Kembalikan Kecintaan Sungai Musi
Oleh: Drs. H. Bangun Lubis, M.Si
Wartawan Suara Pembaruan/Dosen Stisipol Candradimuka Palembang
Negeri ku nan indah permai.
dikelilingi sungai mengalir jernih,
membuat hati menjadi berseri.
Begitulah
sebait syair menggambarkan keindahan negeri Batang Hari Sembilan. Provinsi
Sumatra Selatan, sejak zaman dahulu kala
disebut sebagai negeri “Batang Hari
Sembilan”. Karena daerah yang luasnya mencapai 109.254 km persegi ini,
dikelilingi sembilan anak sungai. Anak-anak sungai ini secara keseluruhan
mengalir ke induknya, itulah Sungai Musi. Sungai Musi dahulu kala memang jernih
dan begitu indah digambarkan karena wujud yang nayata – nyata indah dan jernih.
Kini tak lagi jernih melainkan keruh bahkan kehitam-hitaman oleh banyaknya
kegiatan manuiseia di sepanjang bantara sungai dengan segala macam kegiatan
yang membebani sungai yang dulu Indah itu.
Sungai Musi, yang terbentang
ribuan kilometer mulai dari hulu hingga hilir dan mengitari seluruh ibu kota
kabupaten di Sumsel, dari dahulu telah menjadi sumber kehidupan dan mata
pencaharian bagi penduduk yang tinggal di bantaran dan sekitar sungai.
Masyarakat Sumsel, telah beratus-ratus tahun menggantungkan hidupnya pada potensi Sungai Musi tersebut.
Anak-anak Sungai Musi mengitari
setiap kabupaten yang ada di Sumsel, yang bila
diurut dari sumbernya Ulu Musi,
disebutkan dari daerah hulu – arah barat
yaitu dari atas bukit barisan yang bernama Gunung Dempo di Kota Pagaralam. Dari
sinilah sumber Sungai Musi berasal, yakni disebut dengan Sungai Ulu Musi atau
juga bernama Sungai Lematang yang mengaliri daerah di bawahnya ke arah selatan
yakni daerah di Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muaraenim. Di sini disebut sungai
itu bernama Sungai Lematang yang hilirnya berujung dengan bertemunya dengan
Sungai Enim .
Sedang ke arah utara, anak Sungai
Musi juga mengalir dengan besarnya yang terkenal dengan Sungai Rawas, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi mengalir
hingga ke arah Sungai Lematang dan nantinya juga bertemu anak Sungai Musi yang
berada di Kabupaten Musibanyuasin (Muba). Di Muba anak sungainya dikenal dengan
nama Sungai Batang Hari Leko dan juga Sungai Lilin di arah timur Muba..
Sungai Lematang dan Sungai Enim,
juga menuju induknya Sungai Musi bersama-sama dengan Sungai Komering yang
datang dari Kabupaten Ogan Komerng Ulu (OKU) dan Ogan Komering Ilir (OKI) yang
berada di arah selatan Kabupaten Muaraenim. Dan mengitari dua kabupaten OKU dan
OKI, ada juga Sungai Ogan yang mengalir hingga ke ujungnya ke daerah ilir yakni
membelah Kota Palembang yang menjadi induk semua sungai bernama Sungai Musi.
Sembilan sungai atau batang hari
sembilan ini, merupakan wajah atau cerminan diri masyarakat Sumsel. Sungai
adalah kehidupan, tempat tinggal dan sumber dari segala sumber yang dapat
menyambung kehidupan masyarakat Sumsel. Artinya merupakan suatu cerminan atau
sebut saja negeri dalam segala pengertian kehidupan bagi masyarakat Sumsel.
Minim Pengelolaan
Ketua Bidang Pengabdian Forum
Masyarakat Peduli Musi (MPM) Sumsel, Abdul Azis Kemis mengibaratkan Sumatra
Selatan itu sebagai cermin masyarakatnya. Sehingga, dengan segala macam
problematik yang menyangkut Sungi Musi, akan secara langsung memiliki dampak
bagi kehidupan masyarakat Sumsel terutama rakyat yang hampir 80 persen
menggantungkan hidup dari sungai.
Berbagai pihak cukup prihatin
minimnya pengelolaan Sungai Musi. Ia merasa betapa kurangnya kepedulian
masyarakat dan pemerintah terhadap Sungai Musi. Malah suatu ketika, saat hujan
turun Sungai Musi di daerah uluan, yang menyebabkan banjir besar. Malah yang
cukup bersar 1998 lalu banjir telah menimbulkan kematian hingga 25 orang di
desa-desa di Kabupaten Lahat.
Kritikan pun bermunculan. Isi
kritikan itu antara lain, banjir muncul akibat penggundulan hutan di kawasan
hutan penahan aliran Sungai di Ulu Musi, Pagaralam. Memang rakyat juga sangat
tergantung kehidupan sehari-harinya dari hasil mengambil kayu di hutan. Karena
mereka memang menebang pohon untuk dijadikan bahan baku untuk rumah serta alat
perabotan.
Namun, apa yang ditebang oleh
rakyat tak sebanyak yang digergaji oleh pengusaha yang memanfaatkan rakyat
menebang pohon dengan cara ilegal. Warga masyarakat hanya mendapat upah yang
tak lebih besar dari upah minimum regional (UMR) dari pada oknum pengusaha
pemodal besar yang berpendapatan miliaran rupiah.
Pengamat Lingkungan Hidup, Ir
Buchori Salenggang Msc, ketika masih genca-gencarnya mengkritisi lingkungan di
Sumsel waktu tahun 1998 dulu pernah
mengatakan, terjadi sedimentasi yang cukup di Sungai Musi. Debit air berkurang,
dan kualitas air menurun. Kesemua itu sangat dipengaruhi oleh dampak pembangunan
di hulu sungai. Upaya yang harus dilakukan secepatnya adalah merealisasikan
reboisasi di hulu sungai.
Sedimentasi di Sungai Musi mencapai 2,5 juta
ton/tahun. Bahkan sampai sekarang dipercaya data ini bukannya malah
menurun,melankan terus menaik. Sebab, tak pernah kta lihat sekarang ini
pimpinan di daerah ini yang konsen lagi membicarakan penyelematan Sungai Musi
dari berbai ancaman pencemaran dan dengan segala macam permasalahannya. Hasil
penelitian Bapedalda Sumsel malah memperlihatkan adanya peningkatan sedimentasi
lumpur setiap tahun. Pengendapan lumpur dan pencemaran limbah yang begitu
dahsyat ke Sungai Musi, akan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Selain itu, pencemaran limbah
cair yang berasal dari 400 unit lebih industri yang beroperasi di sepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi masih terus berlanjut. Pemerintah belum berdaya
untuk menindak industri penghasil limbah, karena belum semua perangkat hukum
sempurna dan memberikan dukungan. Pihak pengadilan tidak berdaya untuk dapat memberikan
hukuman kepada pencemar, dengan alasan bukti-bukti yang tidak kuat.
Fakta ini merupakan masalah yang bisa
mengancam kelestarian sungai yang menjadi sumber air dan mata pencaharian bagi
warga Palembang dan secara umum masyarakat Sumsel. Masalah lain yang tak kalah
pentingnya, bagaimana memberdayakan warga di sepanjang bantaran Sungai Musi
agar mau berpartisipasi untuk melestarikan sungai ini.
Kembalikanlah
citra Sungai Musi sebagai cerminan dari wajah masyarakat Sumsel, agar sebutan
sebagai negri Batang Hari Sembilan tetap menjadi nama yang abadi tanpa cela di masta masyarakat
luas.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar