Selasa, 05 November 2013



Kembalikan Kecintaan Sungai Musi

Oleh: Drs. H. Bangun Lubis, M.Si
Wartawan Suara Pembaruan/Dosen Stisipol Candradimuka Palembang



Negeri ku nan indah permai. dikelilingi sungai mengalir  jernih, membuat hati menjadi berseri.
            Begitulah sebait syair menggambarkan keindahan negeri Batang Hari Sembilan. Provinsi Sumatra Selatan,  sejak zaman dahulu kala disebut sebagai negeri  “Batang Hari Sembilan”. Karena daerah yang luasnya mencapai 109.254 km persegi ini, dikelilingi sembilan anak sungai. Anak-anak sungai ini secara keseluruhan mengalir ke induknya, itulah Sungai Musi. Sungai Musi dahulu kala memang jernih dan begitu indah digambarkan karena wujud yang nayata – nyata indah dan jernih. Kini tak lagi jernih melainkan keruh bahkan kehitam-hitaman oleh banyaknya kegiatan manuiseia di sepanjang bantara sungai dengan segala macam kegiatan yang membebani sungai yang dulu Indah itu.
Sungai Musi, yang terbentang ribuan kilometer mulai dari hulu hingga hilir dan mengitari seluruh ibu kota kabupaten di Sumsel, dari dahulu telah menjadi sumber kehidupan dan mata pencaharian bagi penduduk yang tinggal di bantaran dan sekitar sungai. Masyarakat Sumsel, telah beratus-ratus tahun menggantungkan hidupnya  pada potensi Sungai Musi tersebut.
Anak-anak Sungai Musi mengitari setiap kabupaten yang ada di Sumsel, yang bila  diurut dari sumbernya  Ulu Musi, disebutkan dari daerah  hulu – arah barat yaitu dari atas bukit barisan yang bernama Gunung Dempo di Kota Pagaralam. Dari sinilah sumber Sungai Musi berasal, yakni disebut dengan Sungai Ulu Musi atau juga bernama Sungai Lematang yang mengaliri daerah di bawahnya ke arah selatan yakni daerah di Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muaraenim. Di sini disebut sungai itu bernama Sungai Lematang yang hilirnya berujung dengan bertemunya dengan Sungai Enim .
Sedang ke arah utara, anak Sungai Musi juga mengalir dengan besarnya yang terkenal dengan Sungai Rawas,  Sungai Lakitan, Sungai Kelingi mengalir hingga ke arah Sungai Lematang dan nantinya juga bertemu anak Sungai Musi yang berada di Kabupaten Musibanyuasin (Muba). Di Muba anak sungainya dikenal dengan nama Sungai Batang Hari Leko dan juga Sungai Lilin di arah timur Muba..
Sungai Lematang dan Sungai Enim, juga menuju induknya Sungai Musi bersama-sama dengan Sungai Komering yang datang dari Kabupaten Ogan Komerng Ulu (OKU) dan Ogan Komering Ilir (OKI) yang berada di arah selatan Kabupaten Muaraenim. Dan mengitari dua kabupaten OKU dan OKI, ada juga Sungai Ogan yang mengalir hingga ke ujungnya ke daerah ilir yakni membelah Kota Palembang yang menjadi induk semua sungai bernama Sungai Musi.
Sembilan sungai atau batang hari sembilan ini, merupakan wajah atau cerminan diri masyarakat Sumsel. Sungai adalah kehidupan, tempat tinggal dan sumber dari segala sumber yang dapat menyambung kehidupan masyarakat Sumsel. Artinya merupakan suatu cerminan atau sebut saja negeri dalam segala pengertian kehidupan bagi masyarakat Sumsel.

Minim Pengelolaan
Ketua Bidang Pengabdian Forum Masyarakat Peduli Musi (MPM) Sumsel, Abdul Azis Kemis mengibaratkan Sumatra Selatan itu sebagai cermin masyarakatnya. Sehingga, dengan segala macam problematik yang menyangkut Sungi Musi, akan secara langsung memiliki dampak bagi kehidupan masyarakat Sumsel terutama rakyat yang hampir 80 persen menggantungkan hidup dari sungai.
Berbagai pihak cukup prihatin minimnya pengelolaan Sungai Musi. Ia merasa betapa kurangnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap Sungai Musi. Malah suatu ketika, saat hujan turun Sungai Musi di daerah uluan, yang menyebabkan banjir besar. Malah yang cukup bersar 1998 lalu banjir telah menimbulkan kematian hingga 25 orang di desa-desa di Kabupaten Lahat.
Kritikan pun bermunculan. Isi kritikan itu antara lain, banjir muncul akibat penggundulan hutan di kawasan hutan penahan aliran Sungai di Ulu Musi, Pagaralam. Memang rakyat juga sangat tergantung kehidupan sehari-harinya dari hasil mengambil kayu di hutan. Karena mereka memang menebang pohon untuk dijadikan bahan baku untuk rumah serta alat perabotan.
Namun, apa yang ditebang oleh rakyat tak sebanyak yang digergaji oleh pengusaha yang memanfaatkan rakyat menebang pohon dengan cara ilegal. Warga masyarakat hanya mendapat upah yang tak lebih besar dari upah minimum regional (UMR) dari pada oknum pengusaha pemodal besar yang berpendapatan miliaran rupiah.
Pengamat Lingkungan Hidup, Ir Buchori Salenggang Msc, ketika masih genca-gencarnya mengkritisi lingkungan di Sumsel  waktu tahun 1998 dulu pernah mengatakan, terjadi sedimentasi yang cukup di Sungai Musi. Debit air berkurang, dan kualitas air menurun. Kesemua itu sangat dipengaruhi oleh dampak pembangunan di hulu sungai. Upaya yang harus dilakukan secepatnya adalah merealisasikan reboisasi di hulu sungai.
 Sedimentasi di Sungai Musi mencapai 2,5 juta ton/tahun. Bahkan sampai sekarang dipercaya data ini bukannya malah menurun,melankan terus menaik. Sebab, tak pernah kta lihat sekarang ini pimpinan di daerah ini yang konsen lagi membicarakan penyelematan Sungai Musi dari berbai ancaman pencemaran dan dengan segala macam permasalahannya. Hasil penelitian Bapedalda Sumsel malah memperlihatkan adanya peningkatan sedimentasi lumpur setiap tahun. Pengendapan lumpur dan pencemaran limbah yang begitu dahsyat ke Sungai Musi, akan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Selain itu, pencemaran limbah cair yang berasal dari 400 unit lebih industri yang beroperasi di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi masih terus berlanjut. Pemerintah belum berdaya untuk menindak industri penghasil limbah, karena belum semua perangkat hukum sempurna dan memberikan dukungan. Pihak pengadilan tidak berdaya untuk dapat memberikan hukuman kepada pencemar, dengan alasan bukti-bukti yang tidak kuat.
 Fakta ini merupakan masalah yang bisa mengancam kelestarian sungai yang menjadi sumber air dan mata pencaharian bagi warga Palembang dan secara umum masyarakat Sumsel. Masalah lain yang tak kalah pentingnya, bagaimana memberdayakan warga di sepanjang bantaran Sungai Musi agar mau berpartisipasi untuk melestarikan sungai ini.
            Kembalikanlah citra Sungai Musi sebagai cerminan dari wajah masyarakat Sumsel, agar sebutan sebagai negri Batang Hari Sembilan tetap menjadi  nama yang abadi tanpa cela di masta masyarakat luas.(*)

                                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar