Pengaruh Suku Tionghoa
Di Palembang
“Palembang dikenal
dengan pusat perniagaan.
Hingga kini pun sebutan dan kenyataan itu
tidak pernah lekang dari warga kota ini.
Ternyata itu sudah
terjadi sejak berabad-abad lalu,
yang dipengaruhi
oleh para pedagang cina.
bangun lubis
Semenjak dulu kala, Kota Palembang telah dikenal sebagai
pusat perniagaan. Laut dan sungai merupakan lalulintas perdagangan yang digunakan para
saudagar sebagai jalur angkutan barang-barang niaga kebutuhan masyarakat di
sini.
Semua orang sudah megetahui
bahwa kebiasaan perdagangan dengan menggunakan lalulintas laut dan sungai telah
mewarisi para saudagar kawasan ini yang berlangsung sejak zaman Kerajaan
Sriwijaya yang
berpusat di Kota Palembang
Menurut prasasti tanggal 16 Juni
671 penguasa Kerajaan Sriwijaya mendirikan Wanua yang kemudian dikenal sebagai
Kota Palembang.Kota Palembang dikenal juga sebagai kota sunai dan hamper 52 persen wilayahnya pada masa itu
dilalui sungai-sungai sehingga alat transportasi di kota tua ini juga
menggunakan perahu-perahu.
Cina Palembang
Bahkan
dalam literature cina , chun – fan – chi yang
ditulis oleh Chao Jua-Kua, pada abad ke
14 diceritakan bahwa Sriwijaya merupakan negara yang terletak di laut selatan
menguasai lintas perdagangan asing di selat-selat.
Tidak berbeda dengan literatur
yang dikemukakan oleh Budayawa Palembang Djohan Hanafiah dalam sebuah bukunya - Perang Palemban Melwan VOC (1996) – bahwa
Sriwjaya merupakan kerajaan yang lebih meguasai wilayah perairan di Asia
Tenggara. Pusat distribusi ekonomi dan kehidupan masyarakatnya berada di
sepanjang perairan negeri tersebut.
Lalu, berdasarkan catatan almarhum
Djohan Hanafiah, Raja Palembang yang bernama Ma-na-ha, Pau –In –Pang (Maharaja Palembang)
mengirim dutanya menghadap Kaisar Cina pada tahun 1374. Maharaja ini disebut
sebagai Raja Palembang terakhir pada saat penguasaan Sriwijaya, sebelum
Palembang dihancurkan oleh Majapahit pada 1377.
Sehingga, Palembang tidaklah
merupkan suatu yang asing bagi para penguasa cina pada dahulu kala, karena
memang mereka juga telah memiliki hubungan baik dengan raja-raja di wilayah
kekuaaan Sriwijaya.
Dalam beberapa literature yang
pernah diungkapkan Djohan pada bukunya, sebutan Palembang muncul pada abad 13
setelah berakhirnya masa kejayaan Sriwijaya abad 7-abad 12. Palembang semula berasal dari ejaan para
saudagar cina yang menyebutkan Fa Lin Fong , seperti dituliskan
dalam tulisan cina Chu Fa Shi karya Chau
Ju Kau tahun 1225.
Makin jelas pula bahwa hubungan
orang – orang Palembang dengan cina merupakan sebuah hubungan yang demikian
erat setelah penulis Cina lainnya, Ma Huan, dalam catatan perjalannya Ying Ysi
Shueng Lan (1416) menuliskan berbagai catatan menganai Palembang yang diejanya
dalam tulisan menyebut Pa Lin Pang. Bahkan disebut Palembang selama 200 tahun
sebagai enclave Cina. Kendati nama Palembang tidak bisa dilepas dari keharuman
nama Sriwijaya abad 12.
Memang pada tahun 1400 masehi,
pengaruh kekuasaan Kerajaan Sriwijaya di
Palembang mulai berangsur
surut, tetapi
hubungan para pedagang cina dengan pihak kerajaan dan para pedagang di
Palembang pada masa itu tetap berlangsung. Bahkan tidak hanya saja hubungan
perniagaan lagi, bahkan lama
menjadi hubungan persaudaraan.
Seorang Pengelola Pulau Kemaro
di tengah Sungai Musi Palembang yang kini menjadi tempat etnis Tionghoa
merayakan Cap Go Me setelah Sin Cia, bernama Candra mengatakan, bahwa Pulau yang memiliki luas 3,5 hektare
itu menjadi kunjunan dari warga keturunan Tionghoa dari berbagai Negara untuk
melakkan perayaan Cap Go Me.
Lalu hubungan yang paling kental
dengan masyarakat Palembang menurut Canra, ada yang bernama Situ Fatimah telah
menikah dengan seorang saudagar Cina bernama Tan Po Han yang datng ke sini pada
masa Dinasti Ming. Tan Po Ha lalu menikah dengan Si Fatimah, tetapi kapal yang
mereka tompangi karam di lokasi ini sehingga sekarang itulah yang menjadi
daatan yang disebut sebagai Pulau Kemaro. Siti Fatimah menurut para keturunan
sebagai nenek buyut mereka yang beragama Islam.
Berbagai
bukti sejarah inilah yang menandakan betapa cina demikian berperan dalam
hubunga perniagaan dengan Palembang pada masanya. Hingga sekarang pun kedua etnis ini duduk berdampingan
dengan tanpa merasa bahwa ada perlainan yang mendalam dalam kebudayaan yang
mereka anut. Namun antara kebudayaan Palembang yang lebih Melayu dipengaruhi
Islam, dengan kebudayaan cina berjalan bersama tanpa memiliki ada pergesekan yang berarti. Begitupun
percampuran itu sekarang tidak memiliki urgensi yang renggang atau berseberangan.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar