UJIAN KOMPREHENSIF
Penguji:
Prof. Dr. Dra. Sri Suwitri, M.Si
OLEH
:
BANGUN PARUHUMAN LUBIS
NIM
: 14020112520008
PROGRAM
DOKTOR ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2013
UJIAN
KOMPREHENSIF
Kurikulum
program DAP UNDIP keminatan terbagi dalam Kebijakan Publik dan Manajemen Publik dengan alasan:
1. Sebagai
penjelasan apa yang diinginkan dari pengertian di atas agaknya lebih dahulu
dimulai dari pengertian Administrasi Publik dengan jawaban yang dikutip dari
berbagai teori dan pendapat sebagai berikut:
Pengertian Administrasi Publik
Seringkali orang-orang menyebut kata administrasi. Ada
kalanya menjadi kelaziman bahwa kata administrasi tak lebih dari uangkapan
untuk memberikan biaya kepada orang yang telah memberikan bantuan ketika
mengurus surat menyurat di sebuah kantor
instansi. Tetapi, ternyata tidaklah sesederhana itu, karena menyangkut
mekanisme pelayanan dan aturan serta ketetalaksanaan, bahkan lebih luas lagi. Agar lebih dapat memahaminya secara defenitif, maka
dibutuhkan pengertian yang lebih luas dan tepat, agar pemahamannya lebih
dimengerti lagi. [1] Dari
segi bahasa,
administrasi berasal dari bahasa Latin (Yunani) yang terdiri atas 2 (dua) kata,
yaitu: “ad” dan “ministrate” yang berarti “to serve” yang
dalam bahasa Indonesia berarti melayani dan atau memenuhi. Selanjutnya,
beberapa pakar memberikan definisi mengenai administrasi yang berkaitan
langsung dengan publik.
Adalah Administrasi Publik
yang dimaksud dalam tulisan ini untuk memberikan jawaban
atas pertanyaan soal konprenhensif yang diajukan, Prof. DR. Dra. Sri Suwitri.
Untuk itu disebutkan bahwa Administrasi
Publik menurut Prof. Soempono Djojowadono dalam (Miftah Thoha : 2011, 44) [2], saat pidato pengukuhan
meraih Guru Besar Pertama di Jurusan Ilmu Administrasi Negara, UGM, yang
berjudul; ” Pembinaan Administrasi Negara sebagai Bagian dari Pembangunan Nasional
Indonesia.” mengatakan; “administrasi negara atau publik administrastion
yang dimaksud ialah bagian dari keseluruhan lembaga-lembaga dan badan-badan
dalam pemerintahan negara sebagai bagian dari pemerintahan eksekutif baik di
pusat maupun di daerah yang tugas kegiatannya terutama melaksanakan kebijakan
pemerintah (piblic policy).” Penekanan
yang ingin disampaikan oleh Soempono,
bahwa pelaksanaan administrasi negara atau publik itu ditujukan untuk
kepentingan publik/masyarakat.
Ilmuwan
lainnya menyebutkan bahwa Administrasi
Publik merupakan kegiatan produksi barang dan jasa yang
direncanakan untuk melayani kebutuhan masyarakat konsumen. Definisi tersebut
melihat administrasi publik sebagai kegiatan ekonomi atau serupa dengan bisnis,
tetapi khusus menghasilkan barang
dan pelayanan publik.
Administrasi berasal dari kata “ad”
dan “manistrate” yang berarti juga “to serve”.
Dengan demikian
administrasi dimaknai sebagai upaya melayani dengan sebaik-baiknya. Dapat juga
diartikan sebagai suatu
proses pelayanan atau pengaturan.
Secara luas, pengertian administrasi
adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang
didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Pengertian ini menunjukkan
adanya kegiatan atau kerjasama antara manusia dalam sebuah organisasi/instansi
atau perusahaan memberikan pelayanan bagi orang lain atau masyarakat yang dalam
perkembangannya disebut sebagai Publik.
Namun Chandler dan Plano (1988:3) dalam
Hardi (2013;1.5) mendefinisikan sebagai proses dimana keputusan dan kebijakan
diimplementasikan. Dalam pendapat Chandler dan Plano dalam
Keban (2004), mengemukakan pengertian administrasi publik sebagai proses dimana sumber daya
dan personil publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan,
mengimplementasikan, dan mengelola (manage)
keputusan-keputusan dalam kebijakan publik.
Dijelaskan administrasi publik sebagai seni dan ilmu (art and science) yang ditujukan untuk
mengatur “public affairs” dan
melaksanakan berbagai tugas yang ditentukan. Administrasi publik sebagai
disiplin ilmu bertujuan untuk memecahkan masalah publik melalui
perbaikan-perbaikan terutama dibidang organisasi, sumber daya manusia dan
keuangan.
Lalu,
batasan yang dikemukakan Nicholas Henry dalam [5]Sri Suwitri (2011) memberikan gambaran bahwa administrasi publik
adalah suatu kombinasi yang kompleks antara teori dan praktek dengan tujuan
mempromosi pemahaman tentang peran pemerintah dalam hubungannya dengan
masyarakat yang diperintah, dan juga mendorong kebijakan publik agar lebih responsif terhadap kebutuhan sosial.
Administrasi publik berusaha melembagakan praktek-praktek manajemen agar sesuai dengan efektivitas, efisiensi, dan pemenuhan
secara lebih baik kebutuhan masyarakat. Sehingga
dapat ditarik pengertian bahwa administrasi
publik merupakan kombinasi teori dan praktek yang mencampuri proses manajemen
dengan pencapaian nilai-nilai normatif dalam masyarakat.
Sedangkan
menurut Borton & Chappel melihat
bahwa administrasi publik sebagai the
work of government atau pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah. Definisi
ini menekankan aspek keterlibatan personil dalam memberikan pelayanan kepada
publik. Menurut Rosenbloom, batasan
administrasi publik sebagai pemanfaatan teori-teori dan proses-proses
manajemen, politik, dan hukum untuk memenuhi mandat pemerintahan di bidang
legislatif, eksekutif, dan judikatif dalam rangka menjalankan fungsi pengaturan
dan pelayanan terhadap masyarakat secara keseluruhan atau sebagian. Pengertian
ini menekankan aspek proses institusional atau kombinasi ketiga jenis kegiatan
pemerintah yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Dari
semua pengertian dan definisi di atas, makna penting berkenaan dengan hakekat administrasi publik yaitu: (1)
bidang tersebut lebih berkaitan dengan dunia eksekutif, meskipun juga berkaitan
dengan dunia yudikatif dan legislatif; (2) bidang tersebut berkenaan dengan
formuliasi dan implementasi kebijakan publik; (3) bidang tersebut juga
berkaitan dengan berbagai masalah manusiawi dan usaha kerjasama untuk mengemban
tugas-tugas birokrasi pemerintah; (4) Meskipun bidang tersebut berbeda dengan
administrasi swasta tetapi juga overlapping
dengan administrasi swasta; (5) bidang tersebut diarahkan untuk menghasilkan public goods dan services; (6) bidang ini memiliki dimensi teoritis dan praktis.
Ruang Administrasi Publik, menurut buku teks yang ditulis oleh Nicholas Henry (1995),
memberikan beberapa ruang lingkup yang dapat dilihat dari unsur-unsur (selain
perkembangan ilmu administrasi publik itu sendiri) sebagai berikut:
Organisasi
publik, yang pada prinsipnya berkaitan dengan model-model organisasi, dan
perilaku birokrasi;
- Manajemen publik yaitu berkenaan dengan sistem dan ilmu manajemen,
evaluasi program dan produktivitas, anggaran publik, dan manajemen sumber daya
manusia;
- Implemenasi yaitu menyangkut pendekatan terhadap kebijakan publik dan implementasinya,
privatisasi, administrasi antar pemerintahan dan etika birokrasi.
Setelah mencerdasi
definisi, hakekat dan ruang lingkup Administrasi Publik di atas, sehingga ada 2
(dua) core, yaitu kebijakan publik
dan manajemen publik.
a.
Kebijakan
Publik
Secara konseptual kebijakan publik
dapat dilihat dari Kamus Administrasi Publik,
sebagaimana yang dipandang oleh Barton & Chappel, bahwa bila melihat administrasi
publik sebagai “the work of government” atau pekerjaan yang dilakukan
pemerintah. Dalam definisi ini lebih menekankan aspek keterlibatan personil
dalam memberikan pelayanan kepada publik.
Nigro & Nigro, berpendapat bahwa administrasi publik adalah usaha kerjasama kelompok
dalam suatu lingkungan publik yang mencakup ketiga cabang, yaitu: yudikatif,
legislatif, dan eksekutif; mempunyai suatu peranan penting dalam
memformulasikan kebijakan publik sehingga menjadi bagian dari proses politik;
yang sangat membedakan dengan cara-cara yang ditempuh oleh administrasi swasta
dan berkait erat dengan beberapa kelompok swasta dan individu dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat. Definisi ini lebih menekankan proses
institusional, yaitu bagaimana usaha kerjasama kelompok sebagai kegiatan publik
yang benar-benar berbeda dari kegiatan swasta. Dalam kaitannya dengan
pendefinisian administrasi publik, Shafritz dan Russel (1997: 5-41) berpendapat
bahwa sulit memberikan satu definisi administrasi publik yang dapat diterima
semua pihak. Karena itu, Shafritz dan Russel memberikan definisi administrasi
publik berdasarkan 4 kategori, yaitu:
1.
Definisi berdasarkan kategori
politik
Administrasi publik sebagai apa yang
dikerjakan pemerintah (what
government does),
baik langsung maupun tidak langsung, sebagai suatu tahapan siklus pembuatan
kebijakan publik dan sebagai kegiatan yang dilakukan secara kolektif karena
tidak dapat dikerjakan secara individu.
2. Defefinisi berdasarkan kategori legal/hukum
Memandang administrasi
publik sebagai penerapan hukum (low in action), sebagai regulasi, dimana kegiatan pemberian sesuatu dari
penguasa “raja” kepada rakyatnya dan sebagai bentuk “pengambilan
paksa” terhadap pihak-pihak yang kaya untuk dibagikan ke kalangan miskin,
dimana pihak-pihak kaya merasa dirugikan harus tunduk dan menaatinya.
3. Dari segi kategori manajerial
Administrasi
publik dipandang sebagai fungsi eksekutif dalam pemerintahan, sebagai bentuk
spesialisasi dalam manajemen (bagaimana mencapai hasil melalui orang lain),
sebagai mickey mouse yang dalam prakteknya merupakan bentuk
“akal-akalan” untuk menghasilkan sesuatu dengan anggaran yang besar tetapi
dengan hasil yang kecil, dan sebagai suatu seni dan bukan ilmu.
4. Dilihat
dari kategori mata pencaharian
Administrasi
publik merupakan suatu bentuk profesi mulai dari tukang sapu sampai dokter ahli
operasi otak di sektor publik dimana semua mereka tidak sadar bahwa mereka
adalah administrator publik
Masih dari beberapa pemikiran sebagaina dikemukakan, Chandler
dan Plano (1988) dalam Hardi (2013),
mengatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap
sumber-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah.
Bahkan Chandler dan Plano beranggapan bahwa kebijakan publik merupakan suatu
bentuk investasi yang terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan
orang-orang yang tidak berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan
ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Wiliam N. Dunn (1994),
mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang
saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada
bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan,
energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas,
perkotaan dan lain-lain. Thomas
R. Dye (1981) dalam Sri Suwitri (2011), mengatakan bahwa kebijakan
publik adalah “apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan”. Dye mengatakan bahwa apabila pemerintah memilih untuk melakukan
sesuatu maka harus ada tujuannya (obyektifnya) dan kebijakan publik itu
meliputi semua tindakan pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan
keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Sementara Shfritz dan Russel (1997),
mendefinisikan kebijakan publik dengan sederhana dan menyebut “is whatever government dicides to do or not
to do”, Chandler dan Plano mengatakan bahwa apa yang dilakukan ini
merupakan proses terhadap suatu isu politik. Chaizi Nasucha (2004),
mengatakan bahwa kebijakan publik adalah kewenangan pemerintah dalam pembuatan
suatu kebijakan yang digunakan ke dalam perangkat peraturan hukum. Kebijakan
tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika sosial dalam masyarakat, yang akan
dijadikan acuan perumusan kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang
harmonis. James
E. Anderson, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh
badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Kebijakan
publik adalah pengalokasian nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. David Easton, kebijakan
publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh
anggota masyarakat. George
C. Edwards III and Ira Sharkansky, kebijakan
publik adalah suatu tindakan pemerintah yang berupa program-program pemerintah
untuk pencapaian sasaran atau tujuan.
Dari
beberapa definisi kebijakan publik di atas, dapat dikatakan bahwa:
1. Kebijakan
publik rencanakan dan dibuat oleh
pemerintah berupa tindakan-tindakan pemerintah;
2. Kebijakan
publik harus berorientasi kepada kepentingan publik;
3. Kebijakan
publik adalah tindakan pemilihan alternatif untuk dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan oleh pemerintah demi kepentingan public.
Pada umumnya kebijakan dapat dibedakan atas empat bentuk,
yaitu: (1) Regulatory, yaitu mengatur
perilaku orang; (2) Redistributive,
yaitu mendistribusikan kembali kekayaan yang ada, atau mengambil kekayaan dari
yang kaya kemudian memberikannya kepada orang yang miskin; (3) Distributive, yaitu melakukan distribusi
atau memberikan akses yang sama terhadap sumber daya tertentu, dan (4) Constituent, yaitu ditujukan untuk
melindungi negara.
Dengan
demikian suatu kebijakan publik adalah: Kebijakan
adalah untuk dilaksanakan dalam
bentuk riil, bukan untuk sekedar diungkapkan
belaka.
1. kebijakan publik untuk
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan karena didasarkan pada kepentingan publik
itu sendiri;
2.
Kebijakan publik dipandang
sebagai pengalokasian nilai-nilai masyarakat yang dilakukan pemerintah;
3.
Kebijakan publik dipandang
sebagai rancangan program-program yang dikembangkan pemerintah untuk mencapai
tujuan.
b.
Manajemen
Publik
Pada dasarnya manajemen publik juga disebut manajemen
instansi pemerintah. Namun, dalam pandangan [6]Miftah Thoha dalam hubungan antara instansi pemerintah dengan
pelanggan hendaklah dipahami sebagaimana hubungan transaksi yang mereka lakukan
di pasar. Sedangkan Menurut Overman
dalam [7]Keban
(2004), mengemukakan bahwa manajemen publik bukanlah “scientific management”, meskipun sangat dipengaruhi oleh “scientific management”. Manajemen publik
bukanlah “policy analysis”, bukan
juga administrasi publik, merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi “rational instrumental” pada satu pihak,
dan orientasi politik kebijakan dipihak
lain. Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum
organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti planning, organizing dan controlling
satu sisi, dengan SDM, keuangan, fisik, informasi dan politik disisi lain. Hyde
dan Shafritz (1991), mengemukakan
bahwa manajemen publik dan kebijakan publik merupakan dua bidang
administrasi publik yang tumpang tindih, tetapi untuk membedakan keduanya
secara jelas maka dapat dikemukakan bahwa kebijakan
publik merefleksikan sistem otak dan syaraf, sementara manajemen publik
merepresentasikan sistem jantung dan sirkulasi dalam tubuh manusia. Dengan
kata lain manajemen publik merupakan proses untuk menggerakkan sumber daya manusia (SDM) dan non SDM sesuai perintah
kebijakan publik. Masih
menurut Hyde dan Shafritz (1991) berkaitan dengan
manajemen publik, yaitu perlu memperhatikan beberapa hal terkait dengan
manajemen pelayanan publik yaitu : pertama,
perlu mengidentifikasikan secara jelas peran dari pelayanan publik dalam proses
yang demokratis, sekaligus standar etika dan kinerja yang tinggi dari para
pejabat kunci; kedua,
perlu fleksibilitas dalam menata organisasi, termasuk kebebasan mempekerjakan
dan memecat pegawai yang harus diberikan kepada para petinggi cabinet dan pimpinan instansi; ketiga, pengangkatan atau
penunjukan pejabat oleh presiden harus dikurangi, dan lebih diberikan ruang pengembangan karier
professional, dan keempat,
pemerintah harus melakukan investasi lebih besar ketimbang pendidikan dan pelatihan eksekutif dan
manajemen.
Kemudian, J.
Steven Ott, Albert C. Hyede dan Jay M. Shafritz dalam Keban (1991), mengemukakan
bahwa dalam tahun 1990 manajemen publik mengalami masa transisi dengan beberapa
isu terpenting yang akan sangat menantang, yaitu: (1) privatisasi sebagai suatu
alternatif bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik; (2) rasionalitas
dan akuntabilitas (3) perencanaan dan control (4) keuangan dan penganggaran,
dan (5) produktivitas sumber daya manusia. Isu-isu ini telah menantang
lembaga pendidikan dan pelatihan yang mengajarkan manajemen publik atau
administrasi publik
untuk menghasilkan calon manajer publik
profesional yang kualitas tinggi, dan penataan sistim manajemen yang lebih
baik.
Pada hakekatnya makna yang dimaksud,
bahwa inti administrasi publik adalah membahas; pertama, tentang kebijakan publik mulai dari formulasi, implementasi,
evaluasi, analisis dan jejaring kebijakan publik. Lalu, kedua, membahas tentang manajemen publik yaitu bagaimana pengelolaan
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, motivasi, penggerakan, pengawasan,
kepemimpinan termasuk koordinasi.
2.
Matakuliah yang
termasuk dalam core manajemen publik yaitu:
- Perilaku organisasi
- Teori Adminisrasi dan Organisasi
- Inovasi Adminisrasi Publik
- Reformasi Birokrasi
Sedangkan mata kuliah yang termasuk dalam core kebijakan
publik yaitu:
- Formulasi kebijakan publik
- Implementasi kebijakan publik
- Evaluasi kebijakan publik
- Analisis kebijakan publik
- Jejaring kebijakan publik
Dengan demikian uraian kurikulum dalam matakuliah
tersebut yang termasuk dalam core manajemen publik dan core kebijakan publik adalah sebagi berikut:
a. Perkembangan manajemen publik paling tidak dipengaruhi
oleh beberapa pandangan yaitu manajemen normatif, manajemen deskriptif, manajemen
stratejik dan manajemen publik:
1. Manajemen
Normatif
Pendekatan manajemen normatif melihat manajemen sebagai
suatu proses penyelesaian tugas atau pencapaian tujuan. Efektivitas dan proses
tersebut diukur dari apakah kegiatan-kegiatan organisasi direncanakan,
diorganisir, dikoordinasikan dan dikontrol secara efeisien.
Menurut Stoner (1978)
dan Rue & Byars (1981) dalam [8](Hardi 2013, 1:19) manajemen normatif sejak pembentukannya lebih bersifat “profit oriented” atau “busniness oriented” dan karena itu dianggap tidak
cocok dengan ideologi
administrasi publik
yang lebih berorientesi kepada “public
service”. Aliran
manajemen normatif sudah dikenal melalui rumusan
fungsi-fungsi manajemen bisnis sebagaimana pernah ditiru oleh POSDCORB, yaitu
Plannning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting dan
Budgeting. Harus
diakui bahwa pikiran-pikiran manajemen normatif ini sering mempengaruhi pola dan dinamika
manajemen, baik di sektor
swasta maupun publik.
Menurut R. Miles (1975), mencoba meletakkan fungsi-fungsi manajemen normatif tersebut dalam tiga teori manajemen, yang pertama disebut sesuai dengan model tradisional, kedua yaitu human relations, dan ketiga
adalah human resources. Di dalam ketiga
model ini fungsi-fungsi dijalankan
secara dinamis, artinya fungsi planning, misalnya dijalankan pada model
tradisional secara berbeda dengan di dalam model human resources.
Dari ketiga model
tersebut, kita dapat melihat variasi pola yang dianut seorang manajer. Pola
yang dipilih tentu saja tergantung dari asumsi dasar yang dianut oleh seorang
manajer tentang hakekat pegawai dalam organisasi, teknologi yang dimiliki, dan
lingkungan serta situasi yang sedang dihadapi. Pola tersebut juga akan sangat
mempengaruhi bentuk struktur organisasi yang dipilih.
2. Manajemen
Diskriptif, pendekatan manajemen
deskriptif dapat diamati dari karya H.
Mintzberg (1973), fungsi-fungsi yang bisa dilakukan oleh seorang manajer
ditempat kerjanya, fungsi manajemen yang benar-benar dijalankan terdiri atas
kegiatan-kegiatan personal, interaktif, administratif dan teknis. Jenis pertama, adalah kegiatan personal yaitu kegiatan yang dilakukan
manajer untuk mengatur waktunya sendiri, berbicara dengan para broker, menghadiri
pertandingan dan kegiatan-kegiatan
lain yang memuaskan dirinya atau keluarganya.
Dalam konteks
organisasi, kegiatan-kegiatan ini mungkin dianggap tidak penting, tetapi
sebagai manusia, seorang manajer pasti terlibat, bahkan kandungan-kandungan
menentukan keberhasilan kariernya. Seorang manajer yang berhasil biasanya mengatur
kegiatan personal lebih sukses dalam pemimpin
organisasi. Jenis
kegiatan yang kedua adalah kegiatan
interaktif, manajer biasanya menggunakan banyak waktu untuk melakukan ineraksi
dengan bawahan, atasan, customer, organiasi lain dan pemimpin-pemimpin masyarakat.
Biasanya dua pertiga waktu yang ada digunakan untuk kegiatan-kegiatan tersebut,
peranan yang diperankan oleh manajer dalam konteks tersebut terdiri dari interpersonal,
informational dan decision making. Jenis kegiatan ketiga adalah administratif,
kegiatan ini mencakup surat menyurat,
penyediaan dan pengaturan budget, monitoring kebijakan dan
prosedur, penanganan masalah kepegawaian. Biasanya para manajer hanya
menggunakan sebagian kecil saja dari waktu yang tersedia untuk kegiatan
tersebut. Meskipun demikian, pengalaman menunjukkan bahwa banyak manajer yang
mengeluh dengan kegaitan tersebut. Jenis kegiatan keempat adalah teknis.
Kegiatan ini merupakan kegiatan seorang manajer untuk memecahkan
masalah-masalah teknis, melakukan supervise terhadap pekerjaan teknis, dan
bekerja dengan menggunakan peralatan-peralatan dan perlengkapan-perlengkapan.
3. Manajemen
Stratejik, manajemen ini dapat
diartikan sebagai proses penggerakan orang dan bukan orang untuk mencapai
tujuan organisasi. Sedangkan stratejik dapat diartikan sebagi kiat, cara
dan/atau taktik yang dirancang secara sistemik dalam menjalankan fungsi-fungsi
manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Menurut Nawawi
(2003) merumuskan definisi manajemen
stratejik adalah proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang
bersifat mendasar dan menyeluruh
disertai penetapan melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan
diimplementasikan oleh seluruh jajran di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Sementara Yoo
dan Digman dalam Salusu (1996) menyimpulkan manfaat dari
penggunaan manajemen strategik
antara lain : (1) Mampu memberikan petunjuk bagaimana mengantisipasi
masalah-masalah dan peluang di masa mendatang; (2) Memungkinkan para pegawai
memahami tujuan dan saran organisasi secara jelas sehingga mereka mengetahui arah perjalanan
organisasinya; (3) Meningkatkan kepuasan dan motivasi pegawai; (4) Menyediakan
informasi kepada para pengambil keputusan tepat pada waktunya, dan (5) Bisa
menghemat biaya. Dengan kata lain bahwa manajemen stratejik dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas oranisasi dalam rangka pencapaian tujuan.
1. Manajemen
Publik, pada dasawarsa 1990 an berkembang model manajemen
publik baru (The New Public Management-NPM)
yang telah membawa inspirasi baru bagi perkembangan manajemen publik di
berbagai negara. Konsep New Publik Manegement ini dapat dipandang sebagai suatu
konsep baru yang ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efesien yang
dilakukan oleh instansi dan pejabat-pejabat pemerintah.
Dengan konsep seperti itulah Christopher Hood dari London School Of
Economic (1995) sebagaiman dikutip Miftah
Thoha (2011:75) mengemukakan bahwa NPM mengubah cara-cara dan model
birokrasi-publik yang tradisional ke arah cara-cara baru dan model bisnis
privat dan perkembangan pasar. Pada
dasarnya di dalam manajemen publik baru ini pemerintah diajak untuk: (1)
meninggalkan paradigma administrasi tradisional dan menggantikannya dengan
perhatian kinerja atau hasil kerja; (2) melepaskan diri dari birokrasi klasik
dan membuat situasi dan kondisi organisasi, pegawai dan para pekerja lebih
fleksibel; (3) menetapkan tujuan dan target organisasi dan personel lebih
jelas, sehingga memungkinkan pengukuran hasil melalui indikator yang jelas,
lebih memperhatikan evaluasi program yang lebih sistematis, dan mengukur dengan
menggunakan indikator ekonomi, efisiensi, dan efektivitas; (4) staf senior
lebih berkomitmen secara politis dengan pemerintah sehari-hari dari pada
netral; (5) fungsi pemerintah adalah memperhatikan pasar, kontrak kerja keluar,
yang berarti pemberian pelayanan tidak selamanya melalui birokrasi saja
(melakukan pelibatan sektor swasta); (6) fungsi pemerintah dikurangi melalui
privatisasi, semuanya menggambarkan bahwa NPM memusatkan perhatiannya pada
hasil dan bukan pada proses lagi. Dengan demikian NPM adalah suatu cara pandang
baru yang menjalankan fungsi manajemen di sektor publik, sementara ada yang
meyatakan tidak setuju karena manajemen ini cenderung bersifat swasta pada hal
pemerintah sebenarnya berbeda orientasinya yaitu untuk kepentingan publik.
2. Manajemen Kinerja, menurut Surya Dharma (2005) mengatakan
bahwa manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan
kinerja organisasi, kelompok dan individu yang digerakkan oleh para manajer.
Pada dasarnya manajemen kinerja adalah suatu proses yang dilaksanakan sacara
sinergi antara manajer, individu dan kelompok terhadap suatu pekerjaan di dalam
organisasi.
Sedangkan menurut Noe
(1999) tujuan manajemen kinerja, ada 3 (tiga) yaitu: (1) tujuan stratejik yaitu
manajemen kinerja harus menghasilkan kegiatan pegawai dengan tujuan organisasi;
(2) tujuan administratif, yaitu kebanyakan organisasi menggunakan informasi
manajemen kinerja khususnya evaluasi kinerja untuk kepentingan keputusan
administsratif, seperti penggajian, promosi, pemberhentian pegawai dll; (3)
tujuan pengembangan, yaitu bertujuan untuk mengembangkan kapasitas pegawai yang
berhasil di bidang kerjanya, pegawai yang tidak berkinerja baik perlu mendapat
pemberdayaan melalui training,
penempatan yang lebih cocok dan sebagainya.
a. Kurikulum mata kuliah Core Kebijakan Publik dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Proses kebijakan publik:
a) Analisis kebijakan à idenfitikasi masalah,
identifikasi alternatif, dan seleksi alternatif.
Dalam selseksi alternatif, dibagi lagi menjadi:
- Menyepakati kriteria alternatif
- Penentuan alternatif terbaik
- Pengusulan alternatif terbaik
b) Pengesahan kebijakan, ada beberapa teori, yaitu: teori
formulasi kebijakan : teori kelembagaan, teori proses, teori kelompok, teori
elit, teori rasional, teori inkrementalis, teori permainan, teori pilihan
publik, teori sistem dan teori demokrasi.
c) Implementasi Kebijakan, tokoh ini didukung oleh
Bernardine R. Wijaya & Susilo Supardo (2006), Hinggis (1985), Grindle
(1980), O’Toole dan Lester (1990), Goggin dkk (1990), Pressman dan Wildavsky
(1973), Linde dan Peters (1986), Nakamura (1987), Gow dan Morss, Nurner dan
Hulme (1997), D.L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999).
d) Evaluasi Kebijakan, didukung oleh tokoh Badjuri &
Admin (2003), Rossi & Freeman (1993).
2) Isu kebijakan publik : etika kebijakan, paradigmatis
kebijakan, kualitas, efektivitas dan kapasitas kebijakan.
3.
Kaitkan kedua
core ilmu administrasi publik (manajemen publik
dan kebijakan publik) tersebut
dengan perkembangan paradigma ilmu
administrasi publik ? Tanggapan/penjelasan
ini sebagai berikut:
Administrasi publik (manajemen publik dan kebijakan
publik) berkembang sesuai dengan perubahan paradigma ilmu administrasi publik
yaitu mulai dari administrasi publik tradisional (Old Public Administration) ke New
Pubic Management (NPM) dan yang paling akhir New Public Service (NPS). Paradigma administrasi publik tradisional
yang sangat menekankan pada otoritas negara telah bergeser pada penggunaan
model pasar di dalam menyampaikan pelayanan publik seperti yang dikemukakan
oleh paradigma NPM. Dalam perkembangan selanjutnya konsep pemberdayaan warga
negara dan pelayanan publik yang berkualitas telah menjadi fokus perhatian dari
paradigma NPS seperti dikemukakan Robert Denhardt dan Janet Denhardt.
Sebagaimana juga dikatakan Miftah Thoha
(2011) bahwa NPS telah merubah pola berpikir bahwa borokrasi publik harus
mengenali warga yang dilayani sebagai pelangan yang perlu memperoleh kepuasan
secara individunya.
Selengkapnya paradigma-paradigma administrasi publik dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Paradigma
I:
Dalam paradigma ini dekenal dengan paradigma sebagaimana
dikemukakan Miftah Thoha (2011:18) yakni:
Dikotomi Politik – Administrasi (1900-1926).
Tokoh Frank J
Goodnow dan Leonard D White. Frank J Goodnow dan Leonard D White dalam bukunya Politics and Administration berpendapat
ada dua fungsi pokok dari pemerintah yang berbeda, yaitu pertama fungsi politik yang melahirkan kebijaksanaan atau keinginan
negara, dan yang kedua fungsi
administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan negara. Penekanan
pada paradigma ini terletak pada locusnya,
menurut Goodnow locusnya terpusat pada birokrasi pemerintahan, sedangkan focusnya yaitu metode atau kajian apa
yang akan dibahas dalam administrasi publik kurang dibahas secara jelas.
Administrasi negara memperoleh legitimasi akademiknya lewat lahirnya Infroduction to the study of public
administrastion oleh Leonard D White yang menyatakan dengan tegas bahwa
politik seharusnya tidak ikut mencampuri administrasi, dan administrasi negara
harus bersifat studi ilimiah yang bersifat bebas nilai.
Paradigma II:
Prinsip-prinsip
Administrasi Negara (1927-1937)
Tokoh Gulick dan Urwick, FW Taylor, Henry Fayol, Mary
Parker Follet, dan Willoughby. Diawali dengan terbitnya Principles of Public Administration karya WF Willoughby dalam Sri Suwitri (2011:17) pada fase ini
administrasi diwarnai oleh berbagai macam kontribusi dari bidang-bidang lain
seperti industri dan manajemen, berbagai bidang inilah yang membawa dampak yang
besar pada timbulnya prinsip-prinsip administrasi, prinsip-prinsip tersebut
yang menjadi focus kajian administrasi publik sedangkan locusnya dari paradigma
ini kurang ditekankan karena esensi prinsip-prinsip tersebut dimana dalam
kenyataan bahwa prinsip itu bisa terjadi pada semua tatanan, lingkungan, misi
atau kerangka institusi, ataupun kebudayaan, dengan demikian administrasi bisa
hidup dimanapun asalkan prinsip prinsip tersebut dipatuhi. Pada paradigma kedua
ini pengaruh manajemen klasik sangat besar tokohnya adalah FW Taylor yang
menuangkan 4 prinsip dasar yaitu, pertama
perlu mengembangkan ilmu manajemen sejati untuk memperoleh kinerja terbaik, kedua, perlu dilakukan proses seleksi
pegawai ilmiah agar mereka bisa tanggungjawab dengan kerjanya, ketiga perlu adanya pendidikan dan
pengembangan pada pegawai secara ilmiah, keempat
perlu kerjasama yang intim antara pegawai dan atasannya. Kemudian
disempurnakan oleh Fayol (POCCCC) dan Gullick dan Urwick (POSDCORB, plannang,
organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting).
Paradigma III.
Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik
(1950-1970).
Tokoh Nicholas Henry. Menurut Herbert Simon (The Poverb
Administration) a Princip Management ilmiah POSDCORB tidak menjelaskan makna
public dari public administration, menurut Simon bahwa POSDCORB tidak
menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh administrator publik. Kritik
Simon ini kemudian menghidupkan kembali perdebatan dikotomi administrasi dan
politik. Kemudian muncullah pendapat Morstein Mark (element of Public
Administration) yang kemudian kembali mempertanyakan pemisahan politik dan
ekonomi sebagai suatu hal yang tidak realistik dan tidak mungkin.
Paradigma IV.
Administrasi
sebagai Ilmu Aministrasi (1950-1970).
Prinsip-prinsip
administrasi negara yang dikembangkan pada paradigma ini adalah prinsip-prinsip
administasi dan karena merasa sebagai warganegara kelas dua dalam bagian ilmu
politik, para sarjana administasasi negara mulai mencari alternatif yang lain,
yaitu ilmu administrasi. Pada paradigma ini ilmu administrasi negara mencari
induk baru yaitu ilmu administrasi. Ilmu administrasi adalah merupakan studi
gabungan teori organisasi dan ilmu manajemen. Prinsip-prinsip administasi
berlaku universal, maka muncul keinginan memisahkan antara prinsip dalam
organisasi publik dan privat atau bisnis. Locus administrasi negara pada organisasi
publik.
Paradigma V.
Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara (1970).
Pada paradigma ini ilmu administrasi negara
telah menjadi administrasi negara dengan diketemukannya locus pada organiasi
publik yang berbeda tujuannya dengan organisasi bisnis. Fokus administrasi
negara dalam bentuk ilmu adminisassi negara yang murni belum diketemukan ,
tetapi penggunaan pengembangan teori organisasi teknik-teknik terapan yang baru
pada ilmu manajemen semakin memperkuat perkembangan ilmu administrasi negara.
Bahkan keanekaragaman administarasi negara di negara-negara berkembang telah
menumbuhkan spesialisasi baru yaitu “comparative
public administration”. Miftah
(2011) mengatakan bahwa pertimbangan untuk menggunakan teknik-teknik ilmu
manajemen ke dalam lingkungan pemerintah (Birokrasi).
Paradigma VI:
Reinventing Government
Pada
tahun 1978 (Osborne dan Ted Gaebler) terjadi fenomena baru dalam pemerintahan
atau administasi negara yang telah memaksa administarasi negara untuk melakukan
reformasi. Makna dari Reinventing Government atau wirausaha birokrasi yaitu
merubah budaya kerja, mereformasi administrasi negara dengan meminjam ilmu administrasi
bisnis ke dalam administrasi negara. Paradigma Reinventing Gobernment ini juga
dikenal dengan nama New Public Management
(NPM) yang kemudian dilanjutkan dengan diterapkannya prinsip good governance.
Paradigma VII:
Good Governance
Wirausaha
birokrasi (New Public Management)
harus dijalankan berdasarkan prinsip pemerintahan yang baik. New Public Management berjalan seiring
dengan New Public Service. Tugas
stakeholders adalah mengayuh perahu dengan pengarahan dari pemerintah (NPM),
sedangkan stakekeholders akan membantu pemerintah dalam tugas melayani sehingga
tercapai NPS. Dengan demikian pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila
diikuti pemerintahan yang baik, hal ini disampaikan Denhardt, Denhardt (2003)
menyatrakan pencapaian good governance dalam government merupakan era New Public Service (NPS). Paradigma Baru
Kebijakan Publik dan Administrasi Publik menampilkan perkembangan beberapa
konsep dalam rangka menunjang pelaksanaan reinventing
governnment dan good governance,
yaitu: (1) Konsep otonomi daerah,
partisipasi dan Efisiensi; (2) Konsep Pelayanan Publik; dan (3) Konsep Jejaring
Kebijakan Publik. Dengan demikian paradigma reinventing
government (NPM) dan good governance serta
NPS menstimulasi reformasi administrasi publik dalam konsep otonomi daerah,
partisipasi dan efisiensi, pelayanan publik dan jejaring kebijakan publik.
Catatan tambahan terhadap Paradigmatis Kebijakan Publik.
Dalam literatur
kebijakan publik terdapat lima paradigma yang sangat populer (Bobrow dan Dryzek, 1987) yaitu paradigma welfare
economics, public choiece, social structure, information processing, dan political philosophy. Masing-masing
paradigma ini ternyata memberikan kontribusi yang sangat berguna bagi perumusan
suatu kebijakan publik. Paradigma welfare economics mengajarkan bahwa dalam
memlilih suatu alternatif kebijakan kita harus terlebih dahulu menghitung
untung ruginya dilihat dari sisi atau nilai-nilai ekonomis. Paradigma public choice menyarankan agar dalam memilih
alternatif kebijakan, keputusan publik atau lembaga yang mengatasnamakan atau
mewakili publik harus diutamakan. Paradigma social
structure memberikan arahan bahwa dalam memilih alternatif harus
memperhitungkan kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat yang ada, termasuk
apa yang dapat dinikmati mereka atau sebaliknya dampak yang menimpa pada
mereka. Paradigma information processing
menyarankan agar dalam memilih suatu alternatif kebijakan, informasi dan data
yang dibutuhkan harus diteliti tingkat kualitasnya dan diproses serta
dianalisis secara benar dan disimpulkan secara tepat. Paradigma political philosophy, mengingatkan bahwa
dalam memilih alternatif kebijakan perlu diperhitungkan nilai moral yang
berlaku, apakah nilai-nilai moral tertentu dipromosi atau dilanggar ketika
suatu alternatif kebijakan dipilih.
Ajaran Reinventing
Government oleh Gaebler &
Osborne (1991), yang disarankan dalam 10 prinsip pokok seperti pemerintah
yang bersifat katalik, memberdayakan masyarakat, mendorong semangat kompetisi,
berorientasi pada misi, mementingkan hasil dan bukan cara, mengutamakan
kepentingan pelanggan, berjiwa wirausaha, berupaya dalam memecahkan masalah
atau bersifat antisipatif, cenderung sentralistik, dan berorientasi pada pasar.
Selain itu, dengan munculnya paradigma The New Publik Service oleh Denhardt
& Denhardt (2003), kebijakan publik selama ini telah diarahkan kepada
tuntutan Reinventing Government atau New Public Management harus disesuaikan
lagi. Pengejawantahan dalam jenis dan
pola kebijakan sudah harus dilakukan agar kebijakan publik dapat lebih
memunculkan semangat demokrasi dan
berpihak kepada masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam sharing pendapat,
dialog bebas, penekanan pada kepentingan publik dan prinsip-prinsip demokrasi,
harus mewarnai kebijakan publik.
Kualitas,
Efektivitas dan Kapasitas Kebijakan.
Pada
dasarnya kualitas suatu kebijakan
dapat diketahui melalui beberapa tolok ukur penting seperti proses, isi dan
konteks atau suasana dimana kebijakan itu dihasilkan atau dirumuskan. Menurut Keban (2004), kualitas kebijakan dapat
dilihat dari tiga segi yaitu dari (1) Segi
proses, suatu kebijakan dapat
dikatakan berkualitas kalau kebijakan tersebut diproses dengan data dan
informasi yang akurat, menggunakan metode dan teknik yang sesuai, mengikuti
tahapan-tahapan yang rasional dan melibatkan para ahli serta masyarakat yang
berkepentingan atau stakeholder; (2) Dilihat dari segi isi, suatu kebijakan dapat dikatakan berkualitas apabila
kebijakan tersebut merupakan alternatif atau jalan keluar terbaik dalam rangka
memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat; (3) Sedangkan dilihat dari segi konteks maka suatu kebijakan dapat
dikatakan berkualitas apabila kebijakan tersebut dirumuskan dalam suasana yang
benar-benar bebas dari rekayasa, bebas dari tekanan atau paksaan dari pihak
yang berpengaruh.
Tingkat
efektivitas kebijakan jarang diteliti secara serius dan boleh dikatakan masih
sangat ditentukan oleh analisis yang ada. Para analis kelihatannya belum diberi
kesempatan untuk melakukan analisis kebijakan secara akademik dan leluasa
karena praktik menunggu petunjuk dari atasan masih mendominasi. Demikian pula
komitmen dari para policy makers
untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap tingkat pencapaian outcome kebijakan publik selama ini
belum nampak. Faktor lain yang turut memperburuk tingkat efektivitas kebijakan
adalah kurangnya dukungan sistem anggaran pemerintah, kenyataan menunjukkan
bahwa tugas pengumpulan data, informasi dan merekam data yang seharusnya
menjadi dasar pengusulan masalah publik untuk kemudian diproses dalam analisis
kebijakan seringkali dilakukan secara “serabutan” karena tidak adanya atau
kurangnya dana, terburu buru oleh keterbatasan waktu yang mendadak. Selain itu
juga rendahnya keterlibatan para stakeholder
(aktor) dan masyarakat di beberapa daerah di Indonesia, yaitu tingkat
partisipasi masyarakat nampak masih rendah, hal ini disebabkan kurangnya
kesadaran untuk berpartisipasi secara langsung, atau juga mereka tidak
diberikan akses untuk berpartisipasi.
Kapasitas kebijakan berkaitan dengan kemampuan suatu
kebijakan membawa perubahan sebagaimana diharapkan. Dengan memperhatikan bahwa
begitu banyak faktor yang menghambat kualitas dan efektitivitas kebijakan, maka
dapat dipastikan bahwa kemampuan kebijakan (kepastian kebijakan dalam
memecahkan masalah-masalah publik selama ini belum memadai. Isi kepastian
kebijakan ini memang masih belum populer di Indonesia, padahal isu ini
merupakan isu sentral yang harus diberi perhatian khusus karena menyangkut penggunaan
anggaran negara. Merupakan pekerjaan yang sia-sia apabila begitu banyak
anggaran yang dibelanjakan untuk membiayai kebijakan publik dalam berbagai
bidang/sektor.
Pada era reformasi ini perlu penerapan prinsip-prinsip good governance dalam melakukan
penilaian terhadap kualitas kebijakan. Misalnya, orang akan mempertanyakan
apakah suatu kebijakan diproses secara
transparan dan profesional serta disosialisasikan kepada publik. Lalu
sebenarnya isi dari kebijakan yang dibuat pemerintah sudahkah diketahui dan
difahami. Adalah sesuatu yang cukup elok bila masyarakat dapat memberikan
respon atas keputusan – keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah bila mereka
juga telah mengetahui isi dan memahami secara seksama kebijakan tersebut. Tentunya
itu diperoleh bila masyarakat telah mengetahui informasi mengenai apa saja
kebijakan yang telah dibuat dan diaplikasikan. Sayangnya sampai sekarang
perhatian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini masih belum memadai. Dengan
demikian kualitas, efektivitas dan kapasitas
kebijakan publik masih belum sebagaimana yang diharapkan.
4.
Kaitkan kedua core ilmu
administrasi publik
tersebut dengan judul disertasi.
Judul
disertasi : Pemanfaatan Media Cetak
Sebagai Alat Sosialisasi Untuk Transparansi Kebijakan Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan
Media Cetak dinilai sebagai alat sosialisasi yang cukup
ampuh dalam menyampaikan informasi kepada publik atau khalayak ramai. Sedangkan
kebijakan publik merupakan produk hukum yang harus diketahui oleh publik luas
sebagai bentuk transparansi sebagaimana hendaknya dilaksanakan oleh Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan.
Dengan demikian tinjauan terhadap judul disertasi
tersebut sangatlah terkait dengan unsur manajemen publik dalam bentuk transparansi
pemerintah kepada publik. Pada konteks ini akan terlihat
bagaimana kekuasaan, pengaruhnya dan kepentingannya
berjalan secara baik.
-000-
Sumber Pustaka:
Janet
V. Dernhart dan Robert B. Dernhart. 2003. The New Public Service : Serving, not
Steering. M.E Sharpe, New York.
Owen
E.Hughes. Public Management and Administration: An Introduction. St. Martin’s Press,Inc.
New York.1994.
Pasolong, Harbani, 2010, Teori Administrasi Publik,
Afabeta, Bandung.
Robert B. Dernhart.
2008. Theories of Public Organization. Thomson & Wadsworth. USA.Fifth
Edition
Suwitri,Sri, 2011,
Konsep Dasar Kebijakan Publik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Siagian, P. Sondang, 2004, Filsafat Administrasi, Gunung
Agung, Jakarta.
Tri Kadarwati. 2001.
Administrasi Negara Perbandingan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Thoha, Miftah, 2011, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Kencana Perdana
Media Group, Jakarta.
Warsono, Hardi, 2013, Modul Teori Adminstrasi Publik,
FISIP-UNDIP, Semarang.
Yeremias T. Keban.
Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu. Penerbitan
Gaya Media. Yogyakarta.
[2] Thoha, Miftah, 2011; 44,
Ilmu Administrasi Publik Kontemporer, Kencana Perdana Media Group, Jakarta.
[6] . Thoha, Miftah, Ilmu Administrasi Publik Kontemporer,
Kencana Perdana Media Group, Jakarta, 2011: 44.
[7] . Yeremias T. Keban.
Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu. Penerbitan
Gaya Media. Yogyakarta,2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar