Berkurban sebagai Bentuk Keikhlasan
oleh: bangun lubis
Berkurban mulai dilaksanakan dalam ajaran Agama sejak zaman Nabi Adam. Bila ditelusuri makna dari berkurban jelas sekali bahwa berkurban adalah manifestasi atau suatu bentuk daripada ke-relaan dan ke-ikhlasan yang nyata dari seorang hamba kepada Allah SWT.
Berkurban bukanlah soal daging dari hewan yang dipotong, tetapi yang paling utama dalam berkurban adalah sejauhmana seorang hamba bersedia mempersembahkan kurbannya kepada Allah SWT dengan penuh keihlasan tanpa ada kehendak lain kecuali semata ingin menunjukkan ketakwaannya kepada Allah SWT.
Firman Allah menyebutkan.” Daging-daging unta dan darahnya sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapain-Nya….”(Q.S. Hajj: 37). Penegasan Allah ini untuk memberikan permakluman bagi hambanya betapa arti keikhlasanlah yang menjadi bentuk ketakwaanlah paling utama dalam berkurban.
Sungguh keikhlasan itu juga tergambar dari kisah berkurban Habil yang diterima kurbannya dan Qabil yang ditolak kurbannya pada masa Nabi Adam. Firman Allah SWT:” Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan Kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil):”Aku pasti membunuhmu.” Berkata Habil:” Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa”.(QS. Al Maaidah : 27)
Dari kutipan Firman Allah SWT itu demikian jelas menunjukkan betapa Habil yang dengan ketakwaannya kepada Allah kurbannya diterima. Sekalipun Ia mati dibunuh oleh Qabil yang sudah diliputi rasa dendam dan kedengkian. Kurban Qabil tidak diterima Allah karena tidak menunjukkan keikhlasan apalagi ketakwaan. Qabil adalah seorang yang penuh dendam dan buruk hatinya terutama dalam prasangkanya.
Ikhlas Berkurban
Kisah nyata berkurban yang penuh kerelaan dan keikhlasan berulang lagi ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim Alaihissalam bersama putranya Ismail untuk melaksanakan kurban. Ketika itu Ibrahim bermimpi diperintahkan Allah untuk mengurbankan Ismail dengan cara menyembelihnya. Ketika ditanyakan kepada Ismail, tanpa rasa khawatir dan dengan penuh kerelaan dan keikhlasan Ia menerima perintah Allah SWT tersebut. Sekalipun kemudian Allah hanya ingin menguji keduanya lalu Allah mengganti Kurban itu dengan seekor hewan. Inilah suatu bentuk bagaimana tingkat keikhlasan dan takwa yang begitu tinggi dari kedua Nabi - Ibrahim dan putranya Ismail - kepada Allah SWT.
Kisah ini tertulis dalam Firman Allah berikut:” Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” ” Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” “Maka tatkala anak itu sampai pada (umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata.”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikiranlah apa pendapatmu!:” Ia menjawab .”Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar.” “Tatkala keduanya telah berserah diri, Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya. (nyatalah kesabaran keduanya).” “Dan Kami panggil dia”Hai Ibrahim.”- “ Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya begitulah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” ”Ini suatu ujian yang nyata .” “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” “Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” ”Demikian Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (ikhlas).” “Sesungguhnya Ia termasuk hamba Kami yang beriman.” (QS Ash Shaafaat (100-111).
Nabi Ibrahim dan Ismail demikian ikhlas menerima perintah Allah tersebut. Kerelaan dan keikhlasan itu menggambarkan keteguhan hati atau jiwa keduanya untuk tetap berpegang teguh kepada perintah Allah SWT. Tiada balasan bagi mereka yang teguh hatinya menjalankan perintah Allah kecuali pahala dan keaikan-kebaikan yang berlipat ganda dalam kehidupannya. Allah pun memuliakan orang-orang yang ikhlas, rela dan takwa seperti Ibrahim dan Ismail. Mengangkat derajat orang-orang ini diantara manusia lainya, dan dipermudah rezekinya seluas-luasnya lalu Allah WT pun menghapuskan dosa-dosa mereka. Akan kah kita dapat ikhlas berkurban’ semacam itu?
Syariat kurban diaktualisasikan juga oleh Nabiyullah Muhammad SAW. Firman Allah SWT mengingatkan.”Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (sebuah sungai di syorga).” “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (berkorban).” “ Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”(QS Al Kautsar:1-3).
“Berkurban”dan (berkorban) adalah pengertian setalimata uang. Istilah ini pada prinsipnya sama-sama dengan menyedekahkan, memberikan atau menginfakkan serta menzakatkan sebagian harta yang dilimpahkan oleh Alah SWT kepada orang lain sesama-kita sebagai bentuk kesyukuran atas nikmat yang Allah berikan.
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: “Dan apa saja yang kalian nafkahkan, infakkan dan korbankan maka Dia akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.”(Al-Hadist). “Orang yang berinfak di dunia akan beroleh ganti di dunia dan di akhirat kelak mendapatkan ganjaran pahala.”(Tafsir Ibni Katsir, 6/331).
Selanjutnya, Al-’Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan, “Dan apa saja yang kalian korbankan dan nafkahkan serta infakkan berupa nafkah yang wajib ataupun mustahab/sunnah, untuk kerabat, tetangga, orang miskin, anak yatim, atau selainnya, maka Allah SWT akan menggantinya. Karenanya, janganlah kalian menyangka berkorban, berinfak itu mengurangi rezeki”.
Bahkan Allah SWT, Dzat yang melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya… berjanji akan memberi ganti kepada orang yang berkurban (berinfak dan bersedekah).” (Tafsir Al-Karimir Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan). Begitulah bila ikhlas menyertai kamu dalam berkurban, berinfak, bersedekah dan memberikan sebagian dari apa yang kamu miliki terutama kepada mereka yang kurang mampu. Hatimu akan jadi tenang, jiwamu akan jadi lapang.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar