan Morss, Nurner dan Hulme (1997), D.L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999).
d)    Evaluasi Kebijakan, didukung oleh tokoh Badjuri & Admin (2003), Rossi & Freeman (1993).
2)    Isu kebijakan publik : etika kebijakan, paradigmatis kebijakan, kualitas, efektivitas dan kapasitas kebijakan.

3.    Kaitkan kedua core ilmu administrasi publik (manajemen publik dan kebijakan publik) tersebut dengan perkembangan paradigma ilmu administrasi publik ? Tanggapan/penjelasan ini sebagai berikut:
Administrasi publik (manajemen publik dan kebijakan publik) berkembang sesuai dengan perubahan paradigma ilmu administrasi publik yaitu mulai dari administrasi publik tradisional (Old Public Administration) ke New Pubic Management (NPM) dan yang paling akhir New Public Service (NPS). Paradigma administrasi publik tradisional yang sangat menekankan pada otoritas negara telah bergeser pada penggunaan model pasar di dalam menyampaikan pelayanan publik seperti yang dikemukakan oleh paradigma NPM. Dalam perkembangan selanjutnya konsep pemberdayaan warga negara dan pelayanan publik yang berkualitas telah menjadi fokus perhatian dari paradigma NPS seperti dikemukakan Robert Denhardt dan Janet Denhardt. Sebagaimana juga dikatakan Miftah Thoha (2011) bahwa NPS telah merubah pola berpikir bahwa borokrasi publik harus mengenali warga yang dilayani sebagai pelangan yang perlu memperoleh kepuasan secara individunya.
Selengkapnya paradigma-paradigma administrasi publik dapat dijelaskan sebagai berikut:
Paradigma I:
Dalam paradigma ini dekenal dengan paradigma sebagaimana dikemukakan Miftah Thoha (2011:18) yakni:
 Dikotomi Politik – Administrasi (1900-1926).
 Tokoh Frank J Goodnow dan Leonard D White. Frank J Goodnow dan Leonard D White dalam bukunya Politics and Administration berpendapat ada dua fungsi pokok dari pemerintah yang berbeda, yaitu pertama fungsi politik yang melahirkan kebijaksanaan atau keinginan negara, dan yang kedua fungsi administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan negara. Penekanan pada paradigma ini terletak pada locusnya, menurut Goodnow locusnya terpusat pada birokrasi pemerintahan, sedangkan focusnya yaitu metode atau kajian apa yang akan dibahas dalam administrasi publik kurang dibahas secara jelas. Administrasi negara memperoleh legitimasi akademiknya lewat lahirnya Infroduction to the study of public administrastion oleh Leonard D White yang menyatakan dengan tegas bahwa politik seharusnya tidak ikut mencampuri administrasi, dan administrasi negara harus bersifat studi ilimiah yang bersifat bebas nilai.
Paradigma II:
Prinsip-prinsip Administrasi Negara (1927-1937)
Tokoh Gulick dan Urwick, FW Taylor, Henry Fayol, Mary Parker Follet, dan Willoughby. Diawali dengan terbitnya Principles of Public Administration karya WF Willoughby dalam Sri Suwitri (2011:17) pada fase ini administrasi diwarnai oleh berbagai macam kontribusi dari bidang-bidang lain seperti industri dan manajemen, berbagai bidang inilah yang membawa dampak yang besar pada timbulnya prinsip-prinsip administrasi, prinsip-prinsip tersebut yang menjadi focus kajian administrasi publik sedangkan locusnya dari paradigma ini kurang ditekankan karena esensi prinsip-prinsip tersebut dimana dalam kenyataan bahwa prinsip itu bisa terjadi pada semua tatanan, lingkungan, misi atau kerangka institusi, ataupun kebudayaan, dengan demikian administrasi bisa hidup dimanapun asalkan prinsip prinsip tersebut dipatuhi. Pada paradigma kedua ini pengaruh manajemen klasik sangat besar tokohnya adalah FW Taylor yang menuangkan 4 prinsip dasar yaitu, pertama perlu mengembangkan ilmu manajemen sejati untuk memperoleh kinerja terbaik, kedua, perlu dilakukan proses seleksi pegawai ilmiah agar mereka bisa tanggungjawab dengan kerjanya, ketiga perlu adanya pendidikan dan pengembangan pada pegawai secara ilmiah, keempat perlu kerjasama yang intim antara pegawai dan atasannya. Kemudian disempurnakan oleh Fayol (POCCCC) dan Gullick dan Urwick (POSDCORB, plannang, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting).
Paradigma III.
 Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik (1950-1970).
Tokoh Nicholas Henry. Menurut Herbert Simon (The Poverb Administration) a Princip Management ilmiah POSDCORB tidak menjelaskan makna public dari public administration, menurut Simon bahwa POSDCORB tidak menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh administrator publik. Kritik Simon ini kemudian menghidupkan kembali perdebatan dikotomi administrasi dan politik. Kemudian muncullah pendapat Morstein Mark (element of Public Administration) yang kemudian kembali mempertanyakan pemisahan politik dan ekonomi sebagai suatu hal yang tidak realistik dan tidak mungkin.
Paradigma IV.
 Administrasi sebagai Ilmu Aministrasi (1950-1970).
Prinsip-prinsip administrasi negara yang dikembangkan pada paradigma ini adalah prinsip-prinsip administasi dan karena merasa sebagai warganegara kelas dua dalam bagian ilmu politik, para sarjana administasasi negara mulai mencari alternatif yang lain, yaitu ilmu administrasi. Pada paradigma ini ilmu administrasi negara mencari induk baru yaitu ilmu administrasi. Ilmu administrasi adalah merupakan studi gabungan teori organisasi dan ilmu manajemen. Prinsip-prinsip administasi berlaku universal, maka muncul keinginan memisahkan antara prinsip dalam organisasi publik dan privat atau bisnis. Locus administrasi negara pada organisasi publik.
Paradigma V.
Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara (1970).
 Pada paradigma ini ilmu administrasi negara telah menjadi administrasi negara dengan diketemukannya locus pada organiasi publik yang berbeda tujuannya dengan organisasi bisnis. Fokus administrasi negara dalam bentuk ilmu adminisassi negara yang murni belum diketemukan , tetapi penggunaan pengembangan teori organisasi teknik-teknik terapan yang baru pada ilmu manajemen semakin memperkuat perkembangan ilmu administrasi negara. Bahkan keanekaragaman administarasi negara di negara-negara berkembang telah menumbuhkan spesialisasi baru yaitu “comparative public administration”. Miftah (2011) mengatakan bahwa pertimbangan untuk menggunakan teknik-teknik ilmu manajemen ke dalam lingkungan pemerintah (Birokrasi).
Paradigma VI:
Reinventing Government
Pada tahun 1978 (Osborne dan Ted Gaebler) terjadi fenomena baru dalam pemerintahan atau administasi negara yang telah memaksa administarasi negara untuk melakukan reformasi. Makna dari Reinventing Government atau wirausaha birokrasi yaitu merubah budaya kerja, mereformasi administrasi negara dengan meminjam ilmu administrasi bisnis ke dalam administrasi negara. Paradigma Reinventing Gobernment ini juga dikenal dengan nama New Public Management (NPM) yang kemudian dilanjutkan dengan diterapkannya prinsip good governance.
Paradigma VII:
Good Governance
Wirausaha birokrasi (New Public Management) harus dijalankan berdasarkan prinsip pemerintahan yang baik. New Public Management berjalan seiring dengan New Public Service. Tugas stakeholders adalah mengayuh perahu dengan pengarahan dari pemerintah (NPM), sedangkan stakekeholders akan membantu pemerintah dalam tugas melayani sehingga tercapai NPS. Dengan demikian pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila diikuti pemerintahan yang baik, hal ini disampaikan Denhardt, Denhardt (2003) menyatrakan pencapaian good governance dalam government merupakan era New Public Service (NPS). Paradigma Baru Kebijakan Publik dan Administrasi Publik menampilkan perkembangan beberapa konsep dalam rangka menunjang pelaksanaan reinventing governnment dan good governance, yaitu:   (1) Konsep otonomi daerah, partisipasi dan Efisiensi; (2) Konsep Pelayanan Publik; dan (3) Konsep Jejaring Kebijakan Publik. Dengan demikian paradigma reinventing government (NPM) dan good governance serta NPS menstimulasi reformasi administrasi publik dalam konsep otonomi daerah, partisipasi dan efisiensi, pelayanan publik dan jejaring kebijakan publik.
Catatan tambahan terhadap Paradigmatis Kebijakan Publik.
Dalam literatur kebijakan publik terdapat lima paradigma yang sangat populer (Bobrow dan Dryzek, 1987) yaitu paradigma welfare economics, public choiece, social structure, information processing, dan political philosophy. Masing-masing paradigma ini ternyata memberikan kontribusi yang sangat berguna bagi perumusan suatu kebijakan publik. Paradigma welfare economics mengajarkan bahwa dalam memlilih suatu alternatif kebijakan kita harus terlebih dahulu menghitung untung ruginya dilihat dari sisi atau nilai-nilai ekonomis. Paradigma public  choice menyarankan agar dalam memilih alternatif kebijakan, keputusan publik atau lembaga yang mengatasnamakan atau mewakili publik harus diutamakan. Paradigma social structure memberikan arahan bahwa dalam memilih alternatif harus memperhitungkan kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat yang ada, termasuk apa yang dapat dinikmati mereka atau sebaliknya dampak yang menimpa pada mereka. Paradigma information processing menyarankan agar dalam memilih suatu alternatif kebijakan, informasi dan data yang dibutuhkan harus diteliti tingkat kualitasnya dan diproses serta dianalisis secara benar dan disimpulkan secara tepat. Paradigma political philosophy, mengingatkan bahwa dalam memilih alternatif kebijakan perlu diperhitungkan nilai moral yang berlaku, apakah nilai-nilai moral tertentu dipromosi atau dilanggar ketika suatu alternatif kebijakan dipilih.
Ajaran Reinventing Government oleh Gaebler & Osborne (1991), yang disarankan dalam 10 prinsip pokok seperti pemerintah yang bersifat katalik, memberdayakan masyarakat, mendorong semangat kompetisi, berorientasi pada misi, mementingkan hasil dan bukan cara, mengutamakan kepentingan pelanggan, berjiwa wirausaha, berupaya dalam memecahkan masalah atau bersifat antisipatif, cenderung sentralistik, dan berorientasi pada pasar. Selain itu, dengan munculnya paradigma The New Publik Service oleh Denhardt & Denhardt (2003), kebijakan publik selama ini telah diarahkan kepada tuntutan Reinventing Government atau New Public Management harus disesuaikan lagi.  Pengejawantahan dalam jenis dan pola kebijakan sudah harus dilakukan agar kebijakan publik dapat lebih memunculkan semangat  demokrasi dan berpihak kepada masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam sharing pendapat, dialog bebas, penekanan pada kepentingan publik dan prinsip-prinsip demokrasi, harus mewarnai kebijakan publik.
Kualitas, Efektivitas dan Kapasitas Kebijakan.
Pada dasarnya kualitas suatu kebijakan dapat diketahui melalui beberapa tolok ukur penting seperti proses, isi dan konteks atau suasana dimana kebijakan itu dihasilkan atau dirumuskan. Menurut Keban (2004), kualitas kebijakan dapat dilihat dari tiga segi yaitu dari (1) Segi proses, suatu kebijakan dapat dikatakan berkualitas kalau kebijakan tersebut diproses dengan data dan informasi yang akurat, menggunakan metode dan teknik yang sesuai, mengikuti tahapan-tahapan yang rasional dan melibatkan para ahli serta masyarakat yang berkepentingan atau stakeholder; (2) Dilihat dari segi isi, suatu kebijakan dapat dikatakan berkualitas apabila kebijakan tersebut merupakan alternatif atau jalan keluar terbaik dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat; (3) Sedangkan dilihat dari segi konteks maka suatu kebijakan dapat dikatakan berkualitas apabila kebijakan tersebut dirumuskan dalam suasana yang benar-benar bebas dari rekayasa, bebas dari tekanan atau paksaan dari pihak yang berpengaruh.
Tingkat efektivitas kebijakan jarang diteliti secara serius dan boleh dikatakan masih sangat ditentukan oleh analisis yang ada. Para analis kelihatannya belum diberi kesempatan untuk melakukan analisis kebijakan secara akademik dan leluasa karena praktik menunggu petunjuk dari atasan masih mendominasi. Demikian pula komitmen dari para policy makers untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap tingkat pencapaian outcome kebijakan publik selama ini belum nampak. Faktor lain yang turut memperburuk tingkat efektivitas kebijakan adalah kurangnya dukungan sistem anggaran pemerintah, kenyataan menunjukkan bahwa tugas pengumpulan data, informasi dan merekam data yang seharusnya menjadi dasar pengusulan masalah publik untuk kemudian diproses dalam analisis kebijakan seringkali dilakukan secara “serabutan” karena tidak adanya atau kurangnya dana, terburu buru oleh keterbatasan waktu yang mendadak. Selain itu juga rendahnya keterlibatan para stakeholder (aktor) dan masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, yaitu tingkat partisipasi masyarakat nampak masih rendah, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran untuk berpartisipasi secara langsung, atau juga mereka tidak diberikan akses untuk berpartisipasi.
Kapasitas kebijakan berkaitan dengan kemampuan suatu kebijakan membawa perubahan sebagaimana diharapkan. Dengan memperhatikan bahwa begitu banyak faktor yang menghambat kualitas dan efektitivitas kebijakan, maka dapat dipastikan bahwa kemampuan kebijakan (kepastian kebijakan dalam memecahkan masalah-masalah publik selama ini belum memadai. Isi kepastian kebijakan ini memang masih belum populer di Indonesia, padahal isu ini merupakan isu sentral yang harus diberi perhatian khusus karena menyangkut penggunaan anggaran negara. Merupakan pekerjaan yang sia-sia apabila begitu banyak anggaran yang dibelanjakan untuk membiayai kebijakan publik dalam berbagai bidang/sektor.
Pada era reformasi ini perlu penerapan prinsip-prinsip good governance dalam melakukan penilaian terhadap kualitas kebijakan. Misalnya, orang akan mempertanyakan apakah suatu kebijakan diproses secara  transparan dan profesional serta disosialisasikan kepada publik. Lalu sebenarnya isi dari kebijakan yang dibuat pemerintah sudahkah diketahui dan difahami. Adalah sesuatu yang cukup elok bila masyarakat dapat memberikan respon atas keputusan – keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah bila mereka juga telah mengetahui isi dan memahami secara seksama kebijakan tersebut. Tentunya itu diperoleh bila masyarakat telah mengetahui informasi mengenai apa saja kebijakan yang telah dibuat dan diaplikasikan. Sayangnya sampai sekarang perhatian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini masih belum memadai. Dengan demikian kualitas, efektivitas dan kapasitas  kebijakan publik masih belum sebagaimana yang diharapkan.
4.    Kaitkan kedua core ilmu administrasi publik tersebut dengan judul disertasi.
Judul disertasi : Pemanfaatan Media Cetak Sebagai Alat Sosialisasi Untuk Transparansi Kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Media Cetak dinilai sebagai alat sosialisasi yang cukup ampuh dalam menyampaikan informasi kepada publik atau khalayak ramai. Sedangkan kebijakan publik merupakan produk hukum yang harus diketahui oleh publik luas sebagai bentuk transparansi sebagaimana hendaknya dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Dengan demikian tinjauan terhadap judul disertasi tersebut sangatlah terkait dengan unsur manajemen publik dalam bentuk transparansi pemerintah kepada publik. Pada konteks ini akan terlihat bagaimana kekuasaan, pengaruhnya dan kepentingannya berjalan secara baik.  
-000-
Sumber Pustaka:
Janet V. Dernhart dan Robert B. Dernhart. 2003. The New Public Service : Serving, not Steering. M.E Sharpe, New York.
Owen E.Hughes. Public Management and Administration: An Introduction. St. Martin’s Press,Inc. New York.1994.

Pasolong, Harbani, 2010, Teori Administrasi Publik, Afabeta, Bandung.
Robert B. Dernhart. 2008. Theories of Public Organization. Thomson & Wadsworth. USA.Fifth Edition

Suwitri,Sri,  2011, Konsep Dasar Kebijakan Publik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Siagian, P. Sondang, 2004, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta.
Tri Kadarwati. 2001. Administrasi Negara Perbandingan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Thoha, Miftah, 2011, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Kencana Perdana Media Group, Jakarta.

Warsono, Hardi, 2013, Modul Teori Adminstrasi Publik, FISIP-UNDIP, Semarang.
Yeremias T. Keban. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu. Penerbitan Gaya Media. Yogyakarta.





[1] . Warsono, Hardi, 2013, Modul Teori Administrasi Publik, FISIP-UNDIP, Semarang.
[2] Thoha, Miftah, 2011; 44, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Kencana Perdana Media Group, Jakarta.
[3] .Warsono, Hardi, 2013, Modul Teori Administrasi Publik, FISIP-UNDIP, Semarang.
[4] .Siagian, P. Sondang, 2004, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta.
[5] .Suwitri, Sri, 2011m Konsep Dasar Kebijakan Publik, FISIP-UNDIP, Semarang.
[6] . Thoha, Miftah, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Kencana Perdana Media Group, Jakarta, 2011: 44.
[7] . Yeremias T. Keban. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu. Penerbitan Gaya Media. Yogyakarta,2004
[8] . Warsono, Hardi, Modul Teori Administrasi Publik, FISIP – UNDIP, Semarang, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar