Tak Kan Melayu Hilang di Bumi
Oleh : Bangun Lubis
Pemerintah Malaysia di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Mahathir
Mohammad menunjukkan perhatian besar untuk mempertahankan dan penerusan budaya Melayu di negara serumpun.
Tak Kan Melayu Hilang di Bumi. Tulisan ini, bisa dilihat di setiap sudut kota, di baliho-baliho bahkan di makam Hang Tuah yang terdapat di Kota Melaka, Malaysia, untuk menunjukkan bahwa begitu besar perhatian pemerintah Negeri Melaka dan pemerintah Malaysia khususnya mempertahankan budaya dan penerusan budaya Melayu di negara serumpun.
Kalimat itu, memiliki falsafah yang mengingatkan seluruh dunia, bahwa sampai kapan pun bangsa dan budaya Melayu akan tetap hidup sepanjang zaman. Bukan pula berarti adanya kekhawatiran menghilangnya bangsa dan budaya melayu tersebut, namun memang perlu ada upaya pelestarian dan juga agar bangsa serumpun tetap ingat dirinya bahwa adalah bangsa dan berbudya melayu, yang harus tetap bertahan.
Malaysia sebagai negara yang memiliki populasi cukup besar penduduk keturunan Melayu, sangat peduli untuk menggelorakan tetap hidupnya bangsa dan budaya melayu di negara itu, termasuk ke negara serumpun seperti Singapura, Indonesia, Filipina, Thailand dan negara lainnya di ASEAN.
Pemerintah Malaysia, belakangan ini memilih Negeri Melaka untuk bertanggung jawab terhadap upaya pelestarian, penggeloraan dan juga menjaga tetap utuhnya kehidupan bangsa dan budaya melayu tersebut.
Sehingga Pemerintah Negeri Melaka memiliki jadwal setiap bulan mulai terlihat rutin dilakukan sejak tiga tahun terakhir, menjadwalkan acara-acara budaya yang terus menerus menggelar kesenian dan pesta budaya ataupun mengajak para pelancong yang tak hanya wisatawan tetapi juga para budayawan, seniman dan wartawan untuk melihat berbagai acara budaya atau seminar yang menyoal bangsa dan budaya melayu bertempat di Negeri Melaka.
Pada tanggal 10 - 18 April 2002, digelar sebuah pesta dengan judul “Gendang Nusantara”, yang mengundang beberapa negara dan kelompok kesenian gendang seperti dari Padang, Manado, Ogan Komering Ulu dan Lahat dari Sumatra Selatan, dari Medan, Riau, Jambi, Sulawesi, Singapura, Thailand dan negeri-negeri di Malaysia sendiri.
Selain pesta Gendang Nusantara yang berkhas gendang melayu tersebut, pada kesempatan itu juga dibentuk satu forum wartawan serumpun yang berniat membangkitkan gairah kerjasama informasi serumpun melayu
yang bertujuan untuk membentengi diri dari informasi yang penting atau yang kurang berkenan dari pengaruh pers barat.
Tujuan lain, adalah berupaya kerjasama untuk meningkatkan intelektual dan pengetahuan serta profesionalisme. Profesionalisme, merupakan tujuan utama, sehingga dimungkinkan akan ada upaya untuk menyekolahkan para wartawan serumpun pada level pendidikan profesi.
Budayawan
Pertemuan lain dari pesta budaya gendang nusantara itu, ada juga sesi lain pertemuan para budayawan serumpun dan seniman serumpun yang khusus membahas soal kebudayaan ditinjau dari karya-karya sastra baik para penulis novel budaya, puisiawan, dan pekerja-pekerja seni bidang teater dan musik. Begitu juga dengan kalangan wartawan, dijadwalkan satu mata acara yang ikut membahas soal informasi serta upaya penyebarluasan karya sastra dan tulisan budaya melayu.
Pada beberapa pertemuan itu, disepakati untuk penjadwalan pertemuan serupa yang dilakukan di Melaka dan Kuala Lumpur serta Jakarta atau daerah lain di Indonesia, Jambi, Palembang, Pekanbaru, Medan dari Padang. Termasuk juga akan ada penyelenggaraan pesta budaya di Singapura.
Gendang Nusantara, adalah salah satu acara yang dijadikan sebagai mata acara pertemuan budaya serumpun, setelah berkali-kali dilakukan sejak tahun 2000 dengan acara Konvensi Dunia Islam Dunia Melayu di Melaka, Malaysia.
Kemudian Juli 2001, diadakan juga pertemuan serupa di Palembang yang dikaitkan dengan acara Festival Sriwijaya, yang mata acaranya kecuali untuk menggelorakan pariwisata juga mengadakan mata acara pertemuan budaya melayu yang ketika itu diikuti negara-negara serumpun di Asean.
Kesan yang muncul dari pertemuan berkali-kali ini, senada dengan ungkapan Ketua Menteri Melaka, Mohammad Ali Rustam, adanya kembali keinginan negara Malaysia atau Melaka khususnya untuk membangkitkan rasa persaudaraan dan kerjasama budaya dan ekonomi di antara negara serumpun.
Pada malam Gendang Nusantara yang dibuka oleh Ketua Menteri Melaka Datuk Seri Haji Mohamad Ali bin Mohammad Rustam tanggal 14 April 2002 di Melaka, Malaysia, diungkapkan, bahwa tiada lain tujuannya - mempertemukan para budayawan, seniman serumpun untuk membangun seni dan budaya serta sosial ekonomi ke arah yang lebih tinggi dan bermaanfaat bagi negara-negara serumpun di masa datang.
Prof Datuk DR Abdul Latif Abu Bakar, Ketua Institut Seni Malaysia Melaka (ISMMA) yang mengagas acara dan jadwal pertemuan budaya dalam tiga tahun telah melahirkan kemajuan terutama para peminat untuk membicarakan kemajuan budaya dan teknologi serta sosial ekonomi masyarakat di belahan negeri serumpun.
Budaya Punah
Dia membicarakan soal kemajuan barat yang kini telah pesat perkembangannya, jika tidak diantisipasi, maka lambat laun, budaya melayu (serumpun) akan punah. Karena itu harus ada niat untuk bersama-sama menjadwalkan acara-acara pertemuan budaya dan seminar-seminar serta upaya pereratan hubungan diantara para pelaku-pelaku budaya, jurnalis, seniman dan ekonom serumpun.
Ketika ditanya oleh para peserta pertemuan seniman dan wartawan, apakah sekarang ini ada kecenderungan di sebagian orang melayu yang meninggalkan budayanya, Abdul Latif mengatakan, memang ada dan patut dilakukan antisipasi. Di Malaysia dan Indonesia termasuk negara lainnya di daratan nusantara, pengaruh barat datang begitu gencar menjalar kepada kaum muda, yang tidak hanya tergambar pada cara berpakaian, tetapi berperilaku dengan gaya atau aksen eropa yang sebenarnya tidak begitu tepat bagi masyarakat melayu.
“Kita bisa melihat aksen berbicara yang kini banyak mempengaruhi kaum muda yang bercampur dengan bahasa Inggris. Sebenarnya tak masalah, tapi dalam bahasa pengantar dalam negeri kepada para orangtua dan sahabat atau pengantar dalam bahasa formal, ya harusnya bahasa melayu (Indonesia) atau Malaysia. kalau pergaulan internasional ya boleh kita berbahasa Inggris atau lainnya,” ujar Mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Sumatra Selatan yang juga Budayawan, Drs Ismail Djalili, yang ikut membawa kelompok seniman dan wartawan dari Palembang ke Malaka.
Sehari-hari menurut Prof Abdul Latif, kondisi bergaul dari sebagaian kalangan muda melayu juga telah kebarat-baratan, yang membuat para kalangan budayawan kewalahan untuk mengantisipasinya, sehingga penggalangan dan mempererat tali kerjasama budaya juga perlu ditingkatkan dalam acara-acara budaya antara bangsa serumpun untuk membicarakan itu dan membahasnya.
Pada pembicaraan-pembicaraan antar wartawan dan seniman dalam pesta gendang nusantara diselipkan dengan tujuan membahas budaya melayu yang dikhawatirkan bisa lambat laun luntur akibat tidak adanya antisipasi. “Kita akan terus mengadakan pertemuan dan ekspos soal kembali kepada budaya serumpun,” ujar Abdul Latif.
Melaka sebagai salah satu negeri yang banyak peninggalan sejarah, juga telah membangun 22 museum yang akan dijual kepada para pelancong. Abdul Latif menyebut negeri Melaka sebagai Bandar Bersejarah, yang dikemas untuk para pelancong yang dapat menikmati informasi dari museum dan obyek wisata sejarah.
Ini juga mendapat dukungan bukan dari Ketua Menteri Melaka Mohammad Ali Rustam saja, tetapi Juga dari Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad. Puluhan ribu kunjungan ke Malaysia setiap bulannya, hampir separuh yang menginginkan berkunjung ke museum dan bandar-bandar bersejarah di negeri ini,kata Prof Abdul Latif yang juga guru besar di Universitas Malaysia itu.
Karenanya, semua negeri di Malaysia terus berbenah diri untuk membenahi obyek wisata itu. Yang dikaitkan melalui event budaya melayu yang kini sangat gencar dilakukan di negeri itu. Semua upaya ini, kata dia, tak luput dari tuntutan masyarakat serumpun dan juga masyarakat dunia yang dalam soal ini adalah upaya pembenahan tempat pelancongan dan acara-acara budaya dalam rangka meraup uang dari para masyarakat dunia sendiri. “Kita membuat kegiatan budaya dan wisata itu agar semua lapisan masyarakat juga dapat meraih kesejahteraan mereka,” ujar dia dengan nada percaya.
Pengamatan sehari-hari ketika di sana, kegiatan budaya itu begitu diantusiasi oleh masyarakat. Pada satu lapangan terbuka dalam acara gendang nusantara yang menonjolkan budaya melayu itu, dipadati oleh lapisan masyarakat dan wisatawan dunia yang melancong ke negeri Melaka. Arena terbuka yang menampung lebih 20.000 orang itu, padat malah meluber ke luar saking antusiasnya masyarakat mengikuti acara-acara budaya semacam itu, yang dikemas untuk rakyat.
“Budaya ramah tamah harus dipertahankan agar sebagai bangsa melayu yang lemah lembut dan memiliki kesopanan yang tinggi itu, biasa dilihat dan diserap bangsa Eropa dan lainnya,” kata Abdul Latif yang juga dosen komunikasi dan bahasa melayu tersebut.
Tanpa berbohong, ujar dia, memang ada kekhawatiran dari pemerintah, menyusupnya budaya Eropa yang menjalar ke kalangan muda yang dikhawatirkan bisa suatu ketika meninggalkan budaya melayu pada diri mereka, sehingga even budaya serumpun perlu terus digelorakan.
Setidaknya ini, merupakan suatu cara upaya membentengi diri dan menghindari adanya kegelisahan pemuka masyarakat dan kalangan buda-yawan akan tergilasnya budaya melayu di negara serumpun.nRabu 26 Juni 2002(46)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar